Seren Taun

Seren Taun, adalah upacara adat panen padi yang sampai saat ini masih dilaksanakan setiap tahun oleh masyarakat tatar pasundan yang meliputi wilayah Jawa Barat dan Banten. Upacara ini konon kabarnya sudah dilaksanakan secara turun temurun sejak jaman kerajaan Pajajaran.

Istilah Seren Taun berasal dari kata bahasa Sunda. Seren artinya serah, seserahan atau menyerahkan. Taun artinya tahun.  Seren Taun bisa diartikan pelepasan tahun, mengandung makna serah terima tahun yang lalu kepada tahun yang akan datang. Pelaksanaan upacara Seren Taun merupakan ungkapan rasa syukur masyarakat tani kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala hasil pertanian yang sudah didapatkan pada tahun ini, dan berharap agar kiranya hasil pertanian mereka akan meningkat di tahun yang akan datang. Lebih spesifik lagi upacara Seren Taun adalah penyerahan hasil bumi berupa padi yang dihasilkan dalam tahun berjalan untuk disimpan ke dalam Lumbung yang dalam bahasa Sunda disebut Leuit.  Ada dua jenis Lumbung yang tersedia untuk menyimpan hasil panen padi, yaitu:

  1. Lumbung Utama atau Leuit Indung, digunakan sebagai tempat menyimpan padi yang dikelompokan menjadi pare ambu (padi ibu) yang ditutupi dengan kain warna putih dan pare abah (padi bapak) yang ditutupi dengan kain warna hitam.
  2. Lumbung Kecil atau Leuit leutik atau Leuit Pangiring, sebagai tempat penyimpanan padi yang tertampung di Lumbung Utama (Leuit Indung).

[iklan]

Padi yang tersimpan di Leuit Indung dan Leuit Leutik akan dijadikan bibit atau benih pada musim tanam yang akan datang.

Upacara Seren Tahun diselenggarakan sekitar tanggal 18-22 bulan Rayagung, bulan terakhir kalender Sunda yang mendekati awal tahun Saka. Rayagung dalam kalender Sunda identik dengan bulan Dzulhijah dalam kalender Hijriyah. Pada awalnya upacara ini dilaksanakan untuk menghormati Ni Pohaci Sanghyang Asri, Dewi Padi dalam kepercayaan masyarakat Sunda kuno.

Upacara Seren Taun yang sudah berjalan sejak jaman kerajaan Pajajaran ini, secara spesifik adalah merupakan acara penyerahan hasil bumi berupa padi yang dihasilkan dalam kurun waktu satu tahun untuk disimpan ke dalam lumbung. Padi dari sawah di bawa ke lumbung dengan menggunakan pikulan khusus yang disebut rengkong. Selain memiliki tujuan untuk bersyukur kepada Allah SWT, acara Seren Taun sampai saat ini tetap diselenggarakan dalam rangka memelihara dan menghormati adat istiadat warisan leluhur. Beberapa desa adat di Jawa Barat yang masih rutin menyelenggarakan acara Seren Tahun ini antar lain:

  • Desa Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.
  • Kasepuhan Banten Kidul, Desa Ciptagelar, Cisolok, Kabupaten Sukabumi
  • Desa adat Sindang Barang, Desa Pasir Eurih, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor
  • Desa Kanekes, Kabupaten Lebak, Banten
  • Kampung Naga Kabupaten Tasikmalaya

Rangkaian dalam ritual upacara SerenTahun pada setiap desa berbeda-beda, akan tetapi intinya adalah prosesi penyerahan hasil panen padi dari masyarakat kepada ketua adat. Padi kemudian dimasukkan ke dalam lumbung utama dan lumbung-lumbung pendamping. Pemimpin adat kemudian membagi-bagikan bibit padi (indung pare) kepada para pemimpin desa untuk kemudian ditanam kembali  pada musim tanam berikutnya.

Di beberapa desa adat, biasanya upacara diawali dengan mengambil air suci dari 7 sumber air yang dikeramatkan. Air dari tujuh sumber itu kemudian disatukan dalam satu tempat lalu didoakan dan dianggap air bertuah yang akan membawa berkah. Air yang sudah mengandung do’a tersebut kemudian diciprat-cipratkan kepada setiap yang hadir dalam upacara. Acara lalu dilanjutkan dengan sedekah kue. Warga yang hadir dalam upacara rebut mengambil kue yang tersedia di dongdang (pikulan) dan tampah. Kue yang didapat dari hasil rebutan dipercaya membawa berkah. Kemudian dilanjutkan dengan menyembelih kerbau, makan tumpeng bersama, dan disambung acara hiburan pada malam harinya.

Puncak Seren Taun biasanya dipusatkan di balai pertemuan Kabupaten dan dimulai sejak pagi hari pukul 08.00, diawali prosesi ngajayak (menyambut atau menjemput padi), lalu pembacaan doa oleh tokoh agama, dan dilanjut dengan hiburan kesenian tradisionil setempat. (AY)

sumber:
https://id.wikipedia.org
https://www.kompasiana.com
http://www.infobudaya.net

 

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *