
Puisi yang berjudul /Pulang Ke kotamu/ merupakan karya Penyair Budhi Setyawan, yang telah tayang bersama beberapa Puisinya yang lain di Jurnal mbludus.com di laman https://mbludus.com/puisi-puisi-budhi-setyawan/. Sang Penyair memperkenalkan dirinya di laman tersebut, sebagai Budhi Setyawan atau Buset, lahir di Purworejo, 9 Agustus1969.
Buku puisi terbarunya Mazhab Sunyi (2019). Mengelola komunitas Forum Sastra Bekasi (FSB) dan Kelas Puisi Bekasi (KPB), serta tergabung dalam Komunitas Sastra Setanggi. Instagram: busetpurworejo. Bekerja sebagai dosen di kampus Politeknik Keuangan Negara STAN, Tangerang Selatan. Saat ini tinggal di Bekasi, Jawa Barat, Indonesia.
Di bawah ini puisi lengkapnya, di urutan bait sengaja diberi tambahan tanda nomor oleh penulis sebagai penikmat puisi, untuk mempermudah penyajian dalam menikmati puisi tersebut.
Benarkah ada aroma galau gundah gulana di puisi yang berjudul /Pulang Ke kotamu/ ?
Silakan.
Pulang Ke Kotamu
1.
aku akan pulang ke yogya
tapi yogya bukan asal kelahiranmu
ada yang berbisik bertanya
mungkin ingin ada ronta retorika
2.
seperti sebuah lagu yang menyusur partitur
perjalanan riwayat diri juga menelusup
ke lorong dan ceruk yang acap tak terduga
bak sisi improvisasi yang tiba tiba mengemuka
seperti bepergian sedikit tersesat ke luar wilayah
tetapi selalu ada persimpangan untuk kembali
ke arah rindu semula
3.
masih terngiang saja suara katon
dan sudut sudut kota terlihat nyata dan nyala
membuat rute yang luwes di dalam kepala
gambaran petualangan tak habis habis
seperti perulangan memutari benteng
setiap awal tahun jawa masih saja magis
begitu pun larik lirik dari kla project tetap romantis
meski sebagian rambut telah pergi
dan tersisa serupa rumputan tipis
4.
ada yang lebih manis daripada gudeg
ada yang lebih hangat daripada mi godog
ada yang lebih sumringah daripada bakpia
tapi tak perlu kusebutkan itu apa
dan kalian semua pasti sudah tahu semuanya
atau mau mencoba terus menduga duga
silakan saja
5.
bukankah tentang pulang
bukan hanya dan tak mesti mengenai rumah
tetapi lebih pada usapan dan pelukan
ulurkan napas damai pada yang lelah
bahkan pada nasib yang kalah
hingga kembali berbenah dan melangkah
lalu terdengar kata kata:
kita tak pernah terpisah
berhati nyaman bukan hanya slogan
6.
aku akan pulang ke yogya
tapi (tak berlanjut lagi sangsi)
bukankah cinta tak mengenal tapi?
Bekasi, 25 Juni 2022
Tentunya untuk menelisik aroma kegalauan dari isi puisi, sebaiknya memang si penikmat puisi bisa menerka kira kira bagaimana suasana kejiwaan Penyair ketika sebelum melahirkan anak pikir, rasa, logika, dan makna yang terkandung di dalam pikiran, perasaan, dan tindakan Sang Penyair, sampai dengan lahirnya puisi tersebut.
Terawangan ini memang tidak mudah, apalagi jika belum atau bahkan tidak mengenal secara personil dengan Penyairnya. Namun demikian, di masa serba teknologi digital ini, boleh jadi jejak digital Penyair bisa menjadi semacam pintu gerbang untuk memindai bahan bahan informasi tentang Penyair tersebut. Sehingga dengan segala keterbatasan data yang diperoleh, diharapkan bisa memprediksi latar belakang dari lahirnya sesajak puisi, yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bekal penelusuran aroma pikir, rasa, logika, dan makna dominan yang terkandung pada bait bait puisi, bahkan pada kekuatan kata per-katanya.
Baiklah, pemindaian Puisi /Pulang Ke kotamu/ bisa berawal dari telaah kandungan logika, makna dan rasa di bait ke 1 sampai dengan bait ke 6. Secara sekilas, Puisi ini tersusun rapi selayaknya karya tulis ilmiah, diawali dari bab pendahuluan dalam hal ini di bait 1 berisi latar belakang kenapa perlu /Pulang Ke kotamu/, kemudian dilanjutkan ke bab dalil dalil yang pernah ada yakni bait 2 dan 3 yang seolah bertutur tentang sitasi referensi masa lalu dan pernah dilalui, diteruskan dengan menampilkan data di bab pembahasan yaitu teruraikan di bait ke 4 dan 5, dan puisi pun ditutup oleh bab konklusi di bait ke 6.
Susunan bait bait puisi tersebut seolah mampu menceritakan siapa sejatinya Sang Penyair, betapa mulai dari pemilihan judul yang cenderung bergaya deklarasi konklusif. Deklarasi dalam pengertian Sang Penyair mendeklarasikan /Pulang/ yang bersifat terbuka kemana pun tujuan pulangnya, tetapi ternyata tujuan kepulangannya dikunci oleh kalimat /Ke kotamu/ yang mengindikasikan lokasi tujuan kemana pulangnya, tidak lain adalah pulang ke kotamu.
Kalimat pulang ke kotamu tidak mengandung subyek, sehingga kalimat judul ini, bisa diterka sebagai kalimat yang tidak sempurna sebagaimana kalimat pada umumnya yang minimal terdiri dari subyek dan predikat.
Para ahli sastra pernah mengatakan bahwa Puisi mempunyai kebebasan ekspresi sekaligus mandiri dalam gaya bahasa, dan cenderung berbeda dengan gaya bahasa prosa yang sering kali tidak boleh keluar dari aturan tata bahasa bahasa Indonesia, apalagi jika terkait dengan ranah sastra yang bersifat non-fiksi termasuk essay atau pun biografi seseorang. Sehingga penentuan siapa subyek lirik di dalam judul puisi /Pulang Ke Kotamu/ bisa menjadi tantangan menarik bagi penikmat puisi untuk menanyakan sekaligus mencari jawab siapa sejatinya yang menjadi subyek lirik di Puisi tersebut?
Pertanyaan investigasi pun bisa berlanjut pada kaidah: Mengapa terjadi, Siapa pelakunya, Kapan dan Dimana peristiwanya, Bagaimana peristiwa terjadi, serta Apa saja kejadian dalam peristiwa tersebut.
Jika ditelisik dari sisi tata kelola bait demi bait, dan termasuk substansi isi puisi, sekilas Puisi tersebut telah menceritakan siapa Penyair pengguritnya, apalagi ditambah dengan keterangan singkat tentang pengenalan sekilas mengenai diri Penyair di laman mbludus.com. Namun demikian bisa dipahami bahwa latar belakang Sang Penyair, kadang bisa mewarnai isi substansi maupun kaidah penulisan puisinya. Jadi tidaklah mengherankan jika puisi guritan Penyair Buset demikian Penyair biasa dipanggil, begitu runtut bertutur hampir tanpa jeda keterputusan informasi, meskipun ada yang masih tersembunyi.
Mari kita telusuri Puisi /Pulang Ke Kotamu/, untuk bait 1.
1.
/aku akan pulang ke yogya
tapi yogya bukan asal kelahiranmu
ada yang berbisik bertanya
mungkin ingin ada ronta retorika/
Baris pertama di bait 1 sepertinya bertindak sebagai bait pembuka latar belakang peristiwa yang mampu mengisi jawaban siapa yang /Pulang Ke Kotamu/ meskipun di judul tidak ditulis gamblang siapa personil pelaku yang pulang ke kotamu. Baris /aku akan pulang ke yogya/ telah memberi peluang untuk memprediksi bahwa aku lirik adalah tokoh yang /Pulang Ke Kotamu/. Sedangkan apakah tokoh aku lirik ini adalah Sang Penggurit Puisi dalam hal ini Sang Penyair itu sendiri atau ada orang lain yang kisah dan peristiwanya diawetkan dalam Puisi, belum bisa dipastikan.
Begitu juga tokoh mu lirik dalam baris /tapi yogya bukan asal kelahiranmu/, apakah dia berupa manusia ataukah bagian dari metafora dalam peristiwa yang disembunyikan?
Semuanya terkesan ada aroma galau sejak sebelum judul dituliskan, hal ini diperkuat dengan adanya sajak sajak di baris berikutnya.
/ada yang berbisik bertanya
mungkin ingin ada ronta retorika/
Penguatan indikasi galau tersebut, terinvestigasi dari adanya kata /bertanya/ dan kata /mungkin/. Dua kata ini memang mengandung aroma penuh ketidak pastian yang cenderung galau gundah gulana. Benarkah seperti itu, tentu segalanya tergantung dari interpretasi si penikmat puisi. Ada kalanya kata kunci yang sama bisa menimbulkan persepsi yang berbeda dari dua orang yang berbeda, meskipun mereka berada di tempat dan waktu yang sama, ketika bersamaan keduanya sedang menikmati puisi yang sama.
