STRATEGI KONSEPTUAL

MEMBANGUN KOTA INDUSTRI BUDAYA

oleh

Ir. Izhar Chaidir, MA

Pendahuluan

Sejak dahulu kala Jakarta adalah sebuah kota yang tumbuh bukan diakibatkan karena pertumbuhan pedesaan seperti kegiatan-kegiatan pertanian ataupun tambak-tambak ikan, namun Kota Jakarta tumbuh berasal dari fungsinya yang melayani kepentingan perdagangan antar pulau, melayani para pelaut atau musafir yang perlu beristirahat serta mengisi perbekalan makanan dan air. Sebagai sebuah kota, dari sejak berdirinya hingga sekarang, Jakarta adalah sebuah tempat permukiman yang dihuni secara permanen, dengan warganya yang membentuk sebuah kesatuan hidup atau masyarakat yang besar dan kompleks. Ciri-ciri lain dari kota Jakarta, sama dengan ciri-ciri yang terdapat dalam kota manapun, yang merupakan pusat perkembangan dan penguasaan atas wilayah-wilayah yang ada di sekelilingnya, mempunyai corak kehidupan ekonomi yang menekankan pada usaha-usaha komersial dan jasa-jasa pelayanan serta industri, sistem-sistem pembagian kerja yang bukan semata-mata didasarkan atas perbedaan jenis kelamin dan umur tetapi menekankannya berdasarkan keahlian dan ketrampilan perorangan. Secara keseluruhan, ciri-ciri tersebut terdapat dalam kota Jakarta, dan arena kependudukannya pada masa kini adalah sebagai Ibukota Negara Indonesia, maka tingkat kompleksitas dari Jakarta berdasarkan ciri-ciri kotanya tersebut tampak lebih menonjol dibandingkan dengan kota-kota lainnya di Indonesia.

[iklan]

Dari perspektif sejarah, data yang lengkap mengenai perkembangan kota Jakarta adalah sejak Jakarta berada di bawah kekuasaan penjajahan Belanda. Jakarta menjadi pusat kekuasaan administrasi, politik, keamanan, ekonomi dan kebudayaan Belanda di kepulauan Nusantara. Kebudayaan dari bangsa yang menguasai wilayah atau Negara yang pusat kekuasaannya ada di Ibukota wilayah atau Ibukota Negara tersebut akan mendominasi kebudayaan dari Ibukota yang bersangkutan. Dalam zaman penjajahan Belanda, Kota Jakarta (Batavia) dibangun untuk kepentingan Belanda dan arena itu didisain tata ruangnya sesuai dengan ruang-ruang yang tersedia dalam Kota Batavia tersebut.

Corak masyarakat dan kebudayaan Kota Jakarta pada masa sekarang sebenarnya merupakan kelanjutan dari corak masyarakat dan kebudayaan Batavia di masa lampau, yaitu majemuk, penuh kontras dan kebudayaan umum atau pasar dalam kehidupan sehari-hari. Kalau di masa lampau terdapat kebudayaan-kebudayaan etnik yang bahkan lebih kompleks coraknya daripada yang ada dalam zaman Hindia Belanda, begitu juga halnya dengan kebudayaan umum yang ada di Kota Jakarta.

Pada masa kini di Jakarta, dimana ekonomi yang kapitalistik dan berorientasi pasar menjadi bagian utama dari kehidupan perkotaan, semua sumber daya alamiah maupun buatan ditransformasikan menjadi modal untuk berbagai kegiatan bisnis dan perdagangan. Penggolongan sosial secara vertikal, berdasarkan atas kemajuan ekonomi dan model acuan kehidupan ekonomi di Jakarta, menjadi lebih kompleks dan tajam daripada sebelumnya. Komersialisasi seni tradisi karena tuntutan ekonomi telah menjadi suatu realitas di masyarakat. Penanganan komersialisasi seni tradisi dengan baik berpotensi membawa dampak positif bagi seni tradisi yang menjadi komoditas itu sendiri maupun para pihak-pihak yang terkait.

Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia disamping sebagai pusat kegiatan Pemerintahan, perdagangan dan jasa, pariwisata dan kebudayaan juga sekaligus merupakan pintu gerbang keluar masuknya nilai-nilai budaya dari berbagai penjuru dunia yang merupakan suatu wadah berinteraksinya dari berbagai aspek sosial budaya masyarakat, baik yang bersifat lokal maupun nasional. Dengan demikian maka kota Jakarta memiliki kedudukan yang sangat potensial dan strategis baik dalam skala nasional, regional maupun internasional, sehingga untuk perencanaan kedepan kota Jakarta memerlukan perencanaan yang komprehensif, berintegrasi dan berkelanjutan yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah.

Raperda RTRW 2030

Di dalam Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dikatakan bahwa kewenangan pemerintah daerah provinsi dalam penyelenggaraan penataan ruang, salah satunya adalah pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi, dengan melaksanakan penetapan kawasan strategis provinsi, perencanaan tata ruang kawasan strategis provinsi, pemanfaatan, dan pengendalian ruang kawasan strategis provinsi.

Beberapa strategi dari pengembangan Raperda 2030 adalah Mendorong pengembangan kawasan pusat perkantoran, perdagangan, jasa, ekonomi kreatif dan pariwisata yang berfungsi dalam skala regional, nasional dan internasional dan Meningkatkan keterkaitan antar kawasan baik keterkaitan visual, struktural dan kolektif.

Penetapan kawasan strategis provinsi dan pada setiap jenjang wilayah administratif didasarkan pada pengaruh yang sangat penting terhadap kedaulatan negara, pertahanan, keamanan, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk kawasan yang ditetapkan sebagai warisan dunia. Pengembangan kawasan strategis ditetapkan berdasarkan besar dan strategisnya kontribusi yang diberikan dalam pembangunan kota untuk mewujudkan Kota Jakarta sebagai kota jasa internasional.

Berdasarkan fungsi, penetapan dan kriteria tersebut diatas, Kawasan Strategis Provinsi DKI Jakarta ditetapkan kedalam 4 (empat) kategori, antara lain :

  1. Kawasan Strategis Provinsi untuk Kepentingan Ekonomi. Terutama untuk pengembangan kegiatan perdagangan /jasa dan campuran berintensitas tinggi untuk skala pelayanan nasional dan internasional.
  2. Kawasan Strategis Provinsi untuk Kepentingan Lingkungan. Pengembangan yang dilakukan berdasarkan atas fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
  3. Kawasan Strategis Provinsi untuk Kepentingan Sosial-Budaya. Dengan memprioritaskan kualitas sosial budaya di wilayah DKI Jakarta.
  4. Kawasan Strategis Pantai Utara (Pantura). Pengembangan kawasan strategis Pantura yang merupakan kawasan strategis untuk kepentingan ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya.

Rencana pengembangan Kawasan Strategis Provinsi Untuk Kepentingan Sosial-Budaya, ditetapkan pada lokasi: Kawasan Kota Tua, Kawasan Menteng dan Kawasan Taman Ismail Marzuki (TIM).

Arahan pengembangan kawasan strategis provinsi untuk kepentingan sosial-budaya , meliputi:

  1. Pengembangan kawasan strategis sebagai pusat wisata budaya-sejarah dengan meningkatkan dan mengembangkan sistem pencapaian pejalan kaki, moda transportasi dan meningkatkan nilai ekonomis bangunan serta dapat mengakomodir kepentingan pendidikan, penelitian, dokumentasi;
  2. Peningkatan kawasan terbuka hijau sebagai unsur utama ruang;
  3. Membatasi perubahan fungsi kawasan perumahan dan permukiman sekaligus melestarikan lingkungannya;
  4. Melestarikan dan menata fungsi-fungsi bersejarah dan budaya untuk mendukung kegiatan perdagangan jasa dan pariwisata dengan pengaturan dan penataan lalu lintas beserta pedestrian yang lebih nyaman; dan
  5. Merelokasi kegiatan yang tidak sesuai dan tidak komplementer dengan tujuan pelestarian.

