Hallo teman-teman pegiat literasi! kami ingin berbagi informasi terkait tentang ISBN. Apa itu ISBN?

ISBN (International Standard Book Number) adalah deretan angka 13 digit sebagai pemberi identifikasi unik secara internasional terhadap satu buku maupun produk seperti buku yang diterbitkan oleh penerbit. Setiap nomor memberikan identifikasi unik untuk setiap terbitan buku dari setiap penerbit, sehingga keunikan tersebut memungkinkan pemasaran produk yang lebih efisien bagi toko buku, perpustakaan, universitas maupun distributor.

ISBN diberikan oleh Badan Internasional ISBN yang berkedudukan di London. Perpustakaan Nasional RI merupakan Badan Nasional ISBN yang berhak memberikan ISBN kepada penerbit yang berada di wilayah Indonesia dan KDT (Katalog Dalam Terbitan).

Terkait dengan hal itu, ISBN lebih berfokus kepada buku yang diterbitkan di toko buku atau paling tidak dicetak dengan jumlah banyak untuk didistribusikan dan disebarluaskan. Bagi penulis yang hanya menerbitkan buku sendiri, atau hanya untuk kepentingan sekolah, kampus, dan organisasi atau komunitas, saat ini pihak perpusnas belum bisa mengeluarkan ISBN. Karena fungsi ISBN yang dinilai tidak tepat di dalam koridornya sebagai identitas buku yang jangkauannya luas.

Bermula dari teguran kepada Perpusnas dari Badan Internasional ISBN di London. Produksi judul buku di Indonesia dianggap tidak wajar dalam beberapa tahun terakhir. Tahun 2020 saat pandemi mulai melanda, buku yang diberi ISBN mencapai 144.793 judul, sedangkan tahun 2021 mencapai 63.398 judul.

Perlu diketahui Indonesia mendapatkan nomor khas blok ISBN adalah 978-623 dengan jatah ISBN sebanyak 1 juta ISBN. Diperkirakan nomor itu akan habis dalam rentang waktu lebih dari 10 tahun. Beberapa negara menghabiskan angka 1 juta itu lebih dari 15 tahun, bahkan 20 tahun.

Alokasi 1 juta nomor itu diberikan kepada Indonesia terakhir tahun 2018, tetapi tahun 2022 pemberian ISBN sudah membengkak lebih dari 50% mencapai 623.000 judul. Bayangkan hanya tersisa 377.000 nomor lagi. Jika rata-rata Indonesia menerbitkan 67.340 judul buku per tahun (sebagaimana data Perpusnas RI, 2021), nomor itu akan tersisa sekira untuk enam tahun lagi.

Ada beberapa point yang diutarakan oleh IKAPI tentang persoalan ISBN, berikut penjelasannya.

Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) telah berkomunikasi dengan Kepala Pusat Bibliografi dan Pengolahan Bahan Perpustakaan Perpusnas, Bpk. Suharyanto, S.Sos, M.Hum, terkait dengan pemblokiran akun penerbit untuk pendaftaran ISBN maupun kelambatan proses pendaftaran ISBN. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk memahami persoalan ini sekaligus mengambil langkah mitigasinya. Mohon dibaca dengan cermat.

  1. Terjadi lonjakan ISBN dalam kurun lima tahun terakhir ini, tercatat sebanyak 76.048 pada 2017, 95.852 (2018), 123.227 (2019), 144.793 (2020), dan 159.330 (2021). Bahkan pada tahun ini, hanya dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan, sudah tercatat lebih dari 50 ribu ISBN. Perpustakaan Nasional (Perpusnas) menyadari lonjakan tersebut tidak dapat menjadi alasan untuk kelambatan karena Perpusnas telah memiliki standardisasi bahwa satu judul harus selesai dalam waktu tiga hari.
  2. Perpusnas mencatat banyak kasus pembatalan pemakaian ISBN oleh penerbit serta penggunaan yang amat sedikit atas blok ISBN, misalnya dari jatah 10 judul pada satu blok ISBN, hanya terpakai 2-3 saja. Atas kasus-kasus tersebut, Perpusnas menerima teguran dari pengelola ISBN internasional. Mereka menahan pemberian blok ISBN baru sampai dengan penataan dilakukan kepada para penerbit yang membatalkan penggunaan ISBN atau institusi yang hanya menggunakan 2-3 judul dari 10 yang diberikan pada blok ISBN. Salah satu solusi, Perpusnas kemudian memecah satu blok ISBN untuk tiga penerbit, masing-masing mendapatkan jatah 3-4 judul. Kebijakan ini hanya untuk penerbit pemula.
  3. Perpusnas juga menemukan pelanggaran penggunaan ISBN berupa pergantian judul oleh penerbit yang turut menjadi catatan lembaga ISBN pusat dan turut berperan dalam lahirnya teguran dan sanksi.
  4. Perpusnas mencatat banyaknya institusi non-penerbitan, misalnya yayasan, yang hanya menghasilkan 1-2 judul untuk mendapatkan ISBN dalam kurun 5 tahun. Perpusnas mengambil langkah untuk memperketat, bahkan menyetop, pemberian ISBN kepada institusi semacam ini, serta kepada penerbit yang menurut pantauan mereka tidak menunjukkan perkembangan.
  5. Perpusnas mencatat banyak penerbit yang hanya mencetak sekitar 5 eksemplar buku per judul untuk kepentingan para penulis, misalnya agar karya tulis mereka diakui negara.
  6. Salah satu penyebab terjadinya ledakan pemblokiran adalah perubahan kewajiban minimal serah simpan dari 50 persen plus 1 judul (sesuai Perka Perpusnas yang tersurat dalam situs Perpusnas) menjadi 75 persen plus 1 judul. Perpusnas menekankan bahwa kewajiban sesuai UU sesungguhnya adalah 100 persen. Namun, Perpusnas tidak akan menggunakan pola 50 persen maupun 75 persen itu lagi untuk memblokir akun penerbit. Ketentuan baru akan dikomunikasikan kepada penerbit dan Ikapi.
  7. Perpusnas juga mengetahui adanya kewajiban mencantumkan ISBN pada buku-buku yang didaftarkan untuk mendapatkan penilaian di Pusat Perbukuan (Pusbuk) Kemendikbud dan Puslitbang Lektur Kemenag sebagai buku teks maupun nonteks di sekiolah/madrasah. Tingkat ketidaklulusan penerbit dalam penilaian tersebut cukup tinggi, berkisar 80 persen, sehingga banyak ISBN tak terpakai karena buku yang tak lulus penilaian tersebut batal terbit. Perpusnas sudah berkomunikasi dengan kepala Pusat Perbukuan maupun kepala Puslitbang Lektur dan menyatakan tidak lagi mengeluarkan ISBN bagi keperluan penilaian tersebut dan hanya memberikan ISBN bagi buku yang sudah pasti diterbitkan.
  8. Kepala Perpusnas telah mendiskusikan kesulitan penerbit terkait ISBN dengan Kepala Pusat Bibliografi pada Jumat 11 Maret 2022. Perpusnas berkomitmen untuk menjaga kelangsungan usaha penerbit-penerbit profesional yang tergabung dalam Ikapi dan memberikan solusi terkait keterlambatan ISBN maupun pemblokiran.
  9. Perpusnas akan membuat form untuk anggota Ikapi yang berisi pernyataan bahwa penerbit akan memenuhi ketentuan serah simpan sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam. Penerbit yang telah menandatangani pernyataan dengan meterai Rp 10 ribu tersebut akan dibebaskan dari pemblokiran. Untuk selanjutnya, penerbit diminta melunasi kewajiban serah simpan atas buku-buku sesuai judul yang tercatat di Perpusnas.
  10. Perpusnas akan memberikan keterangan resmi terkait ISBN ini pada Senin 14 Maret 2022 sekaligus mengedarkan form kesediaan penerbit untuk mematuhi ketentuan serah simpan agar pemblokiran dapat diakhiri.

Dengan adanya pembatasan ini, mungkin QRCBN bisa menjadi solusi. Lalu apa itu QRCBN?

QRCBN Adalah Aplikasi pengidentifikasi Buku dengan teknologi terbaru dengan QR Code, dimana hasil pindainya akan menampilkan lebih banyak informasi tentang buku yang sudah diterbitkan. Layanan QRCBN sepenuhnya Gratis. Setiap Buku yang terbit akan memiliki Nomor Identifikasi yang Berbeda. QRCBN Menerbitkan QR Code Identifikasi Buku Untuk Perusahaan Penerbitan atau Self Publishing.

Mengapa harus QRCBN?

  1. Bagi teman-teman penulis yang hanya menjual buku dengan jumlah sedikit atau hanya dikonsumsi untuk kalangan tertentu, QRCBN adalah solusi terbaiknya. Karena ISBN saat ini sudah tidak mengeluarkan barcodenya untuk penerbitan buku dalam jumlah yang terbatas.
  2. Proses ISBN membutuhkan waktu yang lama. bisa 2 minggu bahkan saat ini sampai 2 bulan lamanya. dan kemungkinan tidak akan keluar lagi. Sementara itu, proses QRCBN hanya diperlukan waktu sehari bisa langsung mulai proses cetak. Jadi lebih praktis dan gak pake lama tentunya.
  3. ISBN dan QRCBN sama-sama legal, dapat dipindai, mempunyai fungsi yang sama yakni sebagai identitas buku. Di dalam keduanya memiliki sejumlah informasi berupa cover, penulis, judul buku, sinopsis, jumlah buku dan tahun terbit. namun QRCBN lebih modern karena sudah bisa dipindai lewat gawai. Penggunaannya sangat mudah tinggal scan barcodenya langsung muncul identitas buku. yang paling kerennya bisa langsung bayar atau beli sesuai dengan link yang terdapat di QRCBN tersebut. Jadi lebih mudah untuk melakukan transaksi. bisa diakses di mana pun dan kapan pun tidak perlu harus lewat toko buku.
  4. Dengan adanya QRCBN justru akan meningkatkan semangat menulis, mempermudah proses kreatif, mempercepat distribusi atau penerimaan karya dari penulis ke pembaca. Tidak lagi takut akan keterlabatan cetak dikarenakan tunggu ISBN turun. Langsung terbit, langsung cetak, langsung bisa dinikmati oleh banyak pembaca!

Dengan adanya permasalahan ini perlu sekiranya ada solusi yang terbaik, satu di antaranya perpusnas tidak harus bergantung pada ISBN, sebagai negara maju, perpusnas sudah saatnya berani membuat nomor standar buku sendiri agar tidak ketergantungan pada ISBN. (22/4/22, dikutip dari berbagai sumber)

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *