Kashmir Surganya Ujung Dunia
Keputusan ikut tour milik kawan saya adalah bukan tanpa alasan dan satu hal yang tidak pernah saya sesali meski sebelumnya saya ragu-ragu. Mengapa Kashmir? Mengapa India? Bukankah ada seratusan negara lain yang belum pernah saya kunjungi di muka bumi ini? Tetapi mengapa tidak? Saya sudah beberapa kali kunjungi Amerika. Pantai timur New York dengan julukan big apple nya hingga pantai barat dengan Californianya. Saya sudah beberapa kali kunjungi Jerman, Belanda, Perancis dan banyak negara lain di Eropa barat hingga timur. So, mengapa saya tidak ke India? Setelah Maroko dan Rusia juga pernah saya kunjungi.
Akhirnya keputusan pergi ke Kashmir lewat India adalah bulat. Dengan pengurusan visa yang tidak sulit. Bisa online. Tetapi mohon hati-hati karena banyak sekali penipuan. Kawan saya hampir tertipu 20000 rupee atau sekitar 5 juta karena salah masuk alamat web. Jika ada orang yang mengaku dari kedutaan dan menawarkan pengurusan Visa ekpress dan lain-lain? Segera blokir. Pihak kedutaan India tidak pernah menghubungi balik apalagi menelpon langsung. Visa akan selesai prosesnya kira-kira 5 hari kerja. Dan gratis alias tidak dipungut biaya. Jangan salah masuk halaman situs, yaa… karena penipuan oleh oknum orang-orang India termasuk canggih. Banyak dari mereka yang menguasai teknologi dan mempergunakannya untuk hal yang tak baik. Segera blokir jika ada yang menghubungi apalagi bicara soal uang. Masuk ke halaman situs www.indianvisaonline.gov.in. Pilih e-Visa application atau aplikasi e-visa.
- Isi formulir e-visa data diri pribadi anda sesuai paspor.
- Akan ada pertanyaan seperti tempat wisata atau daerah yang akan anda kunjungi di India beserta nomor kontak rekan atau hotel tempat anda akan menginap selama di India.
- Lalu anda akan diminta unggahan foto dan halaman paspor bagian depan. Pastikan paspor anda masih berlaku selama enam bulan ke depan.
- Anda diminta untuk memeriksa kembali apakah semua isi formulir sudah benar dan sesuai.
- Anda tinggal menunggu e-Visa anda apakah akan lolos atau tidak. Jika lolos, maka dokumen e-Visa akan dikirim ke email anda dalam kurun waktu 3×24 jam. Dan segera print out ketika sudah mendapat email e-Visa tersebut. Karena akan dibutuhkan ketika tiba di India. Pihak imigrasi di India akan memainta kertas print out
Saya pergi ke Kashmir dengan menggunakan trip OTe. Satu Open Trip terbanyak pesertanya ke dua se-Indonesia tahun ini. Dengan biaya yang bisa dibilang tak terlalu mahal dibanding saya membeli paket dari travel lain.
Mendarat di New Delhi India adalah suatu pengalaman berbeda. Bandaranya bernama Indira Gandhi yang belum secanggih Ultima Seokarno Cengkareng memang. Saya mulai melihat banyak wanita memakai pakaian saree khas India. Pipis di toiletnya ada satu dua ibu yang tak mau antri. Khas tipikal negara yang banyak penduduknya. Kami tiba sudah pukul 10 malam. Tak banyak yang dilihat kecuali bandara yang ramai, mulai terlihat bajaj meski di bandara dan pria memakai turban.
Tiba di hotel hampir pukul 11 malam dan adalah pertama kali saya memasuki sebuah hotel yang memakai pagar. Serius. Membuka pagarnya pun masih manual karena harus diangkat dua orang petugas pria. Ternyata sudah biasa di sana gedung-gedung masih memakai pagar. Malam pertama di India saya mendarat di New Delhi adalah di sebuah hotel sekitar bandara. Esok pagi setelah breakfast kami akan melanjutkan perjalanan ke Srinagar India.
Malam pertama tidur di India saya sendirian. Kamarnya besar. Kasurnya lumayan. Tetapi lantainya masih jaman baheula kala saya injakan kaki di rumah-rumah Indonesia tahun 80an. Sudah tak ada lantai seperti itu di hotel-hotel di Indonesia. Hehehe. Malam itu saya tidur tanpa mengganti baju. Saya hanya cuci muka dan sikat gigi. Saya malas buka koper dan mengacak-acak. Toh besok jam 7 paginya sudah ditunggu sarapan jika tak ingin ditinggal ke Bandara. Dan saya bangun pagi terlambat akibat tidur lelap. Ketika orang lain sudah berfoto-foto dan sarapan? Saya betulan baru bangun. Padahal alarm sudah di set. Saya berlari. Koper-koper saya tinggalkan depan pintu hotel. Memang seperti itu aturannya. Karena nanti akan ada petugas yang mengumpulkan koper-kooper tersebut untuk dimasukan ke dalam bis. Dan uang tip sudah kami kumpulkan secara kolektip semalam tadi. Saya berlari ke restoran. Sempat mengambil sebutir telur dan minum kopi sambal berjalan ke parkiran setelah sebelumnya saya tinggalkan gelas di meja lobi. Seperti itu.
Keluar dari pesawat di bandara India adalah lebih mudah daripada mau masuk dan terbang keluar. Seperti semalam ketika kami mendarat dimana ratusan orang penumpang dengan bawaan puluhan kilo mengular dan tak mau tertib. Hanya ada 3 mesin pemindai dan dua orang petugas. Dan antrian makin kacau semakin dekat ke arah mesin pindai. Orang-orang mengacak tak mau antri. Petugas menunjuk random siapa saja penumpang yang harus membuka barang bawaannya untuk diperiksa. Mirip bandara Soeta lama tetapi ini lebih kacau. Aku yang duluan jalan depan rombongan akhirnya main serobot juga. Gimana mau antri? Secara di depan kami pun? Orang-orang tak mau antri alias acak-acakan. Alhasil, teman-teman mengekor saya. Dengan pede saya keluar, hingga akhirnya petugas tak memeriksa. Tentu saja daku pede. Daku tak membawa sesuatu apa pun yang terlarang. Dan aku ke India untuk berlibur, bukan menyelundupkan barang. Kami lolos tak sampai 15 menit berhasil keluar area bandara. Padahal beberapa teman konon membawa abon sapi yang terlarang tea. Hihihi.
[iklan]
Tapi jangan berharap itu ketika mau masuk bandara segalanya akan mudah. Seperti pagi itu kami akan bertolak ke Srinagar. Jauh sebelum check in desk pun, petugas tentara berseragam lengkap dan bersenjata memeriksa semua penumpang dan bawaannya satu persatu. Kebayang kan? Ratusan penumpang yang meski dilayani beberapa pintu? Tetap saja antrian mengular. Yup. Jika kamu akan pergi dari bandara mana pun di India, tak peduli kemana pun tujuannya? Siap-siap dengan proses check in yang bikin kamu geleng-geleng kepala. Karena semuanya memakan waktu. Minimal kamu harus tiba di bandara 2 jam untuk check in domestic. Dan 4 jam untuk check in internasional. Trust me.
Akhirnya saya dan rombongan masuk pesawat. Saya duduk di jendela. Durasi perjalanan hanya memakan waktu 1 jam 25 menit. Tetapi karena waktu itu sinar matahari alangkah terik, maka saya memilih menutup jendela segera setelah pesawat take off. Apa yang bisa dilihat kecuali sinar matahari yang menyilaukan mata. Saya lebih mengobrol dengan kawan rombongan sebelah saya yang seorang guru dan tinggal di Bogor. Nasib. Satu jam mengobrol saking asiknya kami baru sadar ketika penumpang lain heboh memandang ke jendela dan mengambil kamera masing-masing. Entahlah kapan itu dimulai? Yang pasti karena kehebohan itu maka saya lalu membuka jendela dengan rasa penasaran akan apa yang terjadi. My God… saya hampir melewatkan pemandangan menakjubkan salah satu ciptaanNYA. Pantas banyak penumpang merekam dan berdecak kagum. Itu adalah pemandangan yang membuat saya segera mengambil kamera dan mulai mereka. Bagaimana tidak? Pemandangan gunung-gunung indah yang tertutup salju. Sejauh mata memandang hanyalah gunung-gunung dan salju. Masya Allah. Andaikan saya dari awal membuka jendela? Sudah pasti lebih banyak hal menakjubkan lain yang bisa saya lihat. Pantas saja Kashmir dijuluki ‘surga bumi dunia’ karena memang tak salah. Betapa pemandangan negeri itu sungguh indah.
Fakta Tentang Kashmir
Kashmir terletak di tengah-tengah antara Pakistan-India dan China. Secara administratif Kashmir dikuasai tiga negara besar itu yang memperebutkannya sejak tahun 1947 terutama antara Pakistan dan India. Kontak senjata masih sering terjadi disekitar perbatasan ketiga negara tersebut. Tak heran ketika pesawat akan mendarat, terbalik, karena kami semua harus menutup jendela pesawat sesegera mungkin. Tank-tank besar terlihat parkir di ujung landasan. Tentara berseragam dengan senjata akan kamu lihat di mana saja. Pasar, bank, sekolah dan banyak jalan yang diblokade hingga kami harus memutar jalan sejak keluar dari terminal bandara Srinagar. Sebetulnya dua minggu sebelum berangkat ada insiden penembakan pesawat di Kashmir. WAG kami sudah ramai sekali membahas itu bahkan 11 peserta membatalkan penerbangan meski tiket sudah dibeli sejak setahun sebelumnya dan tak bisa dikembalikan karena itu tiket promo. Tapi untungnya masih ada 19 orang yang mau berangkat. Kekeuh. The show must go on. Dan pada akhirnya setelah berlibur selesai saya tentu merasa bersyukur dan tidak menyesal telah mengunjungi Kashmir.
Keluar bandara Srinagar, hellow… kami mulai melihat suasana berbeda. Tentu. Pria-pria dengan pakaian Kurta. Jarang terlihat yang memakai turban di sini karena memang penduduk mayoritas Khasmir adalah muslim. Suasananya? Saya susah menjelaskannya. Tetapi memang seperti itulah mungkin suasana atau keadaan jalanan mereka. Khas negara-negara dunia ke tiga. Pasar-pasar tumpah di pinggir jalan. Orang-orang berjalan kaki cepat. Masih banyak ditemui orang membawa gerobak yang ditarik oleh sapi. Kebetulan itu adalah hari jumat. Toko-toko banyak yang tutup. Iklan-iklan Handphone produk china ada di mana-mana. Gambaran kotanya? Kusam untuk saya. Seperti kota yang bermasa depan suram. Dibanding saya yang tinggal di Tangsel di mana segala Mall banyak berdiri? Di Kashmir? No. Jangan berharap melihat Mall. Gedung- gedung yang mentereng? Tak ada. Rata-rata bangunannya bercat kusam. Atau warna-warna tanah dan alam. But, hey…!! Saya tidak memandang itu. Saya memandang bahwa saya adalah mahluk ciptaan Tuhan yang sekarang ini sedang mengunjungi Kashmir. Jika kamu hanya mengukur kebahagiaan manusia dari gedung-gedung gemerlap tinggi dan mal- mal besar? Wew… kasian deh kamu…
Dal Lake is About Houseboat
Malam itu kami akan langsung dibawa Dal lake dan menginap di Houseboat Shangrila. Tetapi sebelumnya kami diajak mampir ke taman Indira Gandhi Memorial Tulip Garden. Taman seluas 30 hektar dengan pemandangan danau Del dan latar belakang gunung Zabarwan yang indah. Di sinilah festival tulip terbesar se-Asia biasanya diadakan. Sayangnya waktu itu saya datang bulan Maret. Belum ada sekuntum bunga tulip pun yang tumbuh. Karena musim semi baru mulai bulan april dan akan bermekaran hingga bulan mei.
Menuju ke Dal Lake di mana kami akan menginap di house boat bernama Shangrila. Jangan berpikir kamu akan masuk ke hotel macam Shangrila Jakarta atau Surabaya. Karena masuk ke house boat bernama Shangrila itu adalah kami lewati perkampungan. Disebut kumuh sih tidak, tapi kami masih melihat kandang ayam, lapangan sepak bola milik penduduk dan anak-anak bermain berlarian sambal telanjang kaki. Sesuatu yang langka dilihat di kota. Tak usah heran ketika kaki kamu menapak tanah merah dan rumput-rumput. Beberapa teman dirombongan menahan senyum. I know. Mereka adalah tamu-tamu kaya dari Indonesia. Pertama kali ke Kashmir dan India bagi beberapa. Dan kami lewat jalan belakang di mana kolong dari houseboat sendiri yang sedikit banyak sampah mungkin terbawa arus air. Hehehe. Saat itu hari sudah sore. Kami disambut Mr. Sunshine. Betulkah itu nama asli? Maybe namanya Hasjim tapi terdengan Sunshine? Terserah. Yang pasti beliau tetap menyebut dirinya bernama Sunshine ketika esok pagi kami bertemu ketika beliau menyiapkan sarapan. Cekikikan teman-teman lalu hilang tak terdengar. Termasuk saya. Pasti karena terpana dengan pemandangan di depan houseboat-houseboat yang berjejer rapi. Dua di antaranya untuk rombongan tempati karena kami dibagi menjadi dua group. Danau dengan luas area 22 km dan Istana milik kerajaan dikejauhan sebelah kiri dan pemandangan gunung-gunung sub Himalaya lalu membuat kami terdiam untuk beberapa saat. Houseboat berjejer terbuat dari kayu dengan dekorasi tradisional ala kerajaan India. Karpet. Hordeng dengan warna-warna merah dan aksesori-aksesori ramai berwarna cerah lalu suasana senja yang memerah. Saya terdiam. Jika yang lain bergegas mengeksplore ruangan dalam houseboat dengan kamar-kamar yang silahkan dipilih ingin dibagian mana pun? Saya masih berdiri mematung sendirian di teras depan the house boat yang kami tempati untuk dua malam. Sendirian depan danau sambal menikmati Ciptaan Tuhan. Dan saya bersumpah, harus bisa mengambil foto esok hari satu jam sebetulum matahari terbenam hingga saya bisa menikmati semburatnya. Karena saya tak tahu kapan lagi bisa mengunjungi tempat itu.
