Rudi Setiawan, begitulah tertulis nama di riwayat singkat Penyair yang tinggal di Depok.
Puisi puisinya yang tayang kali ini, bercerita tentang potret keseharian apa saja yang dilakoninya atau pun perilaku orang lain yang berhasil dipuisikan.

Puisinya menjadi semacam Prosa lirik, atau pun Puisi yang bercerita.
Ada satu dua metafora yang memang bisa diduga sebagai penanda bahwa karya tulis ini memang puisi, misalnya pada kalimat
/awan menangis/,
/ia potong-potong impiannya/,
/di kala itu awan sedikit menangis/.

Entah apa yang disembunyikan di dalam diksi diksinya, meskipun beraroma yang amat jelas, tetapi tetap saja misteri di dalamnya masih penuh rahasia untuk bisa segera dibongkar, apa sejatinya arti dari aroma yang gamblang tersebut. Apakah memang begitu apa adanya, atau kah terselip makna tersembunyi di dalamnya?

Tentu perlu dibaca berulang ulang setiap kata maupun kalimat pada bait bait Puisi guritan sang Penyair ini, serta dimakna hubungkan antara satu puisi dengan puisi berikutnya. Jangan jangan ketika membaca satu puisinya,  kata kunci jawab pemaknaannya berada di Puisi yang satunya lagi.

Itulah Puisi, kadang perlu juga dibaca keras atau pun pelahan dan berulang ulang, baru mendapatkan tanda adanya pintu gerbang untuk masuk menguliti arti dari sebuah puisi. Baru tanda saja bukan makna yang sesungguhnya.

Selamat menikmati arti puisi dan menuju pintu gerbang pemaknaan diksi dari setiap Puisi.

Minum Es Kelapa

aku memesan kelapa muda,
yang warnanya hijau seperti kulit kelapa hijau
di luar masih gerimis, awan menangis dengan manis
pada bacok ke sekian
kelapa terbelah, kepalaku tengadah:
“pak, atapnya bocor.”
ia malah tersenyum, lantas berkata:
“setelah sekian lama, air dapat membelah terpal saya.
berarti rezeki tukang terpal akan bertambah.”

2022

Ibu Memasak di Dapur

ia potong-potong impiannya
seperti memisahkan kangkung dari akarnya

ia bukan lagi beras kencur
melainkan sayur yang telah diberi garam,
asam, asin, dan pedas

“aku ingin jadi guru,” ucapnya dahulu
hingga usia bak minyak jelantah
ia hanya jadi ibuku

2022

Di Kala Itu

kulihat perempuan boncengan dengan seorang pria yang bukan aku, tapi perempuan itu adalah kamu. di kala itu awan sedikit menangis. sopir angkutan umum berteriak-teriak, memanggil penumpang, tak mau kalah dengan suara perutnya. manusia perak, pengemis, dan pengamen naik truk dengan wajah lecek; seperti penghuni dompetku, seperti perasaanku.

di kala itu kalian masih di sana. kau memeluknya dengan erat, menunggu lampu lalu lintas berkedip dua kali. dari arah lain metromini bergerak dibayang-bayangi maut. meninggalkan kepulan asap, membuat dadaku semakin sesak.

2022

Rudi Setiawan, tinggal di Depok. Tidak terlalu suka bercermin dan memakai celana jin. Bergiat di beberapa komunitas literasi. IG: rudi_setiawan36

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *