
Adapun kisah atau riwayat ini terjadi di abad lampau manakala kanjeng Nabi Muhammad SAW jatuh sakit yang cukup parah, sehingga keadaan beliau sangatlah lemah. Dalam kondisi tubuhnya yang lemah itulah beliau memanggil Bilal dan meminta agar semua sahabat datang ke masjid.
Tidak lama kemudian para sahabat penuhlah masjid dengan para sahabat. Mereka semua sudah cukup lama menahan rindu dengan wejangan dan nasehat dari Rasulallah SAW. Melihat para sahabatnya sudah banyak berkumpul di Masjid, kanjeng Nabi bangkit dari pembaringannya, berjalan tertatih-tatih menuju mimbar. Beliau lalu duduk di atas mimbar. Wajahnya terlihat pucat, menahan sakit yang dideritanya. Dengan suara yang gemetar kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Wahai sahabat-sahabatku semua. Aku ingin bertanya, apakah telah aku sampaikan kepada kalian semua, bahwa tiada Tuhan yang layak disembah kecuali Allah SWT. Satu-satunya Tuhan yang layak untuk disembah?”
Semua Sahabat menjawab dengan penuh semangat, “Benar wahai Rasulullah, telah Engkau sampaikan kepada kami bahwa sesungguhnya Allah SWT adalah satu-satunya Tuhan yang layak untuk disembah.”
Rasulallah SAW menengadahkan kedua telapak tangan dan wajah ke atas langit-langit masjid dan berkata: “Saksikanlah ya Allah. Sesungguhnya hamba telah menyampaikan amanah ini kepada mereka.”
Kemudian Rasulullah SAW bersabda lagi, dan setiap apa yg Rasulullah sabdakan selalu dibenarkan oleh para sahabat. Sampai akhirnyatiba pada satu pertanyaan yang membuat para Sahabat sedih dan terharu. Begini sabdanya: “Sesungguhnya, aku akan pergi meghadap Allah SWT, Dan sebelum aku pergi, aku ingin menyelesaikan segala urusanku dengan manusia. Maka aku ingin bertanya kepada kalian semua. Adakah aku berhutang kepada kalian? Aku ingin menyelesaikan hutang tersebut. Karena aku tidak mau bertemu dengan Allah SWT dalam keadaan berhutang dengan manusia.”
Sampai beberapa saat setelah kanjeng Nabi bertanya, para Sahabat hanya diam, tenggelam dalam suasana hati yang penuh haru. Dalam hati masing-masing seakan berkata berkata “Mana ada Rasullullah SAW berhutang dengan kami? Kamilah yang justru banyak berhutang kepada Rasulullah”.
Rasulullah SAW mengulangi pertanyaan itu sampai sebanyak 3 kali. Para Sahabat masih juga diam. Suasa di dalam masjid jadi hening. Tiba-tiba bangkit berdiri seorang lelaki yang bernama Ukasyah, seorang sahabat yang mantan preman sebelum masuk Islam, dan dia berkata:
“Ya Rasulullah… Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan. Seandainya masalah ini dianggap hutang, maka aku minta engkau selesaikan. Seandainya bukan hutang, maka tidak perlulah engkau berbuat apa-apa”.
“Sampaikanlah wahai Ukasyah,” sahut Rasulullah SAW dengan suara yang gemetar.
Maka mulailah Ukasyah bercerita:
“Aku masih ingat ketika perang Uhud dulu. Ketika itu engkau menunggang kuda, lalu engkau sabetkan cambuk ke belakang kuda. Tetapi cambuk itu justru mengenai dadaku, Karena ketika itu aku berdiri dibelakang kuda yg engkau tunggangi wahai Rasulullah”.
Mendengar akan hal itu, Rasulullah SAW berkata: “Sesungguhnya itu adalah hutang wahai Ukasyah. Kalau dulu aku pukul engkau, Maka hari ini aku akan terima hal yang sama darimu.”
Dengan suara yang meninggi, Ukasyah berkata: “Kalau begitu aku ingin segera melakukannya wahai Rasulullah.” Ukasyah seakan-akan tidak merasa bersalah. Sementara itu itu sebagian sahabat berteriak marah kepada Ukasyah. Salah seorang berteriak: “Sungguh engkau tidak punya perasaan, Ukasyah. Bukankah beliau sedang sakit..!!?”
Ukasyah tidak memperdulikan teriakan para Sahabat yang tak setuju dengan sikapnya. Ia menutup telinganya rapat-rapat. Rasulullah SAW segera meminta Bilal untuk mengambil cambuk di rumah Fatimah, anaknya.
Ketika Bilal sampai di rumah Fatimah dan meminta cambuk atas perintah Rasulallah SAW, Fatimah bertanya: “Untuk apa Rasulullah meminta cambuk ini wahai Bilal?”
“Cambuk ini akan digunakan Ukasyah untuk memukul Rasulullah,” jawab Bilal dengan hati sedih.
Fatimah kaget sekali. Sambil menahan tangis ia berkata: “Mengapa Ukasyah akan memukul Ayahku yang sedang sakit dengan cambuk? Kalau mau memukul, pukul saja atau sabet saja aku anaknya”.
“Sesungguhnya ini adalah urusan antara mereka berdua, Fatimah,” kata Bilal. Air matanya menetes.
Bilal segera membawa cambuk ke Masjid lalu diberikannya kepada Ukasyah. Setelah mengambil cambuk itu, Ukasyah melangkah maju ke hadapan Rasulullah. Baru beberapa langkah berjalan, tiba-tiba, Abu Bakar berdiri menghalangi Ukasyah sambil berkata: “Ukasyah… kalau kamu hendak memukul, pukullah aku saja! Aku adalah orang yang pertama beriman dengan apa yang Rasulullah SAW sampaikan. Akulah sahabatnya di kala suka dan duka. Kalau engkau hendak memukul dia, maka pukullah aku saja”.
