Dahulu kala, di negeri Tonjeng Beru ada sebuah kerajaan bernama Sekar Kuning. Kerajaan yang aman tentram, subur makmur gemah ripah loh jinawi, dan rakyatnya hidup sejahtera, dipimpin oleh seorang raja yang adil dan bijaksana bernama Raden Panji Kesuma yang dikenal juga dengan sebutan Raja Tonjeng Beru. Permaisurinya bernama Dewi Seranting. Sang Raja dan permaisuri dikaruniai seorang putri yang cantik jelita, Putri Mandalika namanya.
Selain cantik jelita, Putri Mandalika adalah seorang gadis yang sopan, santun, ramah, dan lembut. Apabila berjumpa dengan rakyatnya, sang Putri selalu menyapa dengan ramah dan santun. Keluhuran jiwa, kemurahan hati dan kecantikannya inilah yang kemudian menjadikan Sang Putri menjadi buah bibir yang sangat disayang oleh semua rakyatnya. Berita tentang kecantikan dan keluhuran budi Sang Putri ini tersebar luas sampai ke berbagai kerajaan sehingga para Pangeran dari berbagai kerajaan tersebut ingin mempersunting Putri Mandalika untuk dijadikan sebagai permaisuri di kerajaannya.
Oleh karena begitu banyaknya para Pangeran yang datang ingin melamar putrinya, Raja Tonjeng Biru atau Raden Panji Kesuma jadi bingung untuk memilih siapa kira-kira di antara para Pangeran itu yang layak menjadi calon menantunya. Semuanya rata-rata tampan menawan dan gagah perkasa. Karena itu akhirnya sang Raja menyerahkan keputusan tersebut kepada sang Putri sendiri.
Sang Putri Mandalika yang diberi kepercayaan oleh ayahandanya untuk memilih siapa yang akan calon jodohnya segera memutuskan untuk bersemedi, memohon petunjuk kepada Tuhan Yang Maha Adil dan Bijaksana untuk menyelesaikan masalah yang sedang ia hadapi. Sepulangnya bersemedi, Putri Mandalika mengundang seluruh pangeran dan pemuda pada tanggal ke 20 bulan ke 10 (menurut kalender Suku Sasak) untuk berkumpul di pantai Seger (dekat Pantai Kuta, Lombok) pada waktu pagi buta sebelum adzan Subuh berkumandang.
Tunggu punya tunggu, akhirnya tibalah saat yang ditunggu-tunggu. Pada hari, tanggal dan tempat yang telah diputuskan oleh Putri Mandalika, berkumpulah seluruh pangeran, pemuda dan bahkan rakyat kerajaan Sekar Kuning. Mereka terlihat memadati pantai Seger.
Seiring dengan terbitnya matahari, Putri Mandalika beserta Raja, Ratu, dan para pengawalnya datang menemui seluruh undangan. Pada waktu itu Putri Mandalika terlihat sangat cantik mengenakan busana indah yang terbuat dari sutera.
Putri Mandalika beserta pengawalnya naik ke atas bukit Seger dan mengucapkan beberapa patah kata yang ditujukkan kepada seluruh tamu undangan. Berdiri di atas batu di tepi pantai Seger, dengan lantang Putri Mandalika bicara:
“Selamat datang para Pangeran dan orang-orang muda yang gagah perkasa serta rakyat kerajaan Sekar Kuning yang aku cintai. Sesuai dengan janji, aku akan mengumumkan pada hari ini siapa di antara tuan-tuan sekalian yang akan aku pilih menjadi jodohku, lelaki gagah perkasa yang akan menjadi pendamping hidupku di masa depan yang gilang gemilang…”
Putri Mandalika berhenti sejenak, menenangkan hati sembari menelan ludah dan mengamati seluruh hadirin yang hadir dengan wajah tersenyum. Sementara itu para Pangeran menanti dengan hati berdebar-debar penuh harap.
Putri Mandalika melanjutkan bicaranya. “Para Pangeran dan sekalian pemuda yang gagah perkasa, ketahuilah oleh kalian semua, juga kepada rakyatku, bahwa ada satu hal yang sampai saat ini menjadi harapanku. Yaitu kehidupan yang aman tentram, rukun, dan damai di negeri ini. Oleh karena itu, wahai para Pangeran dan Pemuda yang gagah perkasa, yang telah sudi datang melamar ke hadapan ayahanda, aku tidak ingin ada pertikaian dan permusuhan di antara kalian. Aku menginginkan adanya kerukunan dan kedamaian dalam kehidupan di kerajaan ini, aku… aku telah memutuskan…”
Kembali Sang Putri memutus pembicaraannya. Hadirin menunggu tak sabar, masing-masing bergumam atau berbincang dengan temannya. Suasana jadi menegangkan penuh teka teki dalam setiap kepala. Apa kira-kira keputusan Sang Putri, dan kira-kira siapa yang akan terpilih sebagai…
Sang Putri segera menyambung pembicaraannya. “ Aku memutuskan bahwa… Demi kedamaian kita semua, maka… aku memutuskan…. Mohon semua orang, dengarkan baik-baik!”
Kembali Sang Putri diam sejenak. Suasana jadi hening menegangkan. Setelah menghela nafas panjang, Sang Putri kembali bicara.
“Wahai para Pangeran dan sekalian pemuda. aku tahu kalian semua mencintaiku dan ingin aku menjadi istrimu, menjadi pendamping hidupmu. Tapi aku tidak bisa menjadi istri kalian. Aku tidak ingin kalian berkelahi karena aku. Dan aku tidak ingin kalian bersedih juga. Aku ingin kalian semua memiliki aku, tetapi tidak sebagai istrimu. Aku ingin menjadi seseorang yang semua orang bisa memilikinya. Aku ingin berguna untukmu. Aku ingin menjadi Nyale yang kalian semua bisa nikmati bersama, “kata Putri Mandalika dengan nada suara yang gemetar sedih menahan haru.
Raja dan semua orang yang hadir di pantai tersebut tidak mengerti apa yang Sang Putri maksud dalam pembicaraannya itu . Raja kemudian mendatanginya. Tetapi sebelum dia mendekati putrinya, Putri Mandalika melompat ke laut, dan menghilang ditelan gelombang besar.
Keadaan tiba-tiba menjadi kacau. Orang-orang berteriak bingung. Semua pangeran segera berlari ke tepi laut, mencoba untuk berenang menemukan sang putri. Tapi tidak ada satu pun yang berani melompat ke laut karena ombaknya yang besar dan tinggi menggulung-gulung.
Setelah beberapa lama berusaha mencari sang Putri di sepanjang pesisir pantai, tiba-tiba mereka menemukan banyak cacing muncul dari pasir di sepanjang pantai. Raja kemudian menyadari bahwa putrinya telah kembali sebagai cacing laut. Kemudian dia menamakan cacing itu sebagai Nyale .
Sampai sekarang, orang-orang di Lombok selalu berusaha menangkap Nyale, cacing laut yang sangat lezat dagingnya. Itu pula sebabnya mengapa semakin banyak orang datang ke Lombok untuk menangkapnya. Akan tetapi cacing tersebut tidak bisa ditangkap sembarang waktu. Cacing-cacing laut yang disebut Nyale tersebut hanya dapat ditemukan setahun sekali, antara bulan Februari atau Maret. Adapun tradisi menangkap cacing laut itu disebut Bau Nyale .
Dapoer Sastra Tjisaoek, Maret 2022
Diceritakan kembali oleh: Abah Yoyok.