Sehubungan dengan kebutuhan ruang yang sangat tinggi dan harga lahan di Jakarta yang kian hari semakin naik karena peningkatan kebutuhan penduduk akan tetapi lahan yang tersedia tetap atau tidak mengalami pertambahan. Hal ini memuculkan ide untuk mengoptimalisasi lahan secara maksimal di tengah kota yang padat dengan tetap memiliki ruang-ruang hijau atau ruang publik yang besar. Kota Jakarta merupakan kota yang memiliki beragam fungsi seperti fungsi pemerintahan, perdagangan, hunian, pendidikan dan sebagainya sehinga diperlukan bangunan-bangunan dengan peruntukan mixed-used dalam suatu kawasan di wilayah DKI Jakarta.

Jakarta Super Development

Pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta selama enam tahun terakhir (2001- 2007) tumbuh stabil di level 6,04%. Pertumbuhan tersebut ditopang oleh berkembangnya sentra-sentra bisnis dan perdagangan bertaraf internasional di seluruh Jakarta. Untuk lebih membuka peluang bisnis dan investasi strategi pembangunan Jakarta diarahkan sebagai “financial center” di Indonesia. Hal itu didukung dengan terbentuknya pusat-pusat keuangan di kawasan segitiga emas yaitu Sudirman, Thamrin dan Kuningan.

Pada awal tahun 90-an mulai marak dibangun pusat-pusat perbelanjaan (shopping centre) yang kemudian seiring dengan perkembangannya dipadukan dengan konsep hiburan (entertainment), yang selanjutnya memicu perkembangan mall dengan berbagai konsep-konsep yang berbeda. Terlihat perkembangan ketertarikan konsumen akan tempat-tempat hang-out lebih diminati daripada sekedar tempat belanja.

Trend dalam pengembangan bangunan tinggi adalah Dominan karena meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang mendorong kompleksnya pembangunan kota, multi guna / mixed use akibat konsentrasi kegiatan yang semakin tinggi di suatu tempat atau bagian kota sehingga menimbulkan konsep pembangunan dalam bentuk superblock, menjadi tengaran / landmark untuk mempermudah pergerakan / memperlancar sistem sirkulasi sehingga kehidupan kota lebih efisien dan intervensi kecanggihan teknologi.

Konsepnya adalah keseimbangan ruang dan daya dukung lingkungan yang ada (super & sustainable development) ditunjang dengan petunjuk pelaksanaan operasional pelayanan terhadap pengarahan pola intensitas bangunan, daerah perencanaan, KDB, KLB & ketinggian bangunan.

Tujuan dari pengembangan super development adalah memecahkan masalah pengembangan kawasan/bagian wilayah kota dalam skala tertentu, dikaitkan dengan kurangnya prasarana dan sarana yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan kota  serta mendorong pembangunan DKI Jakarta secara menyeluruh, karena perencanaannya terpadu dan tidak terlepas dari sistem serta struktur wilayah Kota Jakarta.

Upaya tindak lanjut dari konsep super development adalah adanya perangkat kendali berupa panduan rancang kota (UDGL) untuk memantau proses pembangunan superblock, pengembangan peraturan dan perangkat hukum yang lebih efektif dalam mengurangi potensi dampak negatif dari super development, termasuk pengaturan kewajiban pengembangan super development yang lebih memberikan kontribusi positif pada lingkungan setempat, pengembangan peraturan dan perangkat hukum yang mengatur masalah pembebasan tanah, agar pembangunan super development dapat lebih efisien dan efektif, dengan luasan minimal tertentu dan tidak bersifat sporadic dan pemberian insentif dalam rangka mendorong pengembangan super development, khususnya pada lokasi-lokasi yang diarahkan dalam rencana tata ruang (mengembangkan konsep TOD), mengingat semakin terbatasnya lahan.

Dalam panduan rancang kota diperlukan kajian ataupun analisis yang komprehensif dan bersinergi dengan kepentingan ataupun kebutuhan fasilitas sosial dan fasilitas umum di wilayah tersebut. Namun untuk beberapa wilayah seperti kawasan pemugaran yang merupakan kawasan heritage (bangunan bersejarah) yang harus dilindungi, maka konsep-konsep pemugaran juga harus dijadikan dasar pertimbangan dalam pengembangan kawasan tersebut.

Kota Tua

Dinas Tata Ruang telah menyusun Rencana Induk Kota Tua dengan ruang lingkupnya meliputi kawasan yang dibatasi dalam daerah perencanaan seluas ± 846 Ha yang merupakan bagian dari beberapa wilayah kelurahan di Kota Administrasi Jakarta Utara dan Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Barat, yaitu: Kelurahan Tambora, Glodok, Jembatan Lima, Pekojan, Roa Malaka, Pinangsia, dan Penjaringan. Saat ini tercatat ada 284 bangunan bersejarah di sekitar kawasan Kota Tua.

Rencana Rencana Induk Kota Tua merupakan penjabaran dari Rencana Rinci Tata Ruang (RTRW) Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan peraturan tata ruang lain di atasnya, yang menjelaskan secara lebih rinci mengenai arahan pengembangan Kawasan Kota Tua sebagai bagian dari Wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Pembangunan Kawasan Kota Tua diarahkan dengan visi mewujudkan Kawasan Kota Tua sebagai kawasan tujuan wisata budaya yang mampu mengangkat nilai pelestarian dan memberikan manfaat ekonomi yang tinggi. Arahan perencanaan kawasan dibagi menjadi beberapa zona sesuai dengan karakter fisik dan latar belakang sejarah kawasan sehingga kawasan penataan dibagi menjadi Zona Inti dan lima zona penunjangnya.

Zona Inti adalah kawasan yang berada dalam Kawasan Kota Tua yang memiliki signifikasi kesejarahan yang tinggi namun memiliki desakan pertumbuhan ekonomi yang pesat sehingga memerlukan arahan pengembangan yang terpadu untuk mampu menjawab tantangan pembangunan tanpa mengabaikan aspek pelestarian kawasan bersejarah.

Zona Penunjang adalah kawasan sekitar Zona Inti yang masih memiliki kemiripan karakter dan berada pada daerah pengaruh Zona Inti, yang ditetapkan dalam upaya mendukung pengembangan tata ruang pada Kawasan Zona Inti Kawasan Kota Tua.

Zona 1 dengan konsep pengembangan revitalisasi wisata bahari, meliputi kawasan Kampung Luar Batang, Sunda Kelapa, Museum Bahari dan Pasar Ikan, serta Kampung Luar Batang. Pengembangan Zona 1 ini diarahkan sebagai kawasan yang memiliki karakter bahari yang kuat dengan fungsi sebagai pelabuhan tradisional, pusat wisata bahari dan pasar hasil tangkapan laut.

Zona 2 dengan konsep pengembangan preservasi dan revitalisasi Kota Lama, meliputi kawasan Roa Malaka, Kali Besar, Kampung Bandan, Fatahillah, Stasiun Kota dan Pintu kecil. Pengembangan Zona 2 ini diarahkan sebagai kawasan bersejarah yaitu sebagai pusat kota lama dengan fungsinya sebagai fungsi campuran, perkantoran, pusat wisata seni dan budaya, pendidikan, dan museum.

Zona 3 dengan konsep pengembangan preservasi lingkungan budaya etnis, meliputi kawasan Pasar Pagi, Pintu Besar Selatan, dan Pinangsia. Pengembangan Zona 3 ini diarahkan sebagai kawasan pelestarian pecinan dengan fungsinya sebagai pusat grosir dan retail, hunian, serta tujuan wisata belanja pecinan.

