Desa Winong merupakan desa yang terletak di Kecamatan Bawang, Kabupaten Banjarnegara. Di Kecamatan Bawang banyak sekali cerita rakyat yang sangat terkenal. Pada tahun 1980-an di desa Winong terdapat cerita rakyat yang cukup terkenal.

Dahulu kala terdapat ronggeng yang sangat cantik, hampir semua lelaki yang melihatnya akan jatuh hati. Pada suatu malam terdapat pertunjukan ronggeng yang diadakan di lapangan.  Suara gamelan mulai terdengar beriringan dengan suara bancet. Sorot lampu 5 watt terlihat dari sela-sela rimbunnya pohon bambu. Mbok Jum merupakan salah satu warga desa Winong. Mbok Jum menenteng kacang rebus untuk dijual di acara kesenian Ronggeng. Tidak kaget kalau pertunjukan ronggeng ini selalu ramai penonton.

“Pantas saja ramai, ronggengnya aja cantik” ujar Mbok Jum sambil meletakkan dagangannya. Semakin malam penonton semakin ramai, hampir semua penonton laki-laki.

“Mbok beli kacang rebusnya sepuluh ribu ya,” ucap lelaki paruh baya yang memakai sarung.

Monggo pinarak riyin” saut Mbok Jum sembari Mbok Jum membukus kacangnya. Lelaki paruh baya itu bertanya, “Mbok, itu ronggeng dari desa mana ya?”.

“Dari desa Winong Pak” jawab Mbok Jum sambil menyerahkan kacang rebusnya. Tak lama kemudian laki-laki paruh baya itu berpamitan.

Belum sampai setengah jam, dagangan Mbok Jum laris terjual. Bangkit dari duduknya, Mbok Jum berjalan menuju pertunjukkan ronggeng itu. “Bukannya itu lelaki paruh baya yang tadi beli kacang rebusku” ujar Mbok Jum. Lelaki paruh baya yang disebut Mbok Jum, sedang menari bersama ronggeng yang berparas cantik itu. Karena teringat dengan cucunya yang sedang tidur di rumah sendirian, Mbok Jum bergegas untuk pulang.

Pagi buta Mbok Jum pergi ke pasar yang ada di desa sebelah. Ternyata di pasar sedang ramai membicarakan pertunjukan ronggeng tadi malam. “Aku heran kok bisa Juminten memiliki paras yang cantik ya, jangan-jangan dia memakai susuk” ujar salah satu ibu yang menggendong anaknya. Karena penasaran Mbok Jum bertanya, “Juminten siapa ya?”.

Dengan lantang ibu-ibu yang menggendong anaknya menjawab, “ronggeng yang tadi malam loh Mbok”. Sekarang Mbok Jum mengetahui nama dari ronggeng itu, sebenarnya Mbok Jum sudah sempat tahu namanya, tapi karena usianya yang sudah tua jadi sering lupa.

Lima bulan setelah pertunjukkan ronggeng, akhirnya ronggeng itu ditanggap oleh Pak Lurah karena berhasil menjadi kepala desa. Pertunjukan ronggeng kali ini sedikit berbeda, aura yang terpancar dari ronggeng itu benar-benar membuat laki-laki semakin tergoda. Semua laki-laki yang melihatnya pasti ingin mendapatkannya. Seperti biasa setiap ada pertunjukkan ronggeng pasti Mbok Jum selalu berjualan kacang rebus. Kali ini dagangan Mbok Jum terjual habis lebih awal.

Juminten yang merupakan ronggeng menari dengan lemah gemulai. Tariannya membuat para lelaki tergoda dan ingin menari bersamanya. Juminten menghampiri Pak Lurah dan mengajaknya untuk menari bersama. Riuh suara penonton membuat pertunjukkan ronggeng malam itu sekain ramai. Aroma bunga melati tercium sangat pekat membuat suasana menjadi mistis. Tatapan Juminten sudah berbeda sepertinya tubuh Juminten sudah dirasuki makhluk lain. Bulan purnama bersembunyi di balik awan hitam. Malam ini benar-benar menakutkan. Mbok Jum memutuskan untuk pulang. Ketika di perjalanan menuju pulang Mbok Jum melewati sekelompok laki-laki yang sedang duduk melingkar dan membicarakan suatu hal yang kelihatannya sangat serius. Tak sengaja Mbok Jum mendengar pembicaraannya. Dengan suara yang sedikit serak terdengar kalimat “Bagaimana kalau kita bunuh saja”.

Mbok Jum kaget karena mendengar kalimat itu. Di sepanjang perjalanan menuju pulang Mbok Jum terbayang-banyang dengan kalimat yang tadi didengar. “Kira-kira siapa yang akan dibunuh, ya?” ujar Mbok Jum. Sampai pada suatu hari terdengar berita bahwa ronggeng yang bernama Juminten tewas karena dimutilasi. Berita kematian Juminten ini membuat satu kelurahan geger dan tidak menyangka. Ronggeng yang bernama Juminten dimutilasi menjadi 7 bagian yang terdiri dari kepala, rambut, kemaluan, paha, perut, tangan dan kaki. Kejadian ini sunggung di luar kepala. “Dasar orang-orang biadab” ujar Mbok Jum.

Setiap orang yang mendengarkan cerita ini pasti merasa takut dan kasihan dengan nasib malang ronggeng itu. Karena kecantikannya ronggeng itu disukai oleh banyak laki-laki dan dijadikan bahan rebutan. Mungkin karena hal itu, akhirnya Juminten di bunuh dan dimutilasi supaya adil. Setelah dimutilasi tubuh ronggeng itu diminta oleh masyarakat desa Winong untuk dibagi ke 7 daerah supaya adil. Di desa Winong mendapat bagian rambutnya, sehingga salah satu jembatan di desa Winong dinamai dengan “Brug Rambutan”. Nama “Brug” berasal dari bahasa Jawa yang artinya jembatan dan “Rambutan” yang artinya rambut. Dulunya jembatan itu terbuat dari bambu yang disebut dengan “krapyak”. Di sana juga banyak pepohonan besar dan hawanya sedikit berbeda. Menurut beberapa narasumber di sana juga terdapat hantu yang tinggi besar dan rambutnya sangat panjang sampai menyentuh ke tanah, salah satu warga desa Winong berkata “kalau lewat Brug Rambutan harus membaca bismilah atau permisi”. Menurut beberapa narasumber di tempat itu juga banyak kejadian-kejadian horror. Ditambah dengan pepohonan seperti pohon randu, pohon bambu, dan pohon aren yang banyak disukai oleh makhluk halus.

Seiring berjalannya waktu Brug Rambutan sudah tidak menggunakan bambu lagi tetapi sudah dibuat jembatan yang kokoh.  Namun cerita tentang potongan tubuh ronggeng itu masih melekat sampai sekarang. Orang-orang mempercayai bahwa di tempat itu menjadi sarang berbagai makhluk halus. Cerita dari Mbah Djuriah salah satu narasumber yang pernah melihat bola api terbang di balik pohon bambu.  Sepulang menonton TV di rumah anaknya Mbah Djuriah pulang dengan cucunya. Ketika sedang berjalan di perempatan Mbah Djuriah melihat seklebet bola api yang terbang di balik pohon bambu. Karena takut Mbah Djuriah lari dan menarik cucunya. Kata orang Jawa bola api seperti yang dilihat oleh Mbah Djuriah merupakan Banaspati. Banaspati merupakan sebutan bagi hantu yang memiliki ilmu hitam tingkat tinggi berwujud api.  Sebenarnya masih banyak warga yang pernah mengalami kejadian horror dan melihat penampakan di Brug Rambutan. Kita hanya bisa berdoa dan meminta perlindungan kepada Gusti Allah.

*) Cerita rakyat ini berasal dari Desa Winong, Kecamatan Bawang, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah)

Elsa Dwi Yulianti merupakan Mahasiswi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UMP yang lahir di kota Banjarnegara.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *