![](https://mbludus.com/wp-content/uploads/2024/05/Jari-potong.jpg)
Mitos Gerhana Bulan
Gerhana Bulan adalah peristiwa alam yang cukup fenomenal dalam kehidupan manusia. Peristiwa ini terjadi ketika sebagian atau keseluruhan penampakan bulan tertutup oleh bayangan bumi. Dengan kata lain, Gerhana Bulan akan terjadi apabila bumi berada dalam posisi satu garis lurus di antara matahari dan bulan, sehingga sinar matahari tidak dapat mencapai bulan karena terhalang oleh bumi.
Dalam tradisi dan budaya masyarakat di Indonesia dikenal beberapa mitos yang berhubungan Gerhana Bulan. Walaupun sulit diterima nalar, namun masih saja ada yang meyakini kebenaran dari mitos tersebut sampai di era modern sekarang ini. Khususnya di Jawa, masyarakat meyakini bahwa Gerhana Bulan terjadi karena bulan dimakan oleh Betara Kala, sehingga perlu dilakukan ritual tertentu apabila fenomena alam Gerhana Bulan itu terjadi. Gerhana Bulan seringkali dikaitkan dengan mitos dan hal-hal yang berbau mistis yang bisa mendatangkan mudharat bagi hidup dan kehidupan seseorang . Sehingga dengan demikian, peristiwa Gerhana Bulan tersebut perlu diantisipasi dengan ritual-ritual tertentu.
Beberapa ritual yang berkaitan dengan mitos dalam peristiwa Gerhana Bulan yang sampai saat ini masih dilakukan oleh sebagian masyarakat di Indonesia antara lain:
- Memukul lesung
Sebagian masyarakat di daerah Jawa percaya bahwa Gerhana Bulan yang terjadi adalah disebabkan oleh bulan sedang ditelan oleh Batara Kala, si raksasa jahat. Memukul-lesung (alat penumbuk padi) buat mereka yang percaya pada mitos ini, emukul lesung sama halnya dengan memukul jasad Betara Kala yang sedang menelan bulan. Batara Kala akan merasa gelid an mual sehingga akhirnya akan memuntahkan kembali bulan yang ia telan.
- Memukul Kentongan atau Gong.
Berbeda dengan orang Jawa, masyarakat suku Dayak akan membunyikan Gong atau kentongan bambu atau benda apa saja yang bila dipukul bisa mengeluarkan bunyi ketika Gerhana Bulan terjadi. Masyarakat Dayak percaya, gerhana terjadi karena bulan ditelah mahluk gaib yang bernama Ruhu.
Tradisi memukul kentongan ketika muncul Gerhana Bulan juga dilakukan oleh masyarakat Tidore. tradisi ini dikenal sebagai tradisi Dolo-Dolo. Memukul kentongan yang terbuat dari bamboo secara bersama-sama. Tujuannya juga sama, yaitu mengusir raksasa yang menelan bulan.
- Menggoyang Pohon
Masyarakat Dayak Ngaju lain lagi tradisinya. Saat Gerhana Bulan terjadi, mereka memukul mukul atau menggoyang-goyang pohon buah-buahan untuk membangunkan Gana , ruh dari pohon tersebut. Maksudnya supaya pohon tersebut bisa berbuah lebat.
- Mencuri beras tetangga.
Nahlo, ini aneh. Tradisi koq berbau kriminil. Mencuri. Tapi jangan salah, pencurian di sini tidak bermakna negatip. Tradisi mencuri beras tetangga ini dilakukan oleh masyarakat Bugis di kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Bagi masyarakat Bugis, mencuri beras tetangga merupakan tradisi yang mereka lakukan saat terjadi Gerhana Bulan. Beras yang curi pun hanya segenggaman tangan saja. Tidak ada tetangga yang merasa dirugikan akibat pencurian ini, karena mereka juga melakukan hal yang sama. Konon kabarnya, segenggam beras hasil curian itu bisa diolah jadi bedak yang dapat membuat siapapun pemakainya akan kelihatan cantik.
[iklan]
- Membuat Nasi Liwet
Selain memukul-mukul lesung, apabila terjadi Gerhana Bulan, masyarakat Jawa juga akan membuat nasi liwet apabila dalam keluarga ada perempuan yang sedang hamil. Ketika gerhana terjadi, ibu atau kerabat dari perempuan yang hamil itu mulai menanak nasi. Sementara orang menanak nasi, perempuan yang hamil, dengan dipandu oleh sesepuh kampong, menggigit potongan genteng sembari mengelus-elus perutnya. Si Perempuan yang hamil itu lalu diminta untuk masuk ke kolong tempat tidur sampai tiga kali dengan mulut masih terus menggigit pecahan genteng. Bersamaan dengan keluar masuknya si perempuan hamil di kolong tempat tidur, bocah-bocah diminta untuk bergelantungan di pohon di halaman rumah. Semua yang dilakukan itu adalah semacam harapan agar bayi dalam kandungan dapat lahir sempurna tanpa cacat.
Demikianlah, mitos Gerhana Bulan ini masih saja dijalani oleh sebagian dari masyarakat di Indonesia. Soal benar tidaknya, wallohu alam bi sawab. Tak cukup akal sehat untuk menolak atau menerimana. (AY)