Endorsement

Dalam sastra Jepang dikenal Haiga, yakni puisi Haiku yang dilukis (diberi ilustrasi), mempadu-padankan puisi dengan lukisan; sehingga boleh dikatakan bahwa lukisan dibuat bersumber dari puisi. Pada buku antologi puisi ini Windhihati Kurnia sebagai penulis puisi bekerjasama dengan fotografer Aditya Pratomo mengambil arah kebalikan dari Haiga yakni penulisan puisi-puisi Windhi didasarkan atas pembacaan foto-foto Aditya. Yang menraik bahkan cerdas bahwa mereka berdua memilih pada format foto hitam putih dengan tema human interest. Foto hitam putih adalah foto yang mereduksi warna menjadi sebatas bentuk, tekstur dan garis. Karena foto hitam putih tidak memiliki warna, maka si pembaca (penikmat foto) terbantu untuk lebih fokus kepada isi foto, sehingga pembacaannya tidak meleset jauh dari maksud fotografer tentang isi fotonya.

Itulah mengapa Ted Grant, fotografer dan jurnalis mengungkapkan “When you photograph people ini color, you photograph their clothes But when you photograph people in Black and White, you photograph their souls”. Demikian halnya dengan pemilihan tema human interest, sangat membantu Windhi mengeksplorasi pengalaman bathinnya dan menuliskan puisinya. Human interest berbicara tentang kemanusiaan yang universal, di mana puisi-puisi Windhi pada antologi puisinya didominasi cinta dan kerinduan sebagai ekspresi pengalaman batin manusia. Proficiat kepada mbak Windhihati Kurnia dan mas Aditya Pratomo. (Yohanes Harsono, fotografer yang juga hobi reading, writing dan traveling)

Windhihati Kurnia dalam antologi ini berusaha membahasakan foto hasil jepretan Aditya Pratomo. Foto-foto yang cenderung impresif melahirkan pula puisi-puisi impresif. Fenomena alam, peristiwa, dan benda-benda diundang masuk ke dalam ruang kreatif dan batin penyair. Karena itulah sungguh masuk akal jika puisi-puisi Windhihati Kurnia dalam antologi ini menjadi sangat romantis, lembut, dan sejuk. Ada korelasi timbal balik antara foto dan puisi, saling mengisi dan saling menguatkan. (Tengsoe Tjahjono. Penyair, dosen Universitas Negeri Surabaya)

Secara Keseluruhan puisi-puisi Windhihati Kurnia dalam antologi puisi yang berjudul ‘Kotak Pesan’ ini mengisyaratkan sebuah pesan tentang perjalanan manusia bahwa sejatinya kesendirian akan melahirkan rasa sepi. Manusia sebagai makhluk individu mengalami kegelisahan dalam kesepiannya dan Windhi mengemasnya ke dalam syair-syair melankolis yang syahdu juga sendu. Bagaimana kekuatan kata-katanya mengantarkan kita ke dalam suasana yang berhasil diungkapkan, sehingga kita pun turut merasakan kelengangan, kesepian dan kesenyapan yang dibagikannya itu.

Permainan diksi yang dipilihnya pasti bikin kita ‘baper’ dan menurutku hal ini sebuah komunikasi yang berhasil. Secara pribadi, aku sangat menikmati kemasan kata-kata yang disuguhkan Windhihati Kurnia, terlebih lagi kali ini antologi puisinya disertai ilustrasi foto-foto apik hasil jepretan Aditya Pratomo, sehingga terasa saling mengisi dan memberi kekuatan, menjadikan antologi ini memiliki nuansa yang berbeda. (Tati Y. Adiwinata, Cerpenis)

Membaca, menikmatinya, lalu tiba-tiba tubuh melayang menyikapi situasi dan kondisi yang hadir dalam Kotak Pesan menghadirkan sifat mahalembut. Mungkin ini puisi ‘aku banget’, bisik hati: tema universal rasa personal. Membaca puisi teh Windhi bisa jadi mewakili peristiwa yang pernah sama dialami oleh pembaca. Patut ‘dicemburui’ gaya teh Windhi dalam membangun suasana imajis dalam puisi-puisinya di antologi ‘Kotak Pesan’ ini. (Ken Rianto. Penyair, Penikmat Puisi dan Secangkir Kopi)

Sebuah antologi puisi yang menarik dimana kumpulan karya puisi Windhihati Kurnia kali ini mencoba berbicara makna tersirat dari sebuah karya fotografi Aditya Pratomo. Pendekatan fotografi human interest dan urban street yang menghilangkan aksen warna menjadi foto hitam putih semakin mempertegas pernyataan visual. Membaca puisi dengan visualisasi foto hitam putih atau melihat cerita foto secara puitis, sungguh dua sisi yang sama-sama menarik untuk dinikmati. (Djoko Utomo, fotografer, Microstock Contributor).

 

Pemesana Buku bisa langsung melalui penulisnya di media sosial dengan nama Windhihati Kurnia.

buku puisi

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *