Puisi selalu menempuh perjalanan jauh untuk bertemu dengan penyair. Karena liku jalannya, maka puisi menjadi kehidupan bagi jiwa hampa, riuh maupun diam. Puisi dan penyair ibarat sayur tanpa garam. Selamat Membaca. (Redaksi)

[iklan]

Potret Sungai

Sungai itu mengalir
setenang bisikan cuaca yang lirih.

Petang datang.
Awan-awan terkapar
di atas ilalang.

Lalu selembar daun melayang:
pulang.

2020

Solitude

Dalam genggaman sepi,
jarum jam bermimpi.

Di luar, pagi tumpah
dan cuaca tiba-tiba
membekukan rindu.

Dalam detik, dalam tangkapan usia:
menggema suaramu yang jauh
dan bayang-bayang
mengaburkan jejakmu.

2019-2020

Amsal Cahaya

Seperti sisa cahaya
yang jatuh ke dalam kaca.

Seperti itu pula
kusebut cerita kita:
indah dan fana.

2020

Seperti Hari yang Tersesat

Musim berganti.
Aku hanya bergeser
dari kesepian ke kesepian.

Di antara sajak-sajak yang sakit,
malam terlipat dan langit semakin kelabu.
Kulihat perahu menembus gelap
ketika kesedihan berulangkali
menyebut namaku.

Kudengar lagi lagu pilu
dari dalam mimpi. Alangkah merdu
seperti hari yang berulangkali tersesat
ke dalam lukaku.

2020

Anugrah Gio Pratama lahir di Lamongan pada tanggal 22 Juni 1999. Sekarang ia sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Ia mengambil program studi Pendidikan Bahasa Indonesia di sana. Puisi-puisinya termuat di beberapa media massadan antologi bersama. Bukunya yang telah terbit berjudul Puisi yang Remuk Berkeping-keping (Interlude,  2019).

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *