Mas Karyo Menggigit Jari
Mahmed Al Cisauki
Sekitar pukul 9 pagi Mas Karyo tiba di kantor. Meskipun datang terlambat ia masuk ruangan dengan tenang. Masuk kerja jam 8 datang jam 9 itu sudah termasuk pagi. Itu wajar. Apalagi jarak rumah Mas Karyo dengan kantor cukup jauh. Teman-teman Mas Karyo lebih parah lagi. Ada yang datang jam 10, duduk-duduk sebentar terus keluar ruangan, datang lagi sekitar jam 3 sore, duduk, beres-beres meja terus pulang. Ada lagi yang jam 8 pagi sudah duduk di depan komputer hingga waktunya pulang baru bangun dari duduknya. Kelihatannya tekun kerja padahal sebenarnya ia hanya sibuk chating, main game atau melacak situs-situs XXX yang ada di internet.
Boss juga sama. Meskipun rumahnya dekat dan mendapat fasilitas kendaraan dinas, datangnya kadang-kadang lebih siang dari Mas Karyo. Seringkali beliau beralasan: “tadi dari rumah langsung rapat dulu”. Anak buah tak pernah bertanya rapat apa atau rapatnya di mana. Percaya saja dengan Boss. Mana mungkin Boss berbohong. Dan kalau tahu Boss memang benar-benar bohong, anak buah bisa apa. Mau ngomelin Boss? Ya nggak mungkin lah. Bisa-bisa rejeki macet kalau berani ngomelin Boss.
Itulah Boss, atasan atau pimpinan, atau lebih tepatnya pejabat. Boss yang selalu sibuk dengan rapat ini rapat itu, pertemuan ini dan pertemuan itu. Boss yang hampir tak punya tanggal kosong saking padatnya jadwal tugas ke Daerah. Kesibukan-kesibukan inilah yang sering membuat hati para bawahan menjadi iri dan menggigit jari. Dalam benak mas Karyo dan teman-temannya, rapat berarti makan gratis dan sering ada amplopnya. Tugas ke Daerah adalah perjalanan dinas ke luar kota, berarti dapat penghasilan tambahan yang besarnya bisa menyamai gaji sebulan sekali jalan.
Mas Karyo seringkali menggigit jari bila melihat kesibukan para atasan yang lebih banyak rapat dan jalan-jalan. ketimbang duduk di meja kerja. Dalam benak mas Karyo, rapat berarti makan gratis plus amplop. Jalan-jalan adalah dinas ke luar kota, berarti tambahan penghasilan yang jumlahnya bisa lebih besar dari gaji sebulan untuk sekali jalan.
Mengapa Mas Karyo harus mengigit jari, bukan menggigit kuping atau kaki atau sekalian menggigit sang atasan yang telah membuat dia dan kawan-kawannya menggigit jari. Ini memang bukan persoalan gigit menggigit betulan. Ini adalah persoalan rejeki, tambahan penghasilan selain gaji dan tunjangan resmi lainnya yang distribusinya tidak merata.
Sumber rejeki yang paling nyaman dan aman adalah perjalanan dinas itu tadi. Atasan maupun bawahan sama-sama bisa menikmatinya. Tapi ya gitu deh, karena yang punya kewenangan mengatur adalah atasan maka otomatis jatah mereka pasti lebih banyak dari bawahannya.
Seharusnya Mas Karyo tak boleh iri. Meskipun tak tertulis, aturan mainnya memang sudah begitu. Sehebat apapun seorang bawahan tetap saja dia harus tunduk pada kebijakan sang atasan. Dia harus sabar menunggu giliran untuk mendapatkan jatah. Sementara sang pimpinan terus saja sibuk mengatur jadwal rapat dan tanggal perjalanan dinasnya.
Inilah hal yang paling tidak menyenangkan bagi Mas Karyo dan kawan-kawanya. Menunggu sampai akhirnya pimpinan bingung lantaran sudah tak punya lagi tanggal untuk bisa memanfaatkan fasilitas perjalanan dinas yang tersedia.
”Sabar mas Karyo. Orang sabar itu disayang Tuhan,” begitu nasehat pak Ustadz pada Mas Karyo. Tapi tetap saja hatinya gregetan kalau melihat perilaku atasannya. Namanya juga manusia, melihat orang lain dapat rejeki pasti rasa kepingin itu muncul walaupun hanya sedikit. Apalagi kalau lagi tanggung bulan atau tanggal tua. Ketika Mas Karyo pusing lantaran dompetnya sudah semakin tipis, Boss minta tolong diurus perjalanan dinasnya karena mau menghadiri rapat. Padahal hari ini dia baru pulang dari perjalanan dinas, besok sudah mau berangkat lagi. Gila, gue kapan dapet giliran?
Begitulah Mas Karyo, sepanjang kalender masih belum habis tanggalnya, sepanjang itu pula ia terus berharap dan bertahan untuk tetap optimis. Rejeki tambahan memang tergantung kebaikan sang atasan, tapi rejeki yang betulan itu Allah punya urusan.
Menunggu dan sesekali menggerutu. Sembari menggigit jari, Mas Karyo menghibur diri dengan menyanyi dalam hati.
Padamu negeri kami berjanji..
padamu negeri berbakti…
Padamu negeri kami mengabdi…
bagimu negeri jiwa raga kami…
Mas Karyo, Mas Karyo. Kasian deh, lo !
Cisauk, 13.10.19