
Segala hal ada zamannya. Anak-anakku, ketiganya sudah menjadi remaja. Satu dua orang mulai jatuh cinta. Si A bilang bahwa ada satu teman sekolahnya yang selalu menjadi komandan upacara, anak IPA yang selalu bolak-balik depan kelas, sepertinya akan menjadi pacarnya. Lalu Si B, bertemu cowok yang ditaksirnya di permainan game diskord. Dan satu lagi, si C, jatuh cinta pada teman sekelas gara-gara tak sengaja, barengan antri cilok, jajanan paling favorit di sekolah. Ya ampun.
Gaya dan sikap para remaja putriku tentu macam-macam. Terutama ketika jelang tamu bulanan datang. Mendadak ada yang melow, galau, gusar atau malah nguring nggak puguh. Jika saya tak sering-sering Istighfar, maka suasana rumah bisa runyam. Ada-ada saja.
Daku tidak pernah kuliah pada jurusan psikologi. Tapi saya paham tingkah para ABG alias Anak Baru Gede yang diakibatkan oleh hormonal mereka. Feeling saja. Karena dulu… saya pernah seusia mereka. Saya pernah alami masa-masa itu.
Kemarin, anak sulungku mulai haid hari pertama. Tetiba dia dihubungi teman akrabnya. Mereka lalu merencanakan pergi ke salon kecantikan khusus wanita. Mereka ingin pakai kutek kuku dengan hiasan ini itu. Its fine bagiku. Toh, dia sedang tidak berwudu. Saya tidak mau bawel, dengan mengatakan, “Sayang dong uangnya? Ratusan ribu uang akan terbuang hanya untuk kuteks yang paling lama 6 hari sudah harus dihapus”. Aku ingin bilang kalimat itu, tetapi tidak terlontar dari mulutku. Buat apa? Biarkan saja. Dia pakai uang sakunya sendiri dan belum tentu enam bulan sekali, dia lakukan hal ini. Hi hi hi…
So, seperti itu…. Rencana pergi keluar rumah hanya untuk pasang kutek kuku pun, dandannya satu jam. Lebih, malah. Isi lemari diacak-acak, demi mengenakan sesuatu yang membuatnya percaya diri.
Bersiaplah dia kemudian demi waktu janjian yang sudah ditentukan. Seperti biasa, dia akan mengenakan pakaian yang diinginkan sambil memutar di depanku. Daku larang dia memakai pakaian yang dikenakan. Saya bilang, “Ini bukan di Eropa, Mama khawatirkan orang yang akan memandang…”
Tetapi yang terjadi dia malah berurai air mata. Karena, katanya, gaya berpakaiannya tidak untuk dilihat pria. “Toh nanti di salon itu juga karyawannya perempuan semua”. Itu jawabnya sambil ngeloyor pergi masuk ke dalam kamarnya.
“Sure“. Jawabku, sambil mengikutinya. “Tapi nanti, pasti akan ada tukang parkir, kan? Atau ketika nanti pas kamu pulang, kamu harus mampir ke supermarket, it must be banyak kaum pria yang akan tak berkedip, jika kamu pakai pakaian model ini.” Itu kata aku lagi.
Lalu… dia bilang aku ini mama yang rude… alias ibu yang bicara kurang sopan kepada anaknya?
“Helooo?? Excuse me…” batinku dalam hati sambil pergi dari kamarnya. Lalu aku dengar suara pintu lemari dibanting-banting. Daku, yang ogah terpancing? Mending saja masuk kamar mandi. Jebar-jebur mandi sore. Sholat ashar.
I am just seorang ibu… yang tak rela anak gadisnya yang cantik dengan betis mulus memakai rok mini. Pikirkan itu. Tetapi tentu saja saya tak ingin terpancing. Kedua adiknya sudah menguping dari balik pintu kamar lain. Aku yakin. Hi hi hi…
Satu jam kemudian, dia sudah masuk ke kamarku. Sedikit sembab kedua matanya. Namun gaya perkaiannya sudah lebih sopan. Aku ingin bilang, “kamu lebih menarik dan tambah cantik dengan gaya busana funky,” tetapi aku tidak mau memulai lagi. Dia cium tangan, pamit dan aku antar hingga dia masuk mobil. Enam jam kemudian dia baru tiba di rumah dan melewatkan waktu makan malam bersama. Malam weekend, sedang haid jadi tidak ada acara salat lima waktu, kumpul dengan para bestie? Kebahagiaan terpancar kala tiba di rumah. Aku lihat senyum mengembang kala aku ke kamarnya pada subuh hari. Hmm… dan kutek yang menghiasi kuku-kukunya, jujur, memang membuat jemarinya lebih cantik. Ah, hidup. (CBD)