Dikisahkan pada mulanya ada seseorang kesatria yang gagah perkasa dengan nama Kamandaka ia memiliki nama asli Raden Banyak Cakra. Kamandaka atau Raden Banyak Cakra merupakan anak pertama dari Prabu Siliwangi yang merupakan raja di kerajaan Pajajaran. Setelah lama menjadi raja di kerajaan Padjajaran akhirnya Prabu Siliwangi ingin mewariskan tahta kerajaan sebagai raja kepada anak-anaknya yang memenuhi kriteria yang sudah dibuat oleh Prabu Siliwangi. Mengingat usia Prabu Siliwangi yang sudah tidak muda lagi maka Prabu Siliwangi mengambil keputusan untuk mewariskan tahta kerajaan sebagai raja kepada salah satu anaknya. Syarat untuk menggantikan posisi raja di kerajaan Padjajaran adalah harus sudah mempunyai calon istri.

Pada suatu hari Prabu Siliwangi mengumpulkan anak-anaknya di ruangan yang biasa digunakan untuk rapat. Anak-anak Prabu Siliwangi datang satu persatu kemudian dipersilakan untuk duduk. Raja berkata kepada anak-anaknya.

“Anak-anakku umur ayah sudah tidak muda lagi, ayah ingin mewariskan kerajaan ini kepada salah satu di antara kalian bertiga. Tetapi sebelumnya kalian harus sudah mempunyai calon istri.” Ayah ingin bertanya kepada Raden Banyak Cakra sebagai anak sulung di kerajaan ini, apakah kamu  yang sudah mempunyai calon istri?

“ Maaf ayahanda, saya sebelum mempunyai calon istri karena saya ingin memiliki istri yang sifat dan kepribadiannya sama seperti ibu.”

“Apa? Jika kamu ingin memiliki istri seperti ibu itu akan sulit karena sifat dan kepribadian seseorang tidak sama. Akan tetapi jika kamu ingin mencari istri yang seperti itu maka keluarlah kamu dari kerajaan ini dan carilah istri yang kamu inginkan.”

Selesai berbicara dengan raja, Raden Banyak Cakra akhirnya menuruti perintah ayahnya untuk keluar dari istana untuk mencari calon istri seperti yang diinginkan. Dirinya merasa yakin bahwa ia akan bertemu dengan perempuan yang sifat dan kepribadiannya sama seperti ibunya. Raden Banyak Cakra memutuskan untuk pergi dari istana pada besok pagi.

Keesokan paginya Raden Banyak Cakra memutuskan untuk pergi dari istana. Raden Banyak Cakra memilih pergi di pagi hari karena untuk menghindari rakyat sebab ia tidak mau diketahui oleh rakyat bahwa ia keluar dari istana. Dengan keluarnya Raden Banyak Cakra dari istana untuk mencari calon istri maka ia memilih untuk menyamarkan namanya menjadi Kamandaka. Ia mengganti namanya agar ia bisa bebas mengembara untuk mencari calon istri yang tulus mencintainya tanpa memandang bahwa ia adalah seorang pewaris tahta kerajaan. Raden Banyak Cakra keluar istana dengan para pengawal yang juga menyamar sebagai rakyat biasa.

Para pengawal dengan setia menemani Raden Banyak Cakra untuk berkelana mencari calon istri hingga berbulan-bulan. Setelah pergi berbulan-bulan, Raden banyak Cakra ditanyai oleh pengawalnya bahwa ia akan pergi ke mana.

Pengawal: “Mohon maaf Raden setelah kita berkelana kesana kemari sebenarnya ke mana tujuan Raden untuk mencari istri?”

Raden: “Jika kalian merasa lelah maka istirahatlah kita sudah berjalan lama.”

Pengawal: “ Baik Raden”

Karena melihat pengawalnya yang sudah kelelahan maka Raden Banyak Cakra memerintahkan untuk pengawalnya beristirahat. Ia yang merasa lelah juga duduk di sebuah tempat yang nyaman dengan semilir angin yang menyejukkan sehingga tempat persinggahan tersebut diberi nama Kesegeran. Kesegeran artinya tempat yang segar. Setelah merasa sudah tidak merasa lelah ia memerintahkan para pengawalnya untuk melanjutkan perjalanan. Raden Banyak Cakra melanjutkan perjalanan dengan melewati semak-semak belukar dengan jalan tak tentu arah atau tlasaptlusup membuat jalan yang dilalui tersebut diberi nama Panusupan. Berbulan-bulan sudah Banyak Cakra mencari calon istri ini membuat Prabu Siliwangi merasa khawatir.

