Puisi itu makhluk ajaib. Ia bisa mengganggu pikiran kita. Kadang menciptakan rasa penasaran yang tiada sudah. Kerap juga menyejukkan hati. Tak jarang pula membuat kita riang gembira, sedih bahkan merenung. Membaca puisi Seha kita seperti dibawa pada sebuah lelorong yang menggiring kita seolah akan menemukan ‘ruang kosong’. Di dalamnya kita sejenak diam lalu merenung tentang pertanyaan: bagaimana cara menyentuh puisi? Puisi ini terkesan seperti menyajikan sesuatu yang belum selesai. Ada ketersendatan. Tetapi justru di sanalah letak menariknya. Sebuah puisi yang menyisakan ‘antara’ sebagai pintu masuk ke ruang tafsir bagi pembaca. Bisa juga semacam pemantik untuk menghadirkan pertanyaan: bagaimana puisi ini berlanjut masuk menghidupkan saklar imajinasi pembaca sebagai salah satu cara menyentuh dan mengidentifikasi puisi. Maka, silakan pembaca menafsir puisi ini dari perspektif yang lain. (Redaksi)

[iklan]

Puisi-Puisi Seha Nanika

Kesaksian

Nama-nama yang dipulangkan
Dengan kapal dan layar
Ke pelukan

Dikabarkan oleh ombak gusar
Dan angin muram
Menuju-Nya

 
Keledai Badrul

Membaca langit,
Menghitung gerak awan,
Ketika seekor keledai sadar
Ia berputar-putar di tengah gurun
: sisa air telah habis, dan tak ada rerumputan di sini

Ia kembali melangkah,
Mencoba mencari jejak peradaban
Tanah yang dijanjikan

Tak tampak karapan yang melintas
Atau segerombolan badui
Yang mungkin lapar, kemudian memangsanya
Untuk dijadikan makanan
Atau seorang nabi yang menemukannya
Kemudian menjadikannya tunggangan menuju surga

Ia berharap agar Tuhan segera
mencabut nyawanya,
Agar perjalanan yang melelahkan dan membingungkan,
Dan serupa kutuhan ini,
segera berakhir

Namun keledai itu berputar-putar,
di dalam kebingungan

Badrul

Di gurun ini,
Tak ada bau laut.

Badrul bukan nelayan

Cahaya langit
Dan rasi bintang
Adalah keasingan

Tak ada layar
Tak ada dayung

Malam ini ia memilih terlelap
Dan esok hari kembali mengatur
Jalan menemukan Tuhan

 
Badrul 2

Badrul mengusir keledainya
Setelah beberap tahun
Menemaninya berbicara

Mereka mencari jawaban-jawaban
Atas pertanyaan yang mereka perdebatkan

Badrul 3

Badrul bukan nabi
Keledainya bukan tunggangan nabi

Mereka mencari Tuhan
Karena baru saja
Mereka paham
Cahaya yang tak pernah padam

)* Seha Nanika, bapaknya seorang karyawan, ibunya seorang pedagang.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *