Negri Bayu Muslimin dan Keunikannya

Sri Lima Ratna Ndari

Negri Indonesia adalah Negara yang subur dan kaya akan sumber daya alamnya, merupakan fakta yang tak bisa dibantah. Sumber daya alam yang dibarengi juga dengan sumber daya lokal masyarakatnya yang terkenal ramah dan dipenuhi tatakrama kesopanan. Hal yang tak banyak dimiliki oleh Negara-negara lain, meski mereka memiliki kekayaan alam yang mungkin sebanding atau bahkan melebihi Indonesia.

Potret keramah tamahan dan tata krama kesopanan ini sangat terlihat jelas di desa-desa, seperti di Nagori Negri Bayu Muslimin. Setiap 3 kali seminggu jika ada waktu senggang mereka melakukan gotong-royong di sekitar lingkungan mereka tinggal dengan membangun jalan di depan rumah mereka masing-masing. Bahan-bahan bangunan dan alat-alat yang diperlukan untuk pembangunan tersebut adalah hasil swadaya masyarakat, yaitu sumbangan sukarela bagi siapa yang mampu dan berkeinginan menyisihkan sebagian rezekinya tanpa paksaan.

[iklan]

Prinsip mereka adalah kebersamaan dalam memajukan kampung halaman. Tidak ada paksaan, namun tanpa pamrih. Jika salah satu masyarakat ada menyumbang semen, maka yang lain menyumbang pasir. Seterusnya ada yang menyumbang uang atau hanya tenaga, mereka memanfaatkannya sebaik-baiknya, dengan dasar percaya (amanah).

Kesopanan sikap mereka terlihat jelas jika ada orang lewat lalu lalang di depan mereka yang sedang bergotong-royong tersebut, mereka serta merta menghentikan pekerjaan mempersilahkan kendaraan yang mau lewat masuk atau keluar kampung. Tidak seperti lazimnya, kendaraan yang berhenti karena adanya pembangunan jalan. Tehnis pengerjaannya dengan membagi dua ruas jalan, sisi kanan dan kiri yang mana yang lebih dulu dikerjakan agar tidak menghambat arus lalu lalang kendaraan yang melintas.

negri bayu muslimin

Sederhana memang, tapi sangat berarti banyak buat kenyamanan dan kelancaran semuanya, baik pekerjaan maupun masyarakat yang mempergunakan jalan tersebut. Menurut mereka cara ini sudah mentradisi dari sejak orang-orang tua mereka, yaitu membangun kampung dengan cara gotong royong. Filosofi yang mereka anut adalah, kebersamaan dan kekompakan membangun kampung dapat memurahkan rezeki dan mendatangkan berkah yang berlimpah. Hal ini hampir dapat dikatakan benar adanya, tidak ada masyarakat yang berada sangat di bawah garis kemiskinan. Meskipun rumah-rumah mereka tidak mewah tapi mereka rata-rata memiliki anak yang bersekolah di kota hingga tingkat perguruan tinggi.

Penulis pernah bertanya iseng pada salah satu warga yang rumahnya saya kunjungi, tentang siapa orang-orang di dalam pigura yang mengenakan toga berjejer di sepanjang dinding dalam ruang tamu rumah tersebut? Jawab si empunya rumah, itu anak-anaknya.

Keunikan sebuah desa Negri Bayu Muslimin. Gotong royong yang sangat dijunjung tinggi, bukan sekedar membersihkan lingkungan sekitar tapi justru membangun dalam arti yang sebenarnya. Tanpa membahas soal peran pemerintah pusat ataupun daerah untuk membangun kampung mereka sendiri. Sebuah sikap yang tak menunggu-nunggu bantuan, yang terkesan hanya mengharap bantuan dari orang lain. Masyarakat di sini tidak mau demikian.

Sebenarnya ada keunikan lain dari desa ini selain kegotong royongannya, yaitu prudes atau hasil prioritas desa mereka. Opak ubi kayu. Tanaman ubi yang banyak ditanam masyarakat di pekarangan ataupun di ladang di sini dihargai lebih tinggi dari pabrik tapioka yang ada di kecamatan.  Jika pabrik di kecamatan hanya memnghargai Rp. 500-800  saja perkilo ubi, di pabrik opak milik desa ubi mereka dihargai Rp 1.200-1.500 per kilonya.

Pabrik pengolahan opak yang beroleh dana hibah dari BANK BRI mampu menggaji karyawan pengupas kulit ubi sebesar Rp. 60.000 per hari. Karyawan yang rata-rata adalah ibu rumah tangga sudah sangat terbantu kebutuhan pangan keluarganya dari mengambil upahan buruh kupas seperti ini. Sebagian yang lain menjadi buruh pengolah opak, di mana dalam satu kilo ubi dapat menghasilkan 4 ons opak dengan harga jual opak Rp. 7200/kilo mentah. Setiap hari mereka mampu memproduksi 1,5 ton opak mentah yang siap dipasarkan ke seluruh tempat.

Kendalanya yang muncul saat ini adalah permintaan opak hasil olahan mereka yang terkadang tidak sesuai, di mana produksi yang tinggi tidak sebanding dengan distribusi. Mereka berharap, pemerintah mau membantu mereka dalam hal pendistribusian opak hasil unggulan desa mereka.

negri bayu muslimin

Negri Bayu Muslimin, 8 Februari 2020

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *