Keroncong Tugu
Musik keroncong merupakan sebuah musical hybrid, genre hasil akumulasi dari berbagai elemen barat (Portugis dan Belanda) dan non-Barat (Arab, India, Cina, Ocean, Betawi dan Jawa). Peninggalan musik Portugis di Sunda Kalapa dapat dikatakan nihil. Penelusuran tentang pengaruh musik Portugis di Indonesia harus dilacak dari wilayah lainnya, yaitu di maluku, karena Portugis berhasil bertahan di sana lebih dari seabad (Ganap, 2006: 2). Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Judith Becker (1975:14).
Kroncong was brought to Eastren
Indonesia (the Moluccas in particular)
along with a guitar-like instrument
by Portuguese sailors and seems to
have been rapidly accepted by the
indigenious populations.
Seni musik yang kental dengan pengaruh Portugis itu dibawa ke Kampung Tugu di Jakarta pada abad ke – 17. Keroncong Tugu, sesuai dengan sebutannya, merupakan orkes keroncong khas Kampung Tugu, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara (Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, 1986: 36). Keroncong Tugu (Krontjong Toegoe) dahulu kerap disebut Cafrinho Tugu. Orang-orang keturunan Portugis (Mestizo) telah memainkan musik ini sejak masih bernama keroncong asli pada sekitar 1661. Musik ini diperkenalkan oleh orang-orang Portugis dan dijaga kelestariannya oleh keturunannya. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila jenis iramanya pun banyak berciri unsur kesenian bangsa Portugis. Pengaruh Portugis itu dapat diketahui dari jenis irama lagunya, misalnya Moresko, Frounga, Kafrinyo, dan Nina Bobo (http://lembagakebudayaanbetawi.com/artikel/seni-budaya/musik/orkes-keroncong).
[iklan]
Keroncong Tugu dahulu dimainkan pada saat upacara ‘Pesta Panen” dan pesta pertemuan keluarga. Musik Keroncong Tugu tidak jauh berbeda dengan keroncong pada umumnya, tetapi juga tidak sama persis. Musik Keroncong Tugu berirama lebih cepat, yang disebabkan suara ukulele yang dimainkan dengan cara menggesek/memetik seluruh senarnya. Berbeda dengan musik keroncong Solo atau Yogyakarta yang berirama lebih lambat.
Pada awalnya, Keroncong Tugu dimainkan oleh 3 atau 4 orang. Alat musiknya hanya berupa 3 buah gitar, yaitu gitar frounga yang berukuran besar dengan 4 dawai, gitar monica yang berukuran sedang dengan 3-4 dawai, dan gitar jitera yang berukuran kecil, dengan 5 dawai. Kebanyakan syair lagu-lagunya masih menggunakan bahasa Portugis. Meskipun syairnya berbahasa Portugis, pengucapannya sudah terpengaruh dialek Betawi Kampung Tugu. Selain itu, alat musik Keroncong Tugu ditambah dengan suling, biola, rebana, mandolin, cello, kempul, dan triangle (besi segi tiga).
Irama lagu Keroncong Tugu hampir semuanya menggunakan ketukan 4/4 dan seluruh nadanya menggunakan nada mayor. Irama lagu yang seperti ini membuat irama musik Keroncong Tugu dapat digunakan untuk mengiringi tarian atau dansa. Akan tetapi, ciri khas yang utama dari Keroncong Tugu adalah Keroncong Moresco, yang merupakan jenis irama paling tua. Dari jenis Keroncong Moresco muncul keroncong pada umumnya. Dalam catatan sejarah, lagu Keroncong yang pertama di Indonesia berjudul Keroncong Moresco. Kini, grup musik keroncong tugu yang masih ada adalah Krontjong Toegoe, Krontjong Cafrinho Toegoe, dan Krontjong Toegoe Junior.
Musik Keroncong Tugu memang merupakan warisan Portugis berdasarkan nilai-nilai historis yang dimilikinya, tetapi secara definitif merupakan sebuah gaya musikal Indo-Belanda jika dipandang dari sudut sosial budayanya (Ganap, 2001:9). Hal ini kemudian yang menjadi ciri khas dan keunikan tersendiri bagi musik Keroncong Tugu, yang masih bertahan di tengah gempuran musik-musik modern lainnya. (diambil dari berbagai sumber. NS).