Rasulullah SAW tersenyum melihat sikap Abu Bakar yang membelanya, lalu berkata: “Duduklah wahai Abu Bakar. Ini urusan antara aku dengan Ukasyah.”
Abu Bakar kembali ke tempat. Ukasyah melangkah lagi menuju ke hadapan Rasulullah SAW. Segera Umar bin Khattab berdiri menghalangi Ukasyah sambil berkata: “Ukasyah… kalau engkau mau mencambuk, cambuklah aku. Dulu aku memang tidak suka mendengar nama Muhammad, bahkan aku pernah berniat untuk menyakitinya. Itu dulu. Tapi sekarang, tidak ada seorang pun yang boleh menyakiti Rasulullah Muhammad SAW. Kalau engkau berani menyakitinya, maka langkahi dulu mayatku…!”
Perkataan Umar bin Khattab dijawab oleh Rasulullah SAW.
“Duduklah wahai Umar. Ini urusan antara aku dengan Ukasyah.”
Umar bin Khattab kembali ke tempat. Duduk. Ukasyah kembali melangkah menuju ke hadapan Rasulullah. Belum sempat kaki melangkah, tiba-tiba berdirilah Ali bin Abu Talib, sepupu sekaligus menantu Rasulullah SAW. Dia menghadang Ukasyah sambil berkata: “Ukasyah, pukullah aku saja. Darah yang sama mengalir pada tubuhku ini wahai Ukasyah”.
Lagi-lagi Rasulullah SAW berkata: “Duduklah wahai Ali, ini urusan antara aku dengan Ukasyah”.
Ali bin Abu Talib kembali ke tempat. Ukasyah kembali melangkah. Semakin dekat dengan Rasulullah SAW. Tiba-tiba tanpa disangka, bangkitlah kedua cucu kesayangan Rasulullah SAW, Hasan dan Husen. Mereka berdua memegangi tangan Ukasyah sambil memohon…
“Wahai Paman, pukullah kami saja, Kakek kami sedang sakit, Pukullah kami saja wahai Paman, sesungguhnya kami ini Cucu kesayangan Rasulullah SAW. Sesungguhnya, dengan memukul kami, sama saja dengan engkau menyakiti Kakek kami.”
Maka berkatalah Rasulullah SAW: “Wahai Cucu-cucu kesayanganku, duduklah kalian. Ini urusan kakek dengan Paman Ukasyah.”
Setelah Hasan dan Husen mundur, Ukasyah melangkah lagi. Begitu sampai di tangga mimbar, dengan lantang ia berkata: “Ya Rasulullah bagaimana aku akan memukulmu. Engkau duduk di atas dan aku di bawah. Kalau engkau memang ingin aku pukul, maka turunlah ke bawah sini..!!”
Rasulullah SAW memang manusia terbaik. Kekasih Allah itu meminta beberapa sahabat untuk memapahnya ke bawah. Lalu Rasulullah SAW didudukkan pada sebuah kursi. Setelah itu, dengan suara tegas Ukasyah berkata lagi:
“Dulu ketika engkau memukul aku, aku tidak memakai baju, Ya Rasulullah!”
Mendengar ucapan Ukasyah, para sahabat menjadi geram hatinya dan merasa serba salah untuk bertindak. Dalam pada itu, dengan kondisi badan yang amat lemah, Rasulullah SAW berusaha untuk membuka bajunya. Kemudian terlihatlah tubuh Rasulullah yang sangat indah. Beberapa butir batu nampak terikat di perut Rasulullah, pertanda kalau beliau sedang menahan lapar.
Kemudian Rasulullah SAW berkata: “Wahai Ukasyah, segeralah laksanakan kehendakmu. Dan ingat, janganlah kamu berlebih-lebihan. Nanti Allah SWT akan murka padamu.”
Ukasyah langsung menubruk Rasulullah SAW. Cambuk di tangan ia buang jauh-jauh. Kemudian ia peluk tubuh Rasulullah SAW seerat-eratnya, sambil menangis sejadi-jadinya…
Berkatalah Ukasyah: “Ya Rasulullah, Ampuni aku, Maafkan aku. Mana ada orang yang sanggup menyakiti engkau ya Rasulullah. Sengaja aku melakukan ini semua, semata-mata agar aku dapat merapatkan tubuhku dengan tubuhmu… Karena Engkau pernah mengatakan: ‘Barang siapa yang kulitnya pernah bersentuhan denganku, maka diharamkan api neraka atasnya.’ Seumur hidupku, aku bercita-cita untuk dapat memelukmu. Karena sesungguhnya aku tahu bahwa tubuhmu tidak akan dimakan oleh api neraka. Dan sungguh aku takut dengan api neraka. Maafkan aku ya Rasulullah…”
Rasulullah SAW dengan senyum menghiasi bibirnya di wajahnya yang pucat berkata kepada para Sahabat: “Wahai sahabat-sahabatku semua, kalau kalian ingin melihat Ahli Syurga, maka lihatlah Ukasyah..!”
Semua sahabat menitikkan air mata. Kemudian para sahabat bergantian memeluk Rasulullah SAW.
SEMOGA dengan membaca ini, bila ada air mata menetes, ini membuktikan seberapa besar kecintaan kita kepada Kekasih Allah SWT…
Allahumma’sholli ‘alaa Sayyidina Muhammad.
Dapoer Sastra Tjisaoek, 09.10.21
Diceritakan kembali oleh: Abah Yoyok