Hidup itu sebuah keharusan. Namun sejatinya manusia memiliki pilihan untuk mengarungi kehidupannya sendiri. Manusia berhak menentukan hidup seperti apa yang akan ia jalani. Terkadang manusia juga tersesat dalam perjalanan hidup yang memaksa kita untuk menghadapi persimpangan jalan kesulitan. Sebagian orang bisa menerima dan menemukan jalan keluarnya. Tapi sebagian orang lagi tetap pada ketidakpastian bahkan keputusasaan Itulah sebabnya, kemelut kehidupan banyak direfleksikan dalam cerita fiksi, supaya bisa menjadi peringatan dan pesan bagi orang lain. Dalam sebuah cerita, kenyataan dikemas dengan apik dalam rangkaian alur yang dialami tokoh, Cerita yang menarik menurut penulis ialah cerita yang mampu membawa pembaca atau penikmatnya seolah-olah merasakan berperan menjadi tokoh dalam cerita. Itu artinya pengarang berhasil membangun dialog antara pembaca dan karya sehingga merasuki jiwa.

Hal tersebut dapat penulis temukan dalam Kumpulan Cerpen berjudul B (Diva Press, 2022) pengarang Sasti Gotama. Mengapa pengarang memilih satu huruf ‘B’ sebagai judul bukunya? Ia menggambarkan B sebagai seekor kelinci abu-abu muda yang tanpa ragu bersembunyi dilubang gelap kemudian ditarik dari dalam topi panjang oleh persulap berbaju setelan wol hitam, sehingga ia terlahir kembali. Perumpamaan tokoh B bisa jadi pengarang, saya, kamu dan kita dalam kehidupan nyata. B adalah setiap jiwa yang dihadapkan pada pergolakan batin (psikologis) serta permasalahan sosial yang terjadi dalam realitas kehidupan masyarakat  yang digambarkan tokoh-tokoh dalam 21 cerpen Sasti Gotama. Persoalaan seperti feminism (kesetaraan gender) dan konflik social pengarang  racik dengan piawainya dalam sebuah cerpen. Pada setiap untaian kalimat dapat menyihir pembaca untuk ingin terus membaca hingga ujung cerita. Karakter dari beragam cerita pendek Sasti Gotama mengungkapkan latar belakang pengarang yang tak lain sebagai seorang dokter. Pengarang dalam cerpennya banyak menggunakan diksi atau istilah dunia kesehatan.

Pada salah satu cerpen, pengarang secara khusus memberi judul B sesuai dengan nama buku kumpulan cerpennya. Dalam cerpen tersebut, pengarang memotret sebuah isu yang kini tengah marak terjadi dalam masyarakat yaitu pedofilia atau gangguan mental. Lebih tepatnya gangguan seksual memiliki hawa nafsu dan menyukai anak-anak. Seperti kisah tokoh Sin, seorang anak lelaki yang menjadi korban pedofilia lelaki dewasa. Sin layaknya korban-korban seperti saat ini, yang kebanyakan hanya bungkam karena takut dan malu.

“ PR mu masih banyak?” Sin  mengangguk.  ia merasa tak nyaman dengan cara lelaki itu menjatuhkan pandangan ke pahanya yang hanya tertutup celana pendek.

KOPI HITAM MINUMAN LELAKI JANTAN. Iklan itu mulai terdengar dari televisi ruang keluarga. Itu jenis iklan yang diulang-ulang 3 hingga 5 putaran sehingga terasa memuakkan. “Kau Mau bersantai sejenak?” lelaki itu mendekat dan membelai belakang telinganya. KOPI HITAM MINUMAN LELAKI..

Lelaki itu memegang kedua tangannya, membalikan tubuhnya, menurunkan celananya… KOPI HITAM MINUMAN.. “Jangan nangis! Lelaki tak ada yang menangis!” (hlm.51).

 

Dalam cerpen tersebut, pengarang memberikan peringatan kepada pembaca. Bahwa kejahatan bisa dilakukan oleh orang terdekat kita. Sin seorang anak lelaki yang menjadi korban pelecehan oleh ayah tirinya. Sin menutup rapat apa yang dia alami kepada keluarga. Hingga ketika Sin beranjak dewasa, kejadian itu membuatnya hilang akal dan muncul hasrat  melakukan hal serupa yang ia alami kepada seorang anak laki-laki. Pembaca menjadi tahu bahwa peristiwa itu sangat mempengaruhi hidup korban kedepannya. Kisah getir Sin akhir-akhir ini sedang marak terjadi di masyarakat. Tidak hanya dialami anak perempuan saja, anak laki-lakipun turut menjadi incaran para pedofil. Hal yang menarik dari kisah Sin,  justru ketika ia dapat menemukan jalan keluar dari permasalahan dalam hidupnya ketika disadarkan oleh seseorang bernama Lan yang bisa membuat Sin  seperti lahir kembali bagai kelinci abu-abu yang ditarik telinganya dari topi sulap. Sin kemudian dikenal dengan nama ‘B’ panggilan khusus dari Lan. ‘B’ adalah singkatan dari kata ‘Baik’.

Beralih dari tokoh Sin ke tokoh Lastri yang riwayat hidupnya tak kalah pedih. Cerpen Kisah Kriminal Yang Paling Memilukan yang mengungkap ketidakberdaayaan dan ketidakadilan seorang wanita. Berbeda dengan tokoh Sin yang dapat menemukan solusi dari masalahnya, tokoh Lastri sebaliknya. Lastri menjadi korban pemerkosaan teman suaminya.

Namun bulu-bulu halus di tengkuk Lastri membuatku tak bisa mengendalikan diri. kejadian itu begitu cepat. Lastri menangis tanpa henti hingga aku takut lama-lama matanya akan mengeluarkan darah. Ia mengancam akan melaporkan ku. Aku tergeletak.  Kukatakan kepadanya bahwa takan ada yang percaya kepada omongan nya.  Orang-orang apalagi teman sekantor ku, tentu lebih percaya kepada orang berpangkat sepertiku daripada seorang ibu rumah tangga (hlm.95).

Dalam kasus pelecehan seksual, kebanyakan wanitalah yang selalu disalahkan. Sebagian masyarakat berargumen penampilan perempuanlah (cara berpakaian) pemicu terjadinya pelecehan seksual. Padahal realitasnya tidak seperti itu. Artinya lelakipun juga harus mengontrol diri dan lebih menghormati wanita. Setelah bayi lahir, Lastri kalut hingga memutuskan bunuh diri dengan mengajak kedua anaknya. Dari kisah Lastri, cerminan kehidupan kembali dimunculkan. Ketika jabatan telah menguasai segala segi kehidupan, orang bawah tidak dapat berbuat apapun, bahkan kehormatanpun hilang. Perempuan yang tak berdaya ketika mendapat ketidak adilan sungguhlah memilukan

Dari kedua cerpen tersebut tergambar jelas karakter cerita dari penulis Sastri Gotama yang mengangkat konflik social, feminism dan juga psikologis. Selain itu, ciri khas dari cerita pendek Sasti Gotama juga pemilihan diksi dunia kesehatan. Seperti diksi ‘gonore’ dan ‘heroin’ pada salah satu cerpenya yang berjudul Heroin. Penguasaan diksi Sasti Gotama yang mengandung metafor dan penggunaan bahasa dunia kedokteran disuguhkan dalam cerpen-cerpennya. Menjadikan ceritanya lebih berwarna dan berbeda dengan cerpen pengarang lain.  Pemilihan tema yang menarik dengan mengangkat masalah-masalah sosial terkini terutama persoalan wanita sangatlah mewakili nasib perempuan-perempuan di kehidupan nyata. Tidak hanya itu konflik batin yang dialami para tokoh juga sangat hidup sehingga menambah kekuatan cerpen Sasti Gotama. Meskipun terkadang terdapat kata-kata yang penulis kurang pahami. Namun, justru menambah khasanah kebahasaan penulis.

Vania Tsany Almirah, Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *