
Kebudayaan Bangsa Indonesia dan Kemerdekaan Berpikir Mengembangkan Ekonomi Kreatif
Seha Nanika
Perkembangan zaman mendorong masyarakat untuk menjadi pelaku ekonomi aktif dan harus memilih dua hal yang bersebrangan: sebagai produsen yang terus berinovasi atau manusia yang konsumtif. Tentu pilihan tersebut akan berimbas pada kehidupan sosial. Serbuan negara maju dengan produk-produk asing yang tidak mempedulikan apa yang dibutuhkan masyarakat Indonesia, tentu menjadi tantangan tersendiri bagi negeri ini. Dan ternyata serbuan tersebut berhasil mengubah pola pikir masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang konsumtif di era posmodernisme ini. Indonesia membutuhkan orang-orang yang memiliki ide brilian untuk menciptakan ekonomi kreatif yang dapat menggeser atau bahkan mengalahkan produk asing dan selanjutnya menjadi penguasa pasar.
Bicara kreativitas, tentu kita akan dihadapkan pada kemerdekaan berpikir. Seseorang akan bebas berpikir dan mengeluarkan pendapat apabila ia merasa merdeka. Ketika itu terjadi, maka ide-ide kreatif akan bermunculan dan ide-ide tersebut harus bersanding sejajar dengan usaha untuk mewujudkannya. Selain itu, orang tersebut harus memiliki pikiran yang terbuka terhadap zaman dan tidak kaku. Lalu kreativitas disandingkan dengan ekonomi akan muncul produk-produk segar yang memiliki mutu dan nilai jual tinggi.
Kondisi Masyarakat Indonesia
Apabila dilihat dari aspek psikologis, pikiran masyarakat Indonesia didominasi oleh serangan produk asing. Mulai dari kebutuhan primer hingga kebutuhan tersier. Di sana, melalui media-media yang menggemborkan produk asing, digambarkan kehidupan serba enak dan konsumtif. Seolah posmodernisme adalah kehidupan galmour yang konsumtif. Segalanya terlihat nikmat tanpa perlu bekerja keras.
- Djoko Yuwono, redaktur senior Pos Kota, memaparkan kalau masyarkat Indonesia seolah sedang mengalami kesadaran palsu akibat berita-berita yang tersaji bukan berdasarkan fakta[i]. Lalu ketika sadar, kita terkejut terhadap apa yang telah kita lakukan.
Berikutnya, dari aspek sosiologis masyarakat Indonesia cenderung melupakan budaya yang dimilikinya. Padahal kebudayaan yang kaya ini mampu menciptakan suasana dan atmosfir kreatif. Era posmodernisme ini lebih mengacu pada kehidupan urban, lantas apabila seorang pelaku ekonomi kreatif yang sudah memerdekakan pikirannya pasti akan berpikir kritis dan mampu menciptakan kreasi baru, gabungan antara budaya asli Indonesia dengan segala hal yang berbau posmodernisme.
Robert Dunn (1993) menandai adanya pergeseran yang menyertai budaya massal di era posmo, yaitu dari produksi ke konsumsi; dari pencipta ke penerima, dari karya ke teks, dari seniman ke penikmat. Ini yang harusnya diwaspadai. Masyarakat yang kehilangan identitasnya tentu akan mudah hancur karena masuknya kebudayaan lain yang bertentangan. Tentu saja kemajuan ekonomi di Indonesia terletak di tangan masyarakatnya sendiri.
Kembali Pada Identitas Asli Bangsa: Kebudayaan Indonesia
[iklan]
Kebutuhan suatu masyarakat atau bangsa terletak pada tiga aspek yaitu: psikologis, sosiologis dan geografis. Tiga hal tersebut telah dirangkum pada dua hal mendasar yaitu budaya dan adat istiadat. Dari sanalah berangkat sebuah sistem yang melahirkan masyarakat beradab.
Masyarakat Indonesia harusnya sadar kalau negeri ini mampu menjadi penguasa. Produk-produk yang diciptakan haruslah berangkat dari ide-ide cerdas yang berlandasan kebudayaan Indonesia. Karena kebudayaan yang kita miliki begitu kaya apabila berani bereksplorasi dan bereksperimentasi akan lahir banyak produk hebat yang mampu menggeser produk asing.
Tentunya kesadaran menjadi produsen atau pencipta harus lebih besar daripada masyarakat konsumtif. Bangsa ini bukan bangsa bodoh. Para leluhur telah menjadi kaum terdahulu yang kreatif dan inovatif. Seharusnya itu semua menurun pada bangsa Indonesia saat ini. Kesadaran ini harus ditanamkan ke dalam diri setiap orang agar bangsa Indonesia mampu memerdekakan pikirannya dan menjadi bangsa yang kreatif dan inovatif.
Kemerdekaan Berpikir
Menurut kementerian pariwisata dan ekonomi kreatif Republik Indonesia, kontribusi ekonomi kreatif terhadap perekonomian nasional yaitu sebesar 7%, masih sangat jauh dari apa yang diharapkan. Lantas Indonesia masih harus bergantung pada ekonomi makro dan ekonomi yang dibawa oleh asing. Sudah jelas, pihak kementerian telah menyatakan kalau ekonomi kreatif merupakan sektor strategis dalam pembangunan nasional ke depan[ii]
Hasil dari ekonomi kreatif yang hanya sebenar 7% itu belum maksimal dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Padahal di negeri ini banyak penunjang untuk menciptakan ide kreatif dan inovasi-inovasi besar apabila mau menengok budaya dan adat istiadat di Indonesia.
Oleh karena itu para masyarakat harus turut serta terhadap kemajuan negeri ini. Hal pertama yang harus dilakukan adalah dengan melakukan kemerdekaan berpikir. Membebaskan pikiran dengan tidak membatasi geraknya adalah merupakan hal positif yang jarang dilakukan oleh kebanyakan masyarakat Indonesia. Pola pikir kita telah diatur sedemikian rupa sebagai masyarakat yang konsumtif, sedangkan untuk menjadi penguasa pasar atau produsen masih sangat jauh. Padahal kebudayaan Indonesia yang beragam bisa menjadi sumber ide dan mampu membangkitkan gairah perekonomian selanjutnya.
Di pikiran kita hanya sebatas memikirkan bekerja di sebuah perusahaan untuk mendapatkan uang yang besar, tanpa pernah berpikir bagaimana menciptakan lapangan pekerjaan lantas mendapatkan uang yang lebih besar lagi dibandingkan hanya sekadar bekerja di sebuah perusahaan.
Ruang-ruang yang kreatif harus dibangun dan pikiran pesimis harus disingkirkan. Kita bisa melihat sosok anak-anak negeri ini di luar sana yang mampu mengharumkan nama bangsa karena karena ide kreatif dan inovasi yang mereka ciptakan. Sebut saja salah satunya adalah Ricky Elson yang menjadi penemu mobil listrik, dan pembangkit listrik tenaga angin terbaik di dunia. Belum lagi di tingkat olimpiade, banyak sekali siswa-siswi tingkat menengah dan tingkat, didikan Prof. Yohanes Surya Ph.D atas berjuang di olimpiade fisika membawa pulang medali emas dan mengalahkan siswa-siswi negara maju.
Dengan kata lain kemajuan Indonesia di bidang sains tentu sudah berkembang sedemikian pesat. Tapi kemajuan tersebut tidak diimbangi dengan terciptanya penemuan-penemuan besar untuk negeri ini. Kesalahan tersebut terjadi hanya karena pikiran masyarakat belum terbuka akan pentingnya ide-ide kreatif dan inovatif.
Membuka pikiran yang semula beranggapan kalau kita hanyalah seorang yang konsumtif, menjadi seorang produsen yang produktif. Kita harus memerdekakan pikiran kita, lantas ide-ide besar akan bermunculan dan produk-produk kreatif hasil masyarakat Indonesia akan mampu bersaing dan mengalahkan produk asing.
15 subsektor ekonomi kreatif harus mampu dikembangkan dan bangsa ini akan maju. Subsektor yang dimaksud yakni arsitektur, desain, film, video dan fotografi, kuliner, kerajinan, mode, musik, serta penertiban dan percetakan. Selain itu termasuk permainan interaktif, periklanan, riset dan pengembangan, seni rupa, seni pertunjukan, teknologi informasi, serta televisi dan radio.
Merdekalah sejak dalam pikiran dan sebagai bangsa Indonesia, mari kita kembangkan perekonomian kreatif negeri ini. Tugas kita adalah menggeser produk asing hingga produk lokal berkuasa di dalam negeri juga di luar negeri. Dengan cara itu masyarakat Indonesia bisa sejahtera. Begitulah.
)* Seha Nanika, bapaknya seorang karyawan, ibunya seorang pedagang.
[i] Kutipan pada sebuah makalah yang disampaikan pada seminar di Global Future Institute, Jakarta, Kamis 28 Agustus 2014)
[ii] http://www.parekraf.go.id/asp/detil.asp?c=16&id=2617 , Diakses pada hari Sabtu, 30 Agustus 2014 pukul 03:10