Ceritanya, Adipati Blambangan yang bernama Menakjingga, terkenal kejam dan suka bertindak sewenang-wenang karena memiliki kesaktian dan pusaka Gada Wesi Kuning. Meskipun sudah memiliki banyak istri, ia masih ingin menikahi Ratu Ayu Kenca Wungu dari Majapahit. Segera dikirimnya utusan untuk menyampaikan lamarannya ke Majapahit. Ratu Ayu Kencana Wungu yang sudah mendengar tentang perilaku buruk Menakjingga  itu tentu saja menolak.

Ketika kemudian utusan Adipati Menakjingga menyampaikan penolakan tersebut, dia sangat marah. Segera ia perintahkan pasukan Blambangan untuk menyerang kerajaan Majapahit, dan memimpin langsung penyerangan.

Sesampainya pasukan Blambangan di Majapahit, kedatangan mereka sudah diketahui oleh Ratu Ayu Kencana Wungu yang sudah mengerahkan kekuatan pasukan Majapahit. Peperangan pun tak bisa dielakkan lagi. Menakjingga mengamuk di medan perang menggunakan gada saktinya, gada Wesi Kuning. Sekali tebas,puluhan prajurit Majapahit roboh. Pasukan Majapahit akhirnya mundur teratur karena tak sanggup menghadapi amukan Adipati Menakjingga bersama pasukannya.

[iklan]

Ratu Ayu Kencana Wungu kemudian bersemedi untuk memohon petunjuk dari Dewata Yang Maha Agung. Ratu Ayu Kencana Wungu mendapat bisikan Dewata dalam semedinya, bahwa Adipati Menakjingga hanya bisa dikalahkan oleh seorang pemuda yang bernama Damarwulan.

Sementara itu, seusai peperangan, pasukan kedua belah pihak mengalami kehancuran. Adipati Menakjingga bersama pasukannya kembali pulang ke Blambangan. Ratu Ayu Kencana Wungu sendiri memerintahkan Patih Logender untuk mencari seorang pemuda yang bernama Damar Wulan.

Patih Logender bersama beberapa para prajurit pilihan segera berangkat mencari pemuda bernama Damarwulan. Singkat cerita, pemuda yang dimaksud berhasil ditemukan di sebuah desa yang jauh berada di luar kotaraja Majapahit. Patih Logender meminta agar pemuda tersebut bersedia ikut bersamanya ke istana Majapahit menemui Ratu Ayu Kencana Wungu. Sesampainya di istana, Damarwulan segera bersimpuh di hadapan Sang Ratu.

“Ada apakah gerangan Gusti Ratu memanggil hamba ke istana?”

“Wahai anak muda. Ketahuilah olehmu bahwa Majapahit sedang menghadapi serangan dari Adipati Blambangan, Menakjingga. Menurut Dewata, hanya engkaulah yang mampu mengalahkan Menakjingga yang sakti mandraguna itu. Oleh karena itu, aku perintahkan engkau untuk melenyapkan si Adipati sombong dan kejam itu. Jika berhasil, penggallah kepalanya lalu bawa kemari sebagai bukti.” kata Ratu Ayu Kencana Wungu.

“Baik, hamba laksanakan Gusti Ratu,” kata Damarwulan.

Damarwulan kemudian pergi menuju Blambangan seorang diri. Sesampainya di Blambangan, ia berteriak-teriak di depan istana, menantang perang tanding kepada Adipati Menakjingga. Mendengar ada orang berteriak-teriak di depan istana menantang perang tanding, bukan main marahnya Adipati Menakjingga. Ia segera keluar istana dan langsung menyerang Damarwulan dengan Gada Wesi Kuningnya. Damarwulan berkelit dengan lincahnya, dan balas menyerang dengan jotosan yang mematikan. Pertarungan pun segera berlangsung dengan amat sangat serunya, saling jotos, saling tendang, dan saling adu kesaktian masing-masing.

Setelah melewati pertarungan sengit beberapa lama, Damarwulan akhirnya jatuh pingsan, terkapar tak berdaya karena terkena pukulan Gada Wesi Kuning Menakjingga. Para prajurit Blambangan segera memenjarakan Damarwulan di penjara Kadipaten Blambangan.

Ketika Damarwulan berada dalam penjara, diam-diam dua istri Menakjingga, Dewi Wahita dan Dewi Puyengan mendatanginya. Mereka berdua sebenarnya sangat membenci suami mereka. Kepada Damarwulan mereka memberi tahu rahasia kelemahan Adipati Menakjingga adalah pada pusaka Gada Wesi Kuningnya. Mereka  berjanji akan membantu Damarwulan untuk mencuri Gada Wesi Kuning tersebut dengan harapan Damarwulan bisa melenyapkan Adipati Menanjingga yang kejam itu.

Dengan segala cara dan strategi, Dewi Wahita dan Dewi Puyengan akhirnya berhasil mencuri Gada Wesi Kuning, dan segera menyerahkan pusaka tersebut kepada Damarwulan. Setelah mengucapkan terimakasih, Damarwulan segera keluar dari penjara, dan kembali menantang Adipati Menakjingga untuk perang tanding.

Adipati Menakjingga heran, gimana caranya Damarwulan bisa lolos dari dari penjara? Ia juga kaget bukan main ketika Gada Wesi Kuning pusakanya berada di tangan Damarwulan. Begitu melihat Adipati Menakjingga keluar, Damarwulan segera menyerang Adipati Menakjingga dengan menggunakan Gada Wesi Kuningnya. Tapi dengan gesit Menakjingga menghindari serangan tersebut, dan langsung melakukan serangan balik. Damarwulan tak kalah gesit dalam menghindar. Perang tanding pun segera berlangsung seru. Akan tetapi, lama kelamaan, Adipati Menakjingga mulai kelelahan, hingga akhirnya sebuah hantaman Gada Wesi Kuning di pundaknya membuat ia jatuh terkapar tanpa daya. Klepek-klepek, lalu tewas. Damarwulan segera teringat pesan Ratu Ayu Kencana Wungu. Kepala Menakjingga segera ia penggal untuk dijadikan bukti. Kepala segera dibungkus kain, lalu Damarwulan berangkat ke Majapahit.

Dalam perjalanan menuju Majapahit, Damarwulan tidak menyadari kalau dirinya diikuti oleh dua orang, anak Patih Logender yang selama ini diam-diam mengikutinya. Dua anak Patih Logender tersebut adalah Layang Seta dan Layang Kumitir. Mengetahui kalau Damarwulan telah berhasil membunuh Menakjingga, mereka berdua berniat untuk merebut kepala Menakjingga dari tangan Damarwulan dengan harapan akan bisa mendapatkan hadiah dari Ratu Ayu Kencana Wungu. Di tengah perjalanan menuju Majapahit, mereka berdua secara tiba-tiba menyerang Damarwulan. Terjadilah pertarungan sengit, dua lawan satu. Setelah bertarung sekian lamanya, Damarwulan terkecoh. Layang Seta dan Layang Kumitir berhasil merebut bungkusan yang berisi kepala Menakjingga. Keduanya segera pergi meninggalkan Damarwulan.

Sesampainya di istana Majapahit, Layang Seta dan Layang Kumitir segera menyerahkan bungkusan kepala Menakjingga kepada Ratu Ayu Kencana Wungu. Mereka mengatakan kalau mereka telah berhasil membunuh Adipati Menakjingga.

Tidak seberapa lama kemudian, datanglah Damarwulan. Ia melapor pada Ratu Ayu Kencana Wungu bahwa ia telah berhasil memenggal kepala Menakjingga, akan tetapi di tengah jalan kepala Menakjingga telah dirampas oleh Layang Seta dan Layang Kumitir. Kedua kakak beradik itu menyanggah laporan Damarwulan, maka terjadilah keributan di antara mereka bertiga. Ratu Ayu berusaha menengahi perselisihan, katanya: “Untuk membuktikan siapa yang benar di antara kalian bertiga, selesaikanlah secara kesatria. Bertarunglah kalian. Siapa yang menang maka dialah yang benar-benar telah membunuh Adipati Menakjingga.”

Maka, diadakanlah perang tanding antara Damarwulan melawan kakak beradik Layang Seta dan Layang Kumitir di alun-alun istana. Setelah sekian lama bertarung, Layang Seta dan Layang Kumitir nampak kewalahan. Damarwulan kali ini benar-benar memperlihatkan kesaktiannya. Akhirnya kakak beradik Layang Seta dan Layang Kumitir mengaku kalah. Mereka juga akhirnya mau mengakui bahwa Damarwulanlah yang  telah membunuh Adipati Menakjingga. Mereka juga memohon ampun pada Ratu Ayu karena telah berani berbohong.

Mendengar pengakuan kedua kakak beradik tersebut, Ratu Ayu Kencana Wungu segera memerintahkan para prajuritnya untuk menangkap dan memenjarakan Layang Seta dan Layang Kumitir. Ratu sangat marah, juga tersinggung, karena mereka berdua berani membohonginya. Sedangkan untuk Damarwulan, Ratu Ayu Kencana Wungu memberikan hadiah dengan mempersilahkan Damarwulan menikahinya. Tidak lama kemudian dilangsungkan pernikahan besar-besaran antara Ratu Ayu Kencana Wungu dengan Damarwulan. Seluruh rakyat Majapahit menyambut gembira pernikahan ini. Karena mereka sudah mendengar beritanya kalau Damarwulan adalah pemuda sakti mandraguna yang telah mengalahkan Adipati Menakjingga yang terkenal kejam itu. Damarwulan sudah berjasa besar bagi Kerajaan Majapahit.

***

Dapoer Sastra Tjisaoek, Mei 2020
Diceritakan kembali oleh: Abah Yoyok

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *