
Desa Kalibening merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Kalibening, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah. Terhitung sampai sekarang terdapat 41.430 jiwa yang tinggal di Desa Kalibening. Desa ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Pekalongan. Desa Kalibening dikelilingi berbagai bukit yang menjulang tinggi, pemandanganya pun masih asri dengan nuansa hijau. Dan suasana di daerah tersebut sejuk dengan kisaran suhu antara 19 derajat celsius.
Selain keasrian daerahnya, terdapat juga sebuah cerita rakyat yang telah turun temurun mengenai asal usul wilayah tersebut, konon nama daerah Kalibening berasal dari cerita sepasang suami istri yang berakhir tragis.
Asal usul Desa Kalibening berawal dari sebuah cerita di mana pada zaman dahulu hiduplah sepasang suami istri yang saling mencintai antara satu sama lain, sepasang suami istri tersebut bernama Argo Wilis dan Aning Welas, mereka tinggal di suatu daerah terpencil tanpa adanya sanak saudara dan keluarga, hal itu di karenakan pada awalnya mereka mengembara dari satu daerah ke daerah yang lain dan meninggalkan sanak saudara hingga akhirnya memutuskan untuk membangun rumah dan menetap di suatu daerah terpencil tersebut karna suasana desa dan warganya yang ramah. Kehidupan mereka bergitu bahagia, mereka memiliki kebun yang di tanami berbagai sayuran, letak kebun tersebut tak jauh dari rumah mereka.
Hingga di suatu hari sang suami yaitu Argo Wilis mmendapatkan tugas untuk mengembara ke daerah sebrang yang kini bernama Pekalongan. Agro Wilis tidak bisa mengabaikan tugas tersebut, dan dengan sangat terpaksa ia harus meninggalkan istri tercintanya sendiri. Dia tidak bisa mengajak sang istrinya untuk ikut mengembara lagi bersamanya karena tak ingin membebani sang istri untuk terus mengembara denganya.
Di pagi hari sebelum fajar terbit, Argo Wilis berpamitan kepada istrinya untuk pergi mengembara, dengan perasaan sedih Aning Welas melepas kepergian sang suami yang kini berjalan semakin menjauh dari rumah mereka hingga hilang di tengah kegelapan. Kepergian sang suami membuat Aning Welas merasa sedih dan kesepian. Ditambah tidak adanya sanak saudara di sekitarnya membuat Aning Welas semakin merasa kesepian.
Setelah kepergian sang suami, Aning Welas hanya tinggal seorang diri di rumah, kemana-mana pun sendirian tanpa didampingi siapa pun. Segala hal dilakukannya untuk mengusir kesepiannya, seperti merawat kebun dan menjadi seorang petani.
Aning Welas yang terlihat selalu sendirian, mendapat perhatian dari para pemuda setempat. Paras cantik dan kebaikan hatinya membuat siapa pun tergoda untuk memandang dan berbincang denganya.
Tak ayal sejak kesendiriran Aning Welas membuat para pemuda dan duda yang berada di daerah tersebut berniat menggoda Aning Welas bahkan sampai berniat meminangnya. Akan tetapi kecintaan Aning Welas terhadap suaminya tidak membuat hatinya goyah dengan berbagai rayuan dan ucapan manis para lelaki yang mendekatinya. Ia hanya tersenyum dan menganggap semua bujuk dan rayuan para lelaki terhadapnya sebagai sebuah lelucon.
Hingga tak terasa, hari berganti hari, bulan berganti bulan bahkan dan kini telah genap satu tahun Argo Wilis mengembara. Rasa rindu yang biasa ditahanya kini tak bisa terbendung lagi. Rasa rindu kepada istrinya semakin menggebu-gebu di lubuk hati Argo Wilis. Masa mengembaranya telah habis dan itu berarti ia dapat pulang untuk menemui sang kekasih tercinta.
Beribu ribu mil jalan, Argo Wilis lewati, dan di sepanjang jalan hanya paras cantik Aning Welas yang tengah tersenyum di depan rumah merekalah yang terus tergambar di pikirannya. Pagi berganti pagi, segala cuaca ia hadapi demi bertemu dengan sang istri tercinta. Hingga pada akhirnya ia sampai di daerah tempat tinggalnya, dari kejauhan terlihat rumah kayu tempat tinggalnya yang kini telah usang warnanya. Dengan perasaan hati gembira Argo Wilis melangkahkan kakinya dengan semangat menuju kediamanya.
Tok tok tok.
“Aning istriku, akang sudah pulang, Ning…” panggil Argo Wilis, menggedor-gedor pintu rumahnya yang terkunci.
Argo Welas terus memanggil-manggil istrinya, namun keadaan rumah begitu sepi, seakan tidak ada satu pun mahluk yang mendiami rumah ini. Kini Argo Welas hanya duduk termenung di kursi panjang depan rumahnya, kepalanya terus memikirkan keberadaan sang istri, hingga akhirnya ia terpikirkan kebun milik mereka yang terletak tak jauh dari rumahnya, dan pasti Aning tengah berkebun di sana, mengingat hari masih siang dan cuaca masih cerah.
Tanpa pikir panjang Argo Wilis segera bergegas pergi ke kebun mereka. Namun di tengah jalan Argo Welas menghentikan langkah kakinya , dari kejauhan ia melihat sang istri sedang duduk berdua dan berbincang dengan seorang pemuda di sebuah gubuk tua tak berdinding, hatinya terasa sakit, rasa rindu dan banyangan pertemuanya dengan sang istri tercinta seketika hancur berkeping-keping. Rasa sakit hati seketika menggelapkan pikiran Argo Welas dan segera menuduh istrinya berselingkuh darinya.
“Aning…!!” teriak Argo Wilis, berjalan mendekati mereka yang tengah duduk berdua dengan raut muka sangar.
Teriakan Argo Wilis mengagetkan mereka berdua, pemuda yang sedang duduk dengan Aning Welas segera berdiri lalu kabur ketakutan tatkala melihat raut muka Argo Wilis yang penuh amarah. Sedangkan Aning Welas hanya berdiri mematung melihat suaminya. Dan dengan cepat Argo Wilis menarik tangan istrinya dan terus berjalan meninggalkan kebun untuk pulang kerumah. Langit yang tadinya cerah seketika mendung lalu gerimis.
Setibanya mereka di rumah, pertengkaran hebat pun terjadi, Argo Wilis yang telah gelap mata terus menuduh istrinya berselingkuh, sedangkan Aning Welas yang kini tengah menangis, terus mengatakan yang sejujurnya bahwa yang dituduhkan padanya tidak benar sama sekali.
“Ternyata begini kelakuanmu selama aku pergi!!, kamu berselingkuh Ning?” Tuduh Argo Wilis, raut mukanya penuh dengan amarah yang terus memuncak.
“Enggak Kang, demi Allah aku ga berselingkuh, tadi kita hanya mengobrol soal tanaman Kang, ga lebih dari itu” ucap Aning Welas dengan air mata yang terus mengalir di pipinya..
“Bohong…!! Kamu hanya wanita pendusta!” bentak Argo Wilis.
Aning Welas sudah tidak tau lagi harus mengatakan apa kepada suaminya. Ia lebih memilih keluar dan berlari ke sebuah sungai di belakang rumah yang saat itu tengah banjir dan berwarna coklat akibat hujan deras yang terjadi semalam. Kemudian Argo Wilis segera mengejar sang istri, namun langkahnya terhenti di ujung jembatan.
Dengan mata berlinang air mata Aning Welas mengucapkan sumpahnya “Aku bersumpah, jika warna sungai ini berubah menjadi jernih maka berarti aku tidak berselingkuh darimu!” ucap Aning Welas dengan lantang.
Argo Wilis hanya berdiri diam di ujung jembatan dan meremehkan sumpah dari istrinya tersebut. Dengan perasaan yang sudah hancur, Aning Welas menutup kedua matanya lalu melompat ke dalam sungai yang tengah mengalir dengan derasnya. Dan tak lama kemudian seketika air berubah warna, yang tadinya coklat terus jernih. Argo Wilis terbelalak kaget tak percaya. Amarahnya seketika menghilang. Dengan cepat ia berlari ke tengah sungai untuk mencari istirnnya dengan perasaan panikk dan sedih.
“Tidak Aning, Tidaaakkk,,,!! Jangan pergi dari Akang!” teriak Argo Wilis dengan penuh rasa bersalah.
Kini mata Argo Wilis terbuka lebar, ia sadar bahwa istrinya berkata jujur. Yang dirasakanya kini hanyalah perasaan menyesal karena tidak mempercayai istrinya. Namun penyesalanya percumah. Istri tercintanya telah pergi, hanyut terbawa derasnya air sungai. Dan dari kisah inilah pada akhirnya daerah tersebut dinamakan sebagai Kalibening yang berarti air yang jernih.
Diceritakan kembali oleh Lina Gustiana lahir di Banjarnegara 5 Agustus 2000. Mahasiswa program studi Peendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UMP. Ia saat ini tinggal di Pandanarum Banjarnegara.