Zona 4 dengan konsep pengembangan revitalisasi kampung budaya etnis dan religius, meliputi kawasan Pekojan. Pengembangan Zona 4 ini diarahkan sebagai kawasan permukiman bagi seluruh golongan dan latar belakang etnis, dengan fungsinya sebagai fungsi hunian, campuran, komersial grosir, dan daerah tujuan wisata rohani.

Zona 5 dengan konsep pengembangan baru pusat bisnis Kota Tua, meliputi kawasan Jembatan Lima, Glodok dan Tambora. Pengembangan Zona 5 ini diarahkan sebagai pusat bisnis dengan fungsinya sebagai fungsi campuran, hunian, sentra bisnis dan kawasan yang memungkinkan sebagai penerima limpahan hak pengalihan pembangunan.

Sebagai upaya untuk mempertahankan karakter Kawasan Kota Tua sebagai kawasan bersejarah namun tetap adaptif terhadap tuntutan perkembangan ekonomi saat ini maka penataan bangunan di kawasan Kota Tua ini diarahkan sesuai dengan prinsip tata bangunan yaitu Pengendalian bentukan bangunan berupa massa, sosok dan ketinggian bangunan sesuai dengan pembatasan intensitas bangunan, menciptakan ruang-ruang bangunan sebagai ruang publik kota yang mampu memberikan karakter dan vitalitas pada kawasan dan melakukan penataan yang mampu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pejalan kaki.

Menteng

Menteng dirancang dan dibangun sebagai daerah pemukiman taman (twinstad) yang pertama di Indonesia dan meneruskan suasana Gambir lama yang sangat dipengaruhi pola kota asli Jawa. Rumah-rumah Menteng dirancang dalam gaya villa Belanda untuk iklim tropis dan ditempatkan dalam kebun yang cukup luas. Salah satu ciri khas Menteng adalah sebagian besar rumah induk berdiri sendiri, terpisah dari rumah tetangga. Rumah villa Menteng biasanya memanjang ke arah belakang. Hanya bijgebouwen/paviliun yang berdempet.

Berdasarkan pada SK Gubernur KDKI Jakarta No.DIV-6098/d/33/1975 tentang Penetapan Daerah Menteng Sebagai Lingkungan Pemugaran, Menteng ditetapkan sebagai kawasan Pemugaran yang dilindungi dan dilestarikan. Dalam rencana tata ruang, Menteng merupakan kawasan yang diperuntukan bagi pemukiman serta kawasan konservasi cagar budaya bagunan dan arsitektur. Untuk upaya konservasi, pemerintah telah menetapkan tiga kategori bangunan cagar budaya yang didasarkan pada nilai Sejarah umur, keaslian, kelangkaan, tenggeran/landmark dan arsitektur bangunan. Yaitu kategori A untuk bangunan yang tidak boleh di ubah dari bentuk aslinya.  Sementara katagori B adalah  bangunan yang boleh di bongkar tanpa merubah badan serta struktur utama dan  kategori C adalah bangunan yang boleh di ubah atau dibangun baru namun harus sesuai dengan pola lingkungan.

Saat ini, Pemerintah DKI Jakarta akan mengevaluasi tata ruang kawasan Menteng, Jakarta Pusat secara keseluruhan. Hal ini dilakukan karena banyak perubahan drastis yang melanda kawasan elit warga belanda tersebut. Evaluasi akan dilakukan pada bangunan yang tidak sesuai dengan karakter wilayah Menteng. Rencana evaluasi tercantum dalam evaluasi rencana umum tata ruang pada Raperda RTRW 2030. Salah satu poin penting dalam evaluasi kawasan Menteng adalah dengan melakukan aktualisasi. yaitu penataan ulang sesuai peruntukan dan sesuai kebutuhan masyarakat.

Cikini (Taman Ismail Marzuki)

Sejak tahun 1735, sebagai poros Timur – Barat, Kawasan Tanah Abang Kawasan Senen, dan Kawasan Cikini, berkembang sebagai poros perekonomian dan hingga saat ini, perkembangan Kawasan Cikini didominasi oleh fungsi-fungsi perdagangan jasa dan juga kegiatan yang menunjang kegiatan seni dan budaya. Aktivitas-aktivitas di kawasan ini pun semakin padat. Saat ini Kawasan Cikini telah berkembang dengan tumbuhnya beberapa tempat seperti: hotel, restoran, pasar barang-barang souvenir, stasiun kereta api, dan juga Bioskop Megaria yang merupakan sisa bangunan peninggalan masa lalu. Namun dari kesemua tempat tersebut, Taman Ismail Marzuki merupakan tempat yang paling ikonik di Kawasan Cikini dan menjadi magnet bagi perkembangan kawasan tersebut.

Semua jenis kegiatan yang telah berkembang di kawasan ini menjadi kekuatan dalam upaya mendorong pengembangan Kawasan Cikini dan sekitarnya. Namun kondisi kawasan yang saat ini cenderung kurang tertata dengan baik memerlukan penataan yang lebih spesifik. Terlebih lagi karena letaknya yang berbatasan dengan Kawasan Menteng yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Pemugaran menyebabkan perlunya penataan yang terintegrasi dengan penataan Kawasan Menteng sebagai kawasan pemugaran.

Sebagai salah satu kawasan yang memiliki lokasi yang strategis di Wilayah Jakarta Pusat, Kawasan Cikini telah ditetapkan dalam Raperda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi DKI Jakarta 2030 sebagai salah satu sistem pusat kegiatan Kota Administrasi Jakarta Pusat, yaitu sebagai pusat perdagangan kota dan pengembangan budaya serta kesenian. Selain itu juga ,menjadi kawasan strategis Kota Administrasi Jakarta Pusat dimana Kawasan Cikini dan Taman Ismail Marzuki ditetapkan sebagai kawasan pengembangan kesenian dan kebudayaan.

Untuk tetap menata dan mengoptimalisasikan fungsi Kawasan Cikini dan tetap mempertimbangkan kawasan tersebut sebagai kawasan historis, maka diperlukan perangkat pengendali pertumbuhan serta memberikan panduan terhadap wujud bangunan dan lingkungan pada suatu kawasan dalam bentuk Panduan Rancang Kota (Urban Design Guidelines /  UDGL).

Sebagai langkah awal, pada tahun 2010 ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Tata Ruang Provinsi DKI Jakarta melakukan kegiatan Penyusunan Panduan Rancang Kota Kawasan Cikini. Panduan Rancang Kota ini merupakan bentuk upaya untuk menghindari terjadinya bentuk pembangunan yang tidak dikehendaki dan untuk menciptakan lingkungan perkotaan terpadu, yang dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan serta kemampuan daya dukungnya sekaligus dapat meningkatkan kualitas fisik atau wajah kota.

Diharapkan dengan adanya Panduan Rancang Kota ini nantinya Kawasan Cikini dapat semakin berkembang sesuai dengan arahan rencana kota dan mampu menjadi salah satu daya tarik bagi Kota Jakarta.

Sasaran aktivitas seni budaya kawasan Cikini adalah menciptakan kawasan Cikini sebagai pusat seni budaya di Jakarta dengan tujuan membawa keluar aktivitas seni budaya di Taman Ismail Marzuki ke ruang publik di sekitarnya, sehingga menciptakan karakter kawasan baru bagi Cikini dan sekitarnya.

Konsep kawasan adalah membuka akses TIM menjadi lebih terbuka dengan pedestrian di sekitarnya dan menyediakan ruang-ruang ekspresi dan kreasi di sekitar TIM, khususnya di pedestrian sisi timur Cikini Raya serta menciptakan karakter streetscape bernuansa seni budaya di sekitar TIM.

Perkampungan Budaya Betawi di Situ Babakan

Seiring dengan pesatnya pembangunan dan pertumbuhan penduduk menyebabkan beban tugas disektor kebudayaan akan menjadi sangat kompleks dan dikhawatirkan lambat laun akan memusnahkan adat istiadat tradisional budaya warganya terutama masyarakat Betawi sebagai inti warga Jakarta. Perkampungan Budaya Betawi seluas 289 Ha adalah program pembangunan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (dedicated program Gubernur) dalam rangka memenuhi amanat UUD 1945 (Pasal 28 ayat 2 b) dan Undang-Undang No. 29/2007- Bab V/Pasal 26 ayat 6, yang isinya : “Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melestarikan dan mengembangkan budaya masyarakat Betawi serta melindungi berbagai budaya masyarakat daerah lainnya yang ada di daerah Provinsi DKI Jakarta”.

Untuk menunjang program pelestarian budaya Betawi dibutuhkan suatu tempat dimana didalamnya terdapat berbagai fasilitas untuk mempertunjukkan hasil budaya Betawi. Selain itu terdapat pula sarana pengembangan sehingga budaya Betawi tetap terjaga. Kebutuhan akan adanya fasilitas tersebut didasari fakta bahwa di Jakarta sendiri belum memiliki suatu tempat khusus yang ideal untuk mempertunjukkan hasil kebudayaan Betawi, dimana masyarakat dapat menikmati berbagai pertunjukkan kesenian Betawi sekaligus mempelajari nilai-nilai budaya Betawi. Definisi Perkampungan Budaya Betawi adalah Suatu tempat di Jakarta, dimana dapat ditemukan dan dinikmati kehidupan bernuansa Betawi berupa: komunitas Betawi, Keasrian Alam Betawi, Tradisi Betawi, Kebudayaan dan Materi yang merupakan sumber informasi dan dokumentasi kebetawian. Rencana pembagian zona Perkampungan Budaya Betawi adalah: Zona A Kesenian (3,2 ha), Zona B Rekreasi dan Hiburan (3700 m2) dan Zona C Tradisi, Adat Istiadat, dan Religi (Pulau 2,5 ha).

Pemukiman komunitas warga Betawi asli di Jakarta, oleh Pemerintah DKI Jakarta ditetapkan sebagai cagar budaya yang dilindungi dan dikembangkan kearah pelestarian budaya Betawi. Diharapkan dengan dipertahankannya komunitas Betawi di lingkungan cagar budaya, pelestarian budaya bisa berjalan dengan baik. Pusat Budaya dapat dimasukkan kedalam golongan wisata Budaya dimana wisata Budaya merupakan tempat wisata yang tidak hanya sekedar tempat untuk menyaksikan atau menikmati atraksi tetapi lebih dari itu. Pengunjung yang datang dimaksudkan untuk sekaligus mempelajari atau mengadakan penelitian terhadap hal-hal yang terdapat disana. Seniman-seniman mengadakan perjalanan wisata untuk memperkaya diri, menambah pengalaman dan mempertajam kemampuan penghayatan. Sehingga antara fasilitas Pusat Budaya dengan lingkungan sekitar harus saling mendukung agar terjadi konektivitas.

Berdasarkan pertimbangan lokasi Pusat Budaya, maka lokasi perencanaan dan perancangan Fasilitas Pusat Budaya berdasarkan Rencana Tata Ruang Kota DKI Jakarta adalah daerah Situ Babakan, Srengseng Sawah, Jakarta Selatan. Daerah Srengseng sawah, Jakarta Selatan termasuk kedalam Wilayah Pengembangan Selatan Selatan (WP-SS), dengan kebijakan untuk pengembangan permukiman secara terbatas dengan penerapan Koefisien Dasar Bangunan rendah untuk mempertahankan fungsinya sebagai kawasan resapan air. Kelurahan Srengseng Sawah termasuk kedalam zona pendidikan dan pengembangan budaya.-

Makalah ini diambil pada seminar akademi jakarta 2011

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *