Sastra Mengulas Kisah
Sastra selalu punya caranya sendiri untuk mengungkapkan…..
Detik berbisik kepada menit “mengapa aku begitu cepat “ hal yang sama dikatakan menit kepada jam, jam kepada hari, hari kepada minggu, minggu kepada bulan, bulan kepada tahun dan seterusnya. Namun dengan santai alur berkata” lantas, apa yang kalian permasalahkan? Terkait waktu kah? Apa kalian tidak memikirkan bagaimana alur, suasana, ekspresi, tema yang harus berubah secepat waktu yang kalian permasalahkan?“ dengan bijak sebuah buku berkata “ kita sama sama tak menyangka bahkan tak membayangkan apa yang sudah atau akan terjadi. Adanya kalian sebagai bagianku adalah anugerah, tanpa kalian tak akan ada kisah. Kita tercipta dengan takdir yang sudah digariskan oleh maha penentu takdir, ada kalanya aku ingin menjadi seperti kalian begitu pun kalian kepada ku.”
Dunia ini terlalu sempit untuk mengulas semua tentang mu. Ada banyak peran yang bisa kamu temui, ada banyak skenario yang bisa kamu baca dan tentunya banyak peristiwa didalamnya yang dapat kamu jadikan pelajaran.
Berhenti untuk menceritakan betapa sakitnya goresan kaca, karena itu tidak sebanding dengan peluru yang menembus tulang rusuk. Berhenti untuk menceritakan betapa tajamnya pisau, karena itu tidak sebanding dengan tajamnya samurai. Kita berada dalam porsi yang berbeda, kuat yang berbeda, titik lemah yang berbeda walau dalam waktu yang sama. Jika tidak bisa menyembuhkan orang lain, setidaknya jangan membuat luka itu semakin parah. Bukankah sebuah pilar berfungsi sebagai penyandar? Lantas mengapa masih kamu gunakan untuk berkomentar?
Cukup ya! Karena puisi dan quotes pun tidak bisa menjadi solusi sepenuhnya untuk dirimu, pelajari sendiri peran mu, mainkan dan buat batas maksimal kemampuanmu karena yang menyukai akan mengabadikan sedangkan yang tak menyukai akan mengabaikan.
Membumi
Jika kau tahu betapa lelahnya pohon berdiri, kau tak akan pernah menghakiminya
Saat tumbang. Jika kau tahu betapa sedihnya daun yang terjatuh, kau tak akan pernah
Menginjaknya saat sudah tidak berguna.
Dunia ini kecil, percaya tidak? Apakah kamu pernah melihat semut sebagai salah satu
Hewan terkecil? Atau bahkan kutu? Jika kamu pernah melihatnya, berarti kamu sudah
Membuktikan sendiri bahwa dunia ini kecil. Karena sekecil kutu bahkan bakteri pun
Dapat kamu lihat. Namun, ada hal besar yang jarang kau temui di dalamnya yakni
Pesan yang tersirat serta makna dan tujuan dari suatu yang tercipta.
Banyak makhluk bumi yang lebih memilih untuk melangitkan diri, terbang demi
kesenangan semata tanpa peduli apakah bumi baik-baik saja? Dan sebagian
jawabannya dapat ditemukan ketika ia terjatuh dari segala hal yang membuatnya
melangit. Sadar bahwa jatuh dari ketinggian sangatlah sakit, sesakit bumi yang ia pijak.
Apa hubungannya dengan semua ini? Begini bung, teknologi zaman sekarang
Semakin maju, sehingga siapapun orang bisa bermimpi bahkan melebihi khayal.
Namun, mereka itulah yang seringkali lupa siapa mereka, sering kali lupa dimana
mereka, sering kali lupa apakah semua yang mereka impikan sudah ada usaha
di dalamnya. Seringkali ucapan seseorang melebihi usahanya. Seringkali seseorang
melihat keindahan di atas langit tetapi ia tidak bergerak untuk mengindahkan bumi
mereka.
Riang menjadi Kelabu
Untuk setiap keindahan yang ku lihat dan ku nikmati setiap harinya. Warna warni alur cerita yang dilewati berhasil memancarkan kegembiraan dan senyuman manis dari wajah ku. Untuk seluruh peran protagonist dalam keseharian ku yang menjadi pelengkap kebahagian ini. Semua impian, cita dan harapan yang membuat ku tak sabar untuk menemuinya hingga membuatku berandai dalam tidur yang ditemani oleh berjuta mimpi.
Sayangnya riang itu tidak kekal, aku melupakan kelabu yang juga menemani hidup ku. Aku lupa bahwa hitam dan abu abu pun bagian dari warna warni. Itulah yang disebut keseimbangan, lawan kata, dan keadilan. Keseimbangan hidup yang menaruh senang dan sedih, baik dan jahat, tertawa dan menangis, dalam satu scenario cerita. Lawan kata yang menjadi factor factor yang akan mempengaruhi makna dalam setiap kata yang ada. Serta keadilan yang menjadi sifat untuk menyama ratakan kondisi, perbuatan, atau bahkan perlakuan terhadap suatu hal.
Aku pernah berada diatas awan melihat pelangi dari dekat dan menuntun birunya langit dengan jemariku, sampai pada suatu masa yang membuatku tidak menyangka namun harus aku sadari bahwa aku pun bisa terjatuh dalam gelapnya jurang dan seketika awan yang sempat ku duduki menjadi kelabu dalam tatapan mata. Sakit, perih, kecewa, terluka hingga sebuah pertanyaan terlintas dalam keterpurukan itu “apa yang harus aku lakukan?”
Aku sadari saat ini bahwa diri periang pun mampu menjadi pemurung. Tidak menutup kemungkinan semua hal bisa pergi dan luntur dengan atau tanpa disadari. Kita hanya perlu mempersiapkan kekuatan untuk melaluinya, hingga pada akhirnya nanti takdir yang akan berkata bahwa kamu berhak kembali bahagia.
Wiwit Nurfitriani Fatimah, kesukaannya jalan-jalan dan menulis.