Interpretasi penikmatan terhadap teks puisi kadang bisa dipengaruhi oleh latar belakang keseharian penikmat puisi, cara pandang, maupun kebiasaan si penikmat puisi. Oleh karena itu keragaman sudut pandang terhadap teks puisi atau pun pada telaah cara ungkap Sang Penyair tentang tokoh, peristiwa maupun tata kelola waktu, dan ruang di Puisi bisa dimaklumi adanya. Demikian juga jika telaah itu hanya terkait teks puisi. maka unsur penikmatannya pun bisa berbeda, apalagi jika ditambahkan banyak hal tentang makna, logika, dan rasa di balik teks yang ada di bait bait puisi, sudah hampir bisa dipastikan akan bertambah keragaman hasil telaahnya.
Seperti yang pernah disampaikan di atas bahwa bait ke 2 dan ke 3 yang dipandang berafiliasi pada analogi karya ilmiah sebagai sitasi referensi, maka sitasi perumpamaanya bisa mengandalkan pada peristiwa masa lalu dan atau pun yang pernah dilalui oleh tokoh aku lirik dengan gaya ungkap bersembunyi di bait bait tersebut, namun bisa dirasakan kehadirannya, seperti pada baris di bawah ini, yakni berupa pengalaman atau kenangan masa lalu.
/masih terngiang saja suara katon
dan sudut sudut kota terlihat nyata dan nyala/
Disamping itu kenangan yang seru pun masih diingatnya, semisal:
/memutari benteng
setiap awal tahun jawa masih saja magis
begitu pun larik lirik dari kla project tetap romantis/.
Peristiwa mengenang ini bisa dimaknai betapa tokoh aku lirik yang bersembunyi itu menyimpannya begitu erat dan sangat lama, tak lekang oleh perubahan ruang dan waktu sampai nyaris ketika di kepala tak lagi tumbuh rambut yang tebal dan mempesona raga. Hal ini terasa nyata diandalkan, ada di ungkapan sajak dengan sedikit tambahan penyedap metafora dan ungkapan similaritas tentang /rambut yang telah pergi/ seperti di bawah ini.
/meski sebagian rambut telah pergi
dan tersisa serupa rumputan tipis/
Setelah memberikan sitasi di bait 2 dan 3, Penyair berusaha menampilkan gaya kesebandingan sebagai semacam pembahasan di dalam karya ilmiah untuk memperkuat keyakinannya bahwa tokoh aku lirik yang tersembunyi di pikiran penikmat puisi memang sedang gundah gulana diantara mau /Pulang Ke Kotamu/ atau bagaimana, seperti sajak pada baris /ada yang lebih manis daripada gudeg/ dan sajak yang senada di baris di bawahnya.
Baris berikutnya Sang Penyair memunculkan tokoh kalian lirik yang belum ada atau bahkan tanpa keterangan baik sesudah atau pun sebelum tokoh ini muncul di baris /dan kalian semua pasti sudah tahu semuanya/.
Siapa sejatinya yang dimaksud dengan tokoh kalian lirik ini, sepertinya jawaban diserahkan pada dugaan pembaca atau pun interpretasi si penikmat puisi. Di sinilah terkesan adanya kekuatan Penyair dalam mengeksplorasi kegundahan tokoh aku lirik, sehingga si penikmat puisi pun berpotensi terbawa serta sebagai sang pelaku yang seolah olah ikut terlibat di dalam peristiwa, ruang, dan waktu atas kehendak deklarasi konklusif /Pulang Ke Kotamu/.
Selanjutnya untuk memaklumi perihal kegundahan tentang pulang ke kotamu, Penyair menyampaikan segala permakluman dengan gaya argumentatif seperti pada bait 5, khususnya di baris di bawah ini.
/bukankah tentang pulang
bukan hanya dan tak mesti mengenai rumah
tetapi lebih pada usapan dan pelukan
ulurkan napas damai pada yang lelah/
Adapun baris selanjutnya di bait ke 5 bisa memperkuat argumentasi yang telah disampaikan di baris sebelumnya.
Sebagai konklusi atas rasa gundah gulana dari tokoh aku lirik, sebenarnya hampir menjadi sirna, tetapi ternyata masih timbul kembali ketika rasa sangsi berada diantara jawaban abstrak: ya atau tidak? Hal ini tergambarkan pada aroma kegundahan di bait terakhir yakni bait ke 6.
6.
aku akan pulang ke yogya
tapi (tak berlanjut lagi sangsi)
bukankah cinta tak mengenal tapi?
Dan akhirnya segala macam persepsi maupun interpretasi sepenuhnya diserahkan pada Pembaca, Sang Penyair pun mungkin, boleh jadi pada saat ini sedang ngopi sambil senyum senyum, entah apa yang sedang pikirkan: Rasakan gundahnya!
Selamat berpuisi dan teruslah berpuisi!
—
Penulis Kek Atek
Penikmat Puisi, tinggal di Rumpin, Kab. Bogor, Jawa barat