Masuk ke dalam houseboat ketika hari sudah magrib dan semua orang sudah dengan pilihan kamar masing-masing. Saya tak usah khawatir karena saya berkamar dengan Dewi Dewo serta Nenot dan mereka sudah dalam kamar dengan satu ranjang ukuran double dan single semua dengan penghangat di Kasur. Ada kabel yang menyambung ke dalam matrass Kasur hingga kamu akan merasa hangat dengan suhu yang sudah diatur. Kamarnya bersih, berkarpet meski dengan harum yang sedikit apek. Pasti. Ini musim dingin dan semua material houseboat adalah terbuat dari kayu. Houseboat yang panjang dengan deretan kamar-kamar. Agak gelap jika mau ke kamar ujung meski itu adalah kamar terbaik menurutku karena hangat. Dua orang kawanku beruntung memilih kamar diujung. Wifi ada. Tetapi jangan berharap sekencang di Indo yang rata-rata sudah 4G. Mandi dan makan malam bersama. Itu rencananya. Tetapi kami malah cekikikan sambil benah-benah dan tak tahan keluar kembali. Duduk di ruang tamu bersama peserta lain. Mr. Sunshine sudah menghidupkan pemanas tradional di mana sebuah tungku terbuat dari tembaga, ada arang-arang di dalamnya. Panasnya menghangatkan seluruh ruangan. Kami duduk bersama minum teh dan kue-kue yang disediakan. Entahlah. Mengapa rasa teh manis di daerah dingin itu begitu nikmatnya. Berbeda jika kita meminumnya di Jakarta. Lord.
Makan malam disiapkan setelah mandi. Mandi adalah kewajiban yang butuh sedikit perjuangan di samping rasa malas. Ini adalah rumah perahu. Air panas terbatas. Siapa cepat dia dapat. Untung saya mandi pertama kali, so, saya tak masalah. Kasihan kawan saya yang terakhir mandi. Karena separo waktu ritual mandinya harus diselesaikan dengan guyuran air dingin. Kebayang. Padahal dia keramas dan seluruh tubuhnya tertutup busa sabun. Hihihi. Makan malam bersama. Jangan complain menunya. Malam pertama di Kashmir makanan tentu kari dengan rasa rempah dan roti. Tetapi ketika esoknya ketemu itu lagi.. itu lagi? Kamu bisa tensi tinggi. Untungnya kami semua sudah sering bepergian. So, mie instan, abon, saos tomat, teri kacang dll selalu ada dalam koper masing- masing.
Tidak ada Televisi… dan wifi yang lemot. Juga tempat tidur yang berbau lembab. Indonesia adalah negara tropis. Jika kita tidur di hotel di mana pun? Pasti bau spreinya membuat kita terlelap karena kelembutan harumnya. Di rumah houseboat itu? Duh.. malam itu saya merasa agak kesulitan tidur. Karena terbuat dari kayu, maka ada sekit celah yang menghebuskan angin dingin dari luar meski halus. Mungkin saya manja? Belum terbiasa or turis manja dan banyak mau? Kenyataannya? Hampir pukul dua belas malam ketika saya sudah mendengar teman-teman sekamar saya mendengkur. Alamak. Suara lolongan anjing liar terdengar di mana-mana. Itu mirip lolongan srigala karena purnama yang jika kita nonton di film-film horor adalah bunyi sebelum mahluk gaib bergentayangan. Owh… Apakah aku takut? OMG… mungkin saya sedikit punya kelainan jiwa. Karena kenyataannya? Saya justru seperti merasa di tengah hutan belantara. Sepi sekali. Lalu gemuruh angin. Saya justru menikmati saat-saat seperti itu. Mengapa saya harus takut? Ada dua orang teman sekamar lain dan belasan orang dalam houseboat. Why, aku harus takut? Aku hanya sedikit repot karena dingin yang menusuk tulang padahal selimut tebal dua lapis dan guling sudah dipelukan. Tak lama semua lampu padam. Oala… ternyata di sana listrik dibatasi. Genset? Atau memang pemadaman semuanya atau hanya di houseboat kami? Entahlah. Ternyata memang sudah peraturan di hampir semua houseboat jika listrik akan padam sejak pukul satu hingga pukul lima subuh. Yang pasti, tak lama saya tertidur nyenyak justru karena suara lolongan-lolongan hewan dari kejauhan dan kegelapan malam. Jelang pukul lima subuh listrik kembali menyala. Dan aku makin terlelap bukannya salat. Secara dari kejauhan suara-suara azan terdengar sayup.
Breakfast hari ke dua di India dan hari pertama di Kashmir… waktu itu kami disuguhi kembali makanan India. Tak ada roti dengan keju dan selai ala barat. No. Rotinya adalah roti India. Dan kembali makanan berempah disuguhkan. Mandi pagi itu? Kami tak berebut. Air panas banyak. Lagipula percuma berebut? Di musim dingin seperti ini rasanya orang-orang tak akan berlama-lama mandi di pagi hari. Terlalu dingin. Dan bukankah semalam sudah mandi dan keramas? So, pagi itu saya hanya mencuci muka dan sikat gigi dan mandi koboi alias mandi kilat. Baluran minyak kayu putih. Lotion. Make up. Parfum lalu memakai mantel tebal dan sepatu boot siaplah aku hari itu menjelajah Kashmir.
Hari itu acara kami sudah dimulai dengan naik perahu menyusuri danau. Tapi jangan menghayal kamu menyusuri danau itu sambil menikmati pemandangan indah. Karena perahu kamu akan didatangi perahu-perahu lain. Ya, mereka adalah pedagang segala macam. Kamu mau membeli apa saja ada di sana. Kain saree, baju-baju kaftan ala India, pashmina, aneka cendramata, tas hingga bunga segar yang konon hanya tumbuh di dasar danau itu dan harumnya sungguh seperti wewangian surga. Jika kamu siap? Kamu bisa keluarkan isi dompet karena kamu tak bisa menolak karena mereka begitu agresif dan tak memberikan kamu pilihan lain. Waktu itu saya dan teman-teman sekamar juga sempat terganggu. Karena kita berhasil menolak satu perahu, maka akan tiba perahu lain. Lalu ketika kita berhasil halau pun, tetap datang perahu lain, lagi dan lagi hingga kita tak punya waktu bahkan untuk sekedar berfoto atau menikmati pemandangan. Ternyata seperti itulah masyarakat di situ mencari nafkah. Mereka berdagang segala bahkan masuk ke dalam houseboat kamu dan menggelar dagangan di ruang tempat kami minum teh bersama-sama. Mereka memang sopan. Tapi mereka terlatih jika boleh dibilang setengah memaksa. Percuma. Kamu tolak satu, akan datang sepuluh lain menunggu kamu dan menawarkan dagangan mereka. So, satu jam naik perahu bersampan hingga ke tepi adalah bukannya menikmati suasana tetapi sibuk menolak para pedagang. Meski demikian akhirnya saya membeli. Semua kawan-kawan saya seperahu juga membeli. Satu houseboat itu juga akhirnya membeli. Tidak hanya satu item barang karena kami akhirnya kami membeli aneka cenderamata, baju kaftan, hingga saree. Meski ketika sampai di Indonesia kamu baru sadar jika bahannya terlalu panas. Tentu. Saya datang di musim dingin? Maka pakaian yang mereka jual adalah bukan untuk cuaca panas. Make sure kamu membeli dari jenis sutra hingga kamu bisa pakai di Indonesia.
Visit Safforn Filed dan Awantipura Ruins
Tadinya kami akan mengunjungi Safforn Field di Srinagar. Tetapi ini musim dingin. So, kami ganti jadi mengunjungi masjid Jamia di Srinagar yang katanya sudah berdiri sejak 600 tahun lalu. Masuk ke masjid berpagar yang agak kusam pekarangan luar pagarnya dan pengemis dimana-mana. Ada pasar yang ramai di depannya. Suasananya mirip di film-film India. Mungkin itu keadaan Jakarta jaman masih dijajah? Pria-pria dengan baju-baju jubah berwarna hijau dan abu-abu alias warna-warna musim dingin nan kelabu. Lalu tembok luar yang ada bagian sebelum pintu masuk berbentuk meja. Di mana banyak bekas nasi-nasi yang tumpah. Konon itu seperti sedekah untuk orang-orang tak mampu. Mereka dibagikan makanan dan makan di sana memakai tangan. Kumuh dan kotor? Iya. Tapi kamu jangan anggap sepele. Meski keadaannya demikian? Satu peserta ditegur seseorang yang baru selesai sembahyang mungkin. Mengapa? Tidak boleh merokok. Tak sopan katanya merokok dalam masjid. Hehehe… keren. Ya.. di India saya jarang sekali melihat orang merokok.
Kembali ke keadaan pasarnya… Bagi kita yang tidak biasa melihat pemandangan seperti itu. Tentu suatu pengalaman baru. Kulit kita kuning-kuning langsat. Pakaian indah. Wangi-wangi pula karena sudah dandan mempersiapkan foto-foto. Tetapi mau pose seperti apakah di masjid? Dikintil pengemis-pengemis pula. Tour guide kami yang orang India sempat ngambek kepada beberapa pengemis dan akhirnya tak ijinkan kami berlama-lama di luar komplek masjid. Pastinya. Dimana kami sudah memakai sepatu-sepatu keren. Mantel-mantel indah. Tau sendiri dong? Bagaimana biasanya turis-turis Indonesia berpakaian demi menghasilkan foto-foto indah cetar membahana? Meski kadang saya merasa salah kostum. Kashmir terlalu sederhana dan jauh beda jika dibandingkan Eropa. Kami hanya satu jam di masjid tersebut. Buru-buru menuju Awantipura Ruins. Untungnya dipasar itu aku sudah membeli 3 pasang kaos kaki, dua sarung tangan semaunya 100 rupee saja. Murah kan? Pastinya. Uang kita hanya 30 ribuan saja.
Awantipuri adalah satu objek wisata yang dilewati jika kita menuju Pahalgam. Berjarak sekitar 25 Km dari kota Srinagar. Ditemukan oleh raja Avantivarman dan konon dibangun antara 854-883 Masehi.
Hari itu kami tiba kembali cepat ke houseboat karena salah seorang peserta berulang tahun dan kami akan malam kejutan di sana. Saya punya waktu mengelilingi danau dengan sampan yang saya sewa sendiri hingga ke tengah. Sendirian. Karena teman-teman yang lain sibuk dengan urusan masing-masing. Saya keluar houseboat dan tak lama saya melihat dua perahu bersandar di bawah houseboat tempat kami menginap. Saya ungkapkan keinginan saya kepada mereka, dan salah satunya bersedia tunaikan keinginan saya. Baik sekali pria bernama Shaleem yang mau mengantar saya sampai ke tengah. Konon dia dan rekan-rekannya sesama manusia perahu saya sebut, sering bermalam di perahu mereka itu hingga berminggu-minggu tak pulang. Dengan uang sewa yang terserah saya, dia mau menemani saya senja itu berfoto-foto sekeliling. Saya memotret banyak. Saya bahkan bersalawat nabi dan berzikir tak henti kala melihat pemandangan sekitar danau yang sungguh menakjubkan. Pegunungan sub Himalaya yang puncaknya tertutup salju terlihat meski dari kejauhan. Sayup-sayup terdengar azan. Semburat di langit jingga lalu memerah berganti dan hilang perlahan menjadi malam adalah satu pengalaman yang sangat berarti untuk dialami. Saya memberikan uang 500 rupee kepada Shaleem untuk tour sekitar 45 menit di Dal Lake dan kami berteman hingga hari ini di medsos.
Pahalgam
Berkuda di Khasmir Valey adalah suatu pengalaman yang harus kamu lakukan di Kashmir. Dengan uang sewa 200ribu uang rupiah sudah termasuk tip, mata kamu akan dimanjakan pemandangan indah dan menakjubkan. Serasa kamu ada di pegunungan Swiss. Salju terhampar di mana-mana. Deretan pohon-pohon pinus. Wow. Betapa itu sesuatu pengalaman yang tak ada duanya. Andaikan waktu itu saya mengajak anak-anak? Pasti mereka akan suka. Jangan khawatir tentang menunggang kuda meski kamu belum pernah. Karena kamu akan ditemani oleh para pemandu. Anak-anak muda yang setia menuntun kuda yang kamu tunggangi selama sekitar sejam pulang pergi hingga ke puncak bukit dimana pemandangan sungguh indah. Jika kamu pergi ke Swiss? Saya rasa tak ada objek wisata yang menawarkan berkuda. Jika pun ada? Di Eropa pasti mahal.
Mengapa saya harus membandingkan dengan Eropa? Tentu. Karena selain Kashmir, tempat bersalju yang pernah saya kunjungi adalah Eropa. Pemuda-pemuda baik dengan pembawaannya sederhana. Mungkin karena negara mereka selalu dalam keadaan perebutan kekuasaan, maka tak heran banyak anak-anak muda di sana yang hanya mengandalkan tenaga dan kerja keras mereka untuk mencari nafkah. Pun ketika kamu selesai berkuda dan menuju makan siang di suatu restoran, maka para penduduk lokal akan menawarkan kamu banyak dagangan. Sama seperti di houseboat suasananya. Kamu harus susah payah menolak apa pun yang mereka tawarkan setengah memaksa. Selesai makan siang kami dipandu untuk kembali ke parkiran dimana kendaraan kami menunggu untuk kembali ke hotel. Tetapi kami bisa stip di sungai yang jernih dengan pepohonan dan latar belakang gunung- gunung bersalju. Kita bisa mengambil gambar-gambar yang hasilnya membanggakan untuk dipamerkan. Ada pengalaman mau pipis waktu itu dan ada rumah-rumah penduduk meski harus berjalan jauh ke atas bukit. Percaya atau tidak? Dari tiga rumah yang saya dan sopir bisa datangi untuk meminta ijin ke kamar kecil adalah tak ada satu pun yang memiliki kamar mandi di dalam. Percaya atau tidak? Ini kisah nyata. Saya ditunggui sopir bis yang berdiri jauh di depan rumah secara saya terbirit-birit ke belakang kandang ternak mereka untuk jongkok dan pipis di bawah pohon yang rimbun. Tak ada tissue basah karena tas perlengkapan saya tinggal di bis. Untungnya saya membawa tissue kering di tas selempang saya hingga saya selamat. Selesai buang air kecil saya kembali ke depan dan pamit kepada pemilik rumah. Kami jadi tontonan anak-anak mereka yang jumlahnya 4 orang jika tak salah. Mereka melambaikan tangan. Mungkin baru kali ini mereka melihat turis asing kebelet pipis. Saya tak kembali ke lokasi dimana rombongan kami masih mengambil foto-foto. Gantinya saya duduk di pinggir jalan memandangi rumah-rumah terpencil di atas bukit itu. Sebagian atapnya ada yang bolong-bolong. Dan ini musim dingin pula. Saya hanya tak membayangkan sekuat apa mereka melawan hawa dingin? Atau mereka punya tehnik tertentu untuk mengusirnya? Tak terbayangkan. Malam itu saya kembali ke houseboat yang juga terbuat dari kayu seperti rumah-rumah tadi. Selimut, penghangat dan Kasur berpemanas. Saya tak lagi complain tentang angin yang tipis-tipis masuk di kamar yang saya tempati. Saya tidur nyenyak tanpa banyak complain meski dalam hati. Berdoa kepada Yang Maha Kuasa, semoga, mereka-mereka yang kekurangan agar diberikan kebahagiaan seperti mahluk-mahluk lain CiptaanNYA.
Gulmarg
Pamit kepada Mr. Sunshine, pengurus selama kami tinggal di houseboat. Semua peserta memberikan tanda kasih yang dikumpulkan kolektif. Karena Mr. Sunshine adalah pria baik dan rajin. Makan pagi dan makan malam beliau yang sediakan. Kami tinggal santap. Belum lagi teh dan kue-kue camilan yang manis dan renyah. Minuman panas hingga tissue toilet pun kami tinggal minta kepada beliau. So, pagi itu aku peluk Mr. Sunshine dan berharap suatu hari bisa kembali. Tas dan koper sudah masuk ke dalam kendaraan yang akan membawa kami ke Gulmarg. Tour Leader kami sejak awal sudah bilang bahwa nanti suasana menuju Gulmarg itu berbeda. Akan ada rebutan turis ketika kami berhenti di suatu tempat di mana-mana bis-bis hanya boleh mengantarkan para tamu sampai Tangmarg. Kami akan di antar oleh para Sledge Boy.
Dari Dal Lake tempat kami menginap menuju Gulmarg adalah 60 km dan seharusnya hanya memakan waktu dua jam. Tetapi, bis kami papasan dengan rombongan truk-truk militer yang puluhan jumlahnya. So, kami mengalah dan berhenti mempersilakan mereka lebih dulu. Jalanan menuju Gulmarg hanya pas untuk dua kendaraan ukuran sedang. Maka ketika ada rombongan truk yang lewat, otomatis hanya satu kendaraan yang bisa lewat. Itu jalanan licin karena salju dan berkelok-kelok. Makanya bis-bis harus berganti karena beda jenis ban pula. Kendaraan yang kami tumpangi sekarang adalah jeep dengan roda ban khusus untuk di salju. Sampai di puncak pertama, kami istirahat sebentar. Dan benar saja. Begitu keluar dari hotel pertama tempat kami makan siang? Pria-pria yang berwajah Pakistani saling rebut dan berteriak-teriak di depan. Betul apa kata tour leader. Untuk menuju ke atas puncak yang juga ke salah satu hotel tempat kami menginap adalah sulit jika harus berjalan kaki apalagi membawa barang. Maka para Sleder itulah yang mengambil alih. Satu depan satu belakang. Lebih dari itu jangan mau. Mereka masing-masing hanya dibayar 500 rupee atau 100 ribu rupiah hingga sampai ke loby hotel. Balik lagi, mungkin karena lapangan pekerjaan yang sulit, mereka bahkan saling sikut dan berteriak-teriak dengan Bahasa mereka memperebutkan tamu yang datang untuk diantar. Dan mereka bukan lagi anak-anak muda. Banyak yang sudah sepuh dan masih menjadi kuli pendorong sekotak kayu yang ditarik oleh satu orang di depan dan didorong oleh satu orang di belakang. Mereka baik. Seru tetapi sedih. Maksudnya, di jaman seperti ini masih ada orang-orang yang berebut untuk menjadi pendorong. Dan bagi mereka saat kedatangan turis adalah terbatas. Jika hingga pukul 12 siang mereka tidak mendapatkan tamu, maka hilanglah kesempatan untuk mendapatkan nafkah pada hari tersebut.
Kanan kiri salju, bukit- bukit pinus didorong dan ditarik lalu terjerembab ditumpukan salju sepinggang adalah pengamalan-pengalaman unik. Naik cable car dengan biaya sekitar 700 rupee atau sekitar 140 ribu rupiah pulang pergi. Adalah juga suatu pengalaman yang membuat saya seperti berhenti menahan napas. Saya naik cable car di Genting, saya naik cable car di Australia. Saya pernah naik cable car di Disneyland Hongkong bahkan di Ancol. Tetapi naik gondola di Gulmarg dengan pemandangan puncak tertinggi hingga saya bisa melihat gugusan pegunungan Himalaya yang tertutup salju adalah sungguh sesuatu. Cable car itu berhenti 2 menit tepat di spot sempurna untuk melihat pemandangan dari atas ke bawah atau kemana pun karena sejauh mata memandang hanya hamparan salju dan pohon-pohon pinus dan saya sudah siap dengan kamera meski kaca sedikit buram dari luar. Tetapi saya tak kurang akal, ada sedikit celah terbuka di atas meski resiko kamera handphone saya bisa jatuh dan wasalam. Tetapi saya berhasil mendapatkan satu foto indah untuk saya simpan sebagai kenangan. Gondola berhenti Kangdori. Itu area puncak ke 1 di ketinggian sekitar 2600 mdpl. Jika ingin yang lebih tinggi lagi namanya Afarwat Peak dengan ketinggian 3,757 mdpl dimana sepanjang tahun pun daerah itu akan tetap bersalju. Sementara kami hanya stop di phase one atau Kangdori station. Ini adalah hamparan salju nan luas dengan pemandangan bak pegunungan alpen. Kamu bisa berfoto-foto, kamu bisa menyewa motor ATV atau bahkan belajar ski. Jangan khawatir meski belum pernah karena banyak coach di sana yang menawarkan tehnik-tehnik dasar secara singkat hingga kamu bisa belajar main ski dengan biaya yang bisa kamu tawar lengkap dengan peralatannya. Sementara saya? Saya lebih memilih minum kopi di kafe-kafe tenda di sekitar. Melihat dari jauh turis-turis yang bak di taman bermain karena bahagianya dari kejauhan. Para Sledge boy yang terlihat istirahat sambil menunggu para penumpangnya. Dan saya menyesal tak membawa makanan guguk, karena anjing-anjing liar banyak di sekitar.
Malam itu kami menginap di Gulmarg setelah puas berjam-jam beraktivitas di salju. Kami tak ke mana-mana. Makan malam di hotel. Selesai makan pun kami kembali ke kamar. Lodge yang terbuat dari kayu. TV masih layar cembung. Pemanasnya masih model lama. Termos plastic dan gelas-gelas model kampung. Jangan bermimpi kamu disediakan water jag atau alat perebus air merk tefal seperti kebanyakan hotel-hotel di Indonesia. Jangan. Menghidupkan air panas kamu harus panggil office boy. Handuk kurang satu. Air panas untuk minum. Minta menyalakan TV. Dll. Tiap telepon lalu orang yang datang mengetuk pintu kamar adalah beda. So, bolak-balik memberikan tip. Tak banyak memang 50-100 rupee. Tapi jika bolak-balik? Jika hati kamu luas? Tak usahlah berhitung. Mereka pun tidak memaksa. Hanya saja di Indonesia sudah jarang menemukan hal-hal demikian kecuali jaman dulu. Toh, hidup ini bukan hanya sekedar angka-angka dan berhitung sekadar kecukupan materi atau tidak.
Setelah seharian saya melihat rombongan konvoi kendaraan berat milik tentara. Wajah-wajah susah dan tak bersalah. Saya tidak bilang mereka miskin, hanya saja sulit untuk mengerti hidup yang penuh misteri. Beberapa orang adalah berpunya dan kaya-raya. Secara banyak pula yang tak beruntung. Padahal mereka sama-sama manusia… sama-sama beragama… sama-sama taat kepada Tuhannya… sama-sama dilahirkan ke muka bumi ini… sama-sama memiliki keinginan… tapi tak semua beruntung karena masih banyak sesama MahlukNYA yang tetap tak bisa hidup nyaman meski mereka telah bekerja keras membanting tulang.
Malam itu saya bobo nyenyak setelah memijat salah satu kawan sekamar saya, Dewi Dewo. Terlalu lelah beraktivitas seharian membuat badannya demam. Untung saya membawa obat gosok yang bisa menghangatkan badannya. Tak percuma juga saya pernah belajar tehnik memijat meski hanya kursus singkat. Karena setengah jam setelah saya pijat, dia tertidur pulas seperti bayi. Esok paginya kami terbangun dengan bahagia. Air panas yang terbatas dan bermasalah tak masalah. Hari terakhir di Gulmarg/ Kashmir. Kami siapkan uang kecil untuk Tip. Karena bertiga kami sekamar ada 6 koper yang harus dibawa turun room boy secara kamar kami adalah di lantai 3 dan tak ada lift. Sarapan pagi terakhir bersama di Kashmir. Rasanya itu sarapan ternikmat. Sup panas. Mie. Roti cane dan daging sapi juga ayam dihidangkan. Ketika yang lain asik berfoto-foto, saya menyelinap keluar. Salju turun tipis-tipis. Saya bertemu banyak anjing liar di luar. Berfoto dengan mereka. Memberi mereka makan dengan roti yang saya curi sedikit dari restoran. Sebelum para Sledge boy berdiri depan hotel menunggu kami untuk diantar ke bawah. Cus. Adrenalin kamu terpacu. Karena di dorong ke bawah di belakang punggung seorang sledge boy dan meluncur ke bawah sekitar 100 meter dan berkelok-kelok itu? Kamu harus coba sendiri.
Saya akan kembali ke Kashmir. Insyaa Allah. Harus dengan anak- anak, Insyaa Allah.
Bahwa hidup adalah harus bersyukur. Bahwa hidup adalah saling menolong. Bahwa hidup adalah tidak saling menghina apalagi menistakan. Apa yang kita cari? Bagaimanakah kita mempertanggungjawabkan semua yang sudah dititipkaNYA? Lalu kemanakah kita akan pergi berlari dan menuju setelah kita mati?
Kashmir… Semoga saya bisa kembali suatu hari nanti.
Penulis tentang khasmir ini siapa ya.
Boleh tanya2 sedikit tentang khasmir.
Semiga ada jawaban
Makasih
Adi – bandung
Silakan follow FB Cikeu Bidadewi, dia yang menulisnya.