“Mengapa Banyak Cakra belum kembali ini sudah lama apakah terjadi sesuatu pada Banyak Cakra.”

Untuk mengetahui keberadaan Banyak Cakra maka Raja memerintahkan adik Raden Banyak Cakra yaitu Raden Banyak Ngampar untuk mencari kakaknya tersebut. Untuk menutupi identitasnya maka Raden Banyak Ngampar menyamar menjadi rakyat biasa yang berganti nama menjadi Silihwarni. Di sisi lain Kamandaka diangkat sebagai anak oleh Patih Reksanata yang tidak mempunyai anak.

Secara tidak sengaja Kamandaka bertemu dengan Dewi Ciptarasa, anak dari Patih Kandhaha. Keduanya saling jatuh cinta akan tetapi hubungan mereka ditentang karena perbedaan kasta antara keduanya. Patih Kandhaha tidak mengetahui Penyamaran Raden Banyak Cakra sebagai rakyat biasa sehingga merasa tidak sebanding dengan Dewi Ciptarasa. Akhirnya Patih Kandhaha menyuruh Patih Reksanata untuk membunuh Kamandaka. Patih Reksanata meminta Raden Kamandaka untuk melarikan diri dari para prajurit adipati.

Setelah Kamandaka dikira sudah mati ternyata tidak benar hal ini membuat Patih marah sehingga  Patih Kandhaha mengadakan sayembara untuk menangkap Raden Kamandaka. Silihwarni yang mendengar sayembara tersebut mengikuti sayembara tersebut. Silihwarni tidak mengetahui bahwa Kamandaka merupakan kakaknya yaitu Raden Banyak Cakra. Hal ini terjadi karena penyamaran yang dilakukan oleh kakak beradik tersebut. Setelah menyanggupi untuk mengikuti sayembara maka pergilah Silihwarni untuk mencari Kamandaka hingga akhirnya bertemu dengan Kamandaka hingga terjadi perkelahian hebat akan tetapi keduanya tidak mudah dikalahkan. Perang tanding terjadi dari pagi hingga sore tiada henti, ilmu yang digunakan sama kuatnya karena kekuatan yang digunakan berasal dari guru yang sama sehingga perang tanding dilanjutkan esok karena tenaga yang sudah terkuras habis.

Akibat perang tanding tersebut perut samping Kamandaka terluka. Reksajaya yang melihat luka yang semakin parah berniat untuk mengobati akan tetapi tidak sempat karena dikejar-kejar oleh para prajurit adipati sehingga tempat yang disinggahi tersebut diberi nama Kober. Kamandaka melanjutkan perjalanan dengan melewati jalan trobosan hutan dan semak belukar. Jalan trobosan tersebut diberi nama Bobosan. Nama tersebut diambil dari kata ‘trobosan’ yang akhir-akhir lebih mudah diucapkan dengan nama desa Bobosan.  Di Desa Bobosan terdapat jalan yang bernama Jalan Kamandaka yang pernah dilewati oleh Raden Kamandaka. Jalan Kamandaka juga terkenal dengan pasukan kera yang dahulu Raden Kamandaka merupakan jelmaan kera guna bisa mendekatkan Dewi Ciptarasa. Itulah sejarah desa Kober dan Bobosan yang sebenarnya masih banyak sejarah desa-desa di Banyumas akan tetapi desa Kober dan Bobosan merupakan desa yang paling berdekatan.

*Cerita ini berasal dari Desa Kober, Purwokerto Barat, Banyumas, Jawa Tengah Dan Desa Bobosan, Purwokerto Utara, Banyumas, Jawa Tengah

Amalia Nur Fadhilah, lahir di Purwokerto, Banyumas 22 Januari 2001. Mahasiswi Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Saya berdomisili di Desa Kober RT 05 RW 05, Kec. Purwokerto Barat, Kab. Banyumas. Karya yang sudah diterbitkan esai tentang “Pentingnya Peran Pendidik Dalam Menstop Kasus Bullying di Sekolah.”Sejumlah karya puisi yang berjudul: Joglo Lambaian Rindu, Tarian Rakyat, Peninggalan Yang Terkenang, September Menoreh luka  lain-lain.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *