Puisi menjadi jalan lain untuk menyampaikan sesuatu: kegelisahan batin tentang diri sendiri atau peristiwa di sekitar. Meskipun demikian, puisi tetap menyimpan gagasan atau hal-hal yang tersembunyi, setidaknya menghidupkan imaji pembaca dan mendorong untuk melakukan sesuatu setelah membacanya. Simaklah beberapa puisi ini.

[iklan]

Di Sudut Paling Sunyi

kita tengah membicarakan masa depan cinta
menghanyutkan hati di tengah arus waktu.
memeluk ketidaktahuan yang mengepul begitu jauh.
dan udara menyimpan seribu pertanyaan
yang entah bagaimana cara menjawabnya

sedang langit menjatuhkan mata-mata malaikat kecil
yang hinggap di atap rumah para hamba yang sabar.
daun-daun tengah merelakan tubuhnya
jatuh  di atas batu-batu yang tak sedikitpun bersuara.
di sepanjang sunyi, percakapan semakin menjadi,
temaram tatap matamu mengundang kata-kata yang hendak sempurna.

setiap cinta ingin menggambar dirinya
melalui tubuh-tubuh mungil dan lugu.

dan kita masih berdialog
perihal cinta di sudut paling sunyi itu.
memastikan pertanyaan mustahil segera terjawab.
yang mungkin pertanyaan itu sudah menjawab,
bahwa kita sudah saling mencintai, bercinta.

Di Tubuhmu dan di Tubuhku

di tubuhmu
di tubuhku
dan di tubuh kita
malam semakin memanjang
memajang derai hujan
yang jatuh sebelum kota-kota benar sepi
sebelum para petani malam
mencangkul rindunya untuk esok pagi

dan di tubuhku
di tubuhmu juga
sama-sama terpampang
bahwa tubuh kita memang peka pada cuaca
cuaca yang kerap kali berubah
tanpa menulis surat pengantar
dan ucapan selamat tinggal

Selamat Datang untuk Luka-luka yang Tak Kunjung Sembuh

daun-daun tela kering
sebelum ia pernah merasakan
bagaimana menjadi daun yang
hijau dan merindangkan

pohon-pohon yang tumbuh
lalu mati sebelum ia memberikan
tubuhnya untuk dijadikan rumah-rumah
para hamba yang setia

ranting-ranting telah jatuh
sebelum ia merasakan
bagaimana bahagianya menjadi dahan
yang rela diemban bunga-bunga

akar-akar sudah mati
sebelum sempat mengucap kesetiaan
kepada pohon yang menjulang itu

bunga-bunga telah layu
sebelum ia menikmati
bagaimana menjadi kembang
yang dicita-citakan oleh kumbang

selamat datang untuk luka-luka
yang tak kunjung sembuh

 

Mustain Romli, mahasiswa Universitas Nurul Jadid. Jurusan  Manajemen Pendidikan Islam. Lahir di Probolinggo, November 2000. Beberapa tulisannya bisa ditemui di gubuktulis.com (resensi buku dan puisi), wartacakrawala.com (opini), kilometer40.com (opini), tajug.net (puisi). Bisa berkenalan lebih dekat lewat Instagram dengan nama @romly_21

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *