
Oleh Ainnun Qolbu Ismayatul Hawa
Di siang hari hujan turun dengan deras, menyelimuti desa dalam suasana yang tenang namun sendu, Nisa duduk termenung di rumah, menatap hujan yang mengguyur, setiap tetes air di kaca mengingatkan bahwa waktu terus berjalan tidak bisa diulang. Pikirannya teringat kata-kata ibunya waktu kecil “Hidup itu adil, Nak. Setiap orang punya takdirnya, dan apa yang terjadi padamu adalah bagian dari keseimbangan alam.” Saat kecil, Nisa percaya itu, tapi semakin dewasa ia meragukannya. Bagaimana bisa hidup adil jika ia sering merasa tidak beruntung? Pekerjaan yang ia cintai hilang, dunia terasa tak berpihak padanya. “Jika hidup itu adil, mengapa aku merasakannya?” pikirnya.
Di sore hari ketika hujan sudah reda, Nisa menerima surat dari Aris, teman lama yang pernah ia bantu. Aris kini merawat adik-adiknya setelah kehilangan orang tuanya. Dalam surat itu, Aris menulis, “Nisa, ingatkah kamu waktu aku hampir menyerah? Kamu memberiku harapan. Sekarang aku ingin memberimu semangat yang sama.”
Nisa terdiam, air matanya terjatuh, ia baru menyadari betapa ia terlalu fokus pada kesulitannya tanpa melihat dampak positif yang pernah ia berikan. Mungkin ujian hidup memberi banyak pelajaran berharga. Kesulitan bukanlah akhir, tetapi cara hidup mengajarkan kesabaran dan rasa syukur.
Nisa teringat lagi kata-kata ibunya “Hidup itu adil, Nak.” Kini, ia mulai memahaminya. Hidup membawa ujian untuk setiap orang, meskipun sering terasa tidak adil, selalu ada hikmah yang bisa dipetik. Tanpa tantangan, ia tak akan tahu betapa kuatnya dirinya. Tanpa kehilangan, ia tak akan menghargai yang dimiliki.
Setelah hujan berhenti, Nisa menatap langit yang mulai cerah. Ia tersenyum, mengusap air mata. Ya, hidup itu adil. Setiap orang memiliki jalan dan takdirnya sendiri, dan meskipun kadang terasa tidak adil, semuanya pasti ada maksud dan tujuannya. Semua ujian adalah bagian dari keseimbangan, dan akhirnya, setiap orang akan menemukan kedamaian.
Nisa menyimpan surat itu dan berjanji untuk tidak meragukan keadilan hidup. Hidup itu adil meski sulit dimengerti, selalu ada pelajaran yang bisa dipetik di setiap perjalanan. Nisa bangkit dan berjalan menuju jendela, menatap dunia di luar yang perlahan berubah setelah hujan reda. Pepohonan yang basah, tanah becek, dan udara segar yang menyapu wajahnya membuatnya merasa hidup memberikan kesempatan kedua. Ia menyadari bahwa selama ini ia terlalu fokus pada yang hilang, tanpa melihat apa yang masih ada.
Dari kejauhan, ia melihat anak-anak yang bermain di jalanan, tertawa riang meski hujan baru saja turun. Mereka tidak peduli pada kesulitan atau ketidakpastian hidup. Mereka menikmati momen itu, tanpa memikirkan masa depan. Nisa tersenyum, merasa diingatkan untuk kembali menikmati hidup tanpa terbebani rasa tidak adil. “Setiap orang punya jalan masing-masing,” kata Nisa pada dirinya. “Tidak semua hal bisa dimengerti dengan segera, tapi kita bisa memilih bagaimana menghadapi hidup ini.”
Ia teringat pada teman-temannya yang sederhana, tetapi penuh semangat. Mereka yang meskipun menghadapi kesulitan, tetap berjuang dan berharap. Mereka adalah cermin yang mengingatkan Nisa bahwa dalam setiap ujian hidup, ada peluang untuk belajar dan berkembang. Bahkan dalam kesulitan, ada keindahan yang bisa ditemukan, jika kita tahu cara melihatnya.
Nisa menatap langit yang mulai cerah, seolah memberi tanda bahwa setelah hujan, selalu ada pelangi. Ia menarik napas panjang, merasakan kedamaian yang mulai meresap dalam hatinya. Tidak ada lagi keraguan yang menghantui. Ia memutuskan untuk melangkah maju, bukan karena semuanya mudah, tetapi karena ia percaya setiap langkah adalah bagian dari proses hidup yang adil.
“Hidup ini adil, bukan karena kita selalu mendapatkan yang kita inginkan, tetapi karena setiap pengalaman mengajarkan kita sesuatu yang berharga,” pikirnya. “Dan itu adalah keadilan yang sejati.”
Dengan tekad baru, Nisa membuka laptop dan mulai merencanakan langkah-langkah baru dalam hidupnya. Mungkin tidak semua yang ia impikan akan terwujud, tetapi setiap usaha, setiap pilihan, adalah bagian dari jalan hidupnya yang adil. Ia percaya bahwa di setiap titik, ada alasan untuk terus maju setiap tantangan adalah bagian dari cerita hidupnya yang harus dijalani.
“Hidup itu adil,” bisiknya, “dan aku siap untuk melanjutkan perjalanan ini.”
Nisa merasa semangat baru menyelimuti dirinya. Ia tahu, selama ini ia terlalu sering terperangkap dalam rasa kecewa dan perasaan tidak adil, padahal hidup selalu menawarkan pilihan untuk bangkit dan melanjutkan. Apa yang telah terjadi padanya, baik itu kegagalan atau kesedihan, hanyalah bagian dari proses menuju kedewasaan dan pemahaman yang lebih dalam tentang kehidupan.
Ia berdiri dan berjalan menuju jendela, memandang langit yang kini mulai biru, hujan yang sebelumnya turun deras kini hanya menyisakan jejak-jejak air di jalanan dan rerumputan yang basah. Setiap tetesan air di daun terlihat seperti permata, seolah mengingatkan Dinda bahwa kehidupan selalu memberi kesempatan untuk melihat keindahan, bahkan setelah badai berlalu.
Pikiran Nisa berkelana mengenang masa-masa ketika ia merasa frustasi dan takut menghadapi masa depan. Tapi kini, setelah semua yang ia alami, ia mulai mengerti bahwa hidup bukanlah tentang menghindari kesulitan, melainkan bagaimana kita meresponsnya. Nisa ingat bahwa setiap orang yang pernah ia bantu, setiap kata semangat yang ia beri, ternyata memberi dampak pada dirinya sendiri. Dengan memberi kebaikan, ia merasa lebih hidup dan berarti.
Dengan penuh keyakinan, Nisa memutuskan untuk kembali mengejar impian yang sempat terabaikan. Pekerjaan impian yang sempat hilang, kini ia mulai mencari jalan baru untuk kembali menekuninya, meski dalam bentuk yang berbeda. Ia tak lagi melihat kegagalan sebagai akhir, tetapi sebagai awal dari perjalanan yang lebih kaya makna.
Beberapa hari kemudian, Nisa menulis surat balasan untuk Aris. “Terima kasih telah mengingatkan aku bahwa hidup tidak hanya soal apa yang hilang, tetapi juga tentang apa yang bisa kita bagi kepada orang lain. Aku juga belajar banyak dari kesulitan yang aku hadapi. Hidup memang penuh ketidakpastian, tapi aku mulai percaya, setiap hal yang terjadi adalah bagian dari perjalanan yang adil.”
Nisa mengerti bahwa hidup penuh perjalanan yang tak selalu sejalan dengan apa yang diingginkan. Kadang kita harus merasakan jatuh, untuk bisa bangkit dengan lebih kuat. Terkadang kita harus kehilangan, untuk bisa menghargai apa yang ada. Yang terpenting adalah bagaimana kita menghadapi setiap momen, bagaimana kita memilih untuk tumbuh dan belajar dari apa yang terjadi. Hidup itu adil, karena di balik segala kejadian, selalu ada peluang untuk menjadi lebih baik.
Seiring waktu, Nisa merasa lebih damai dengan dirinya. Ia tidak lagi mencari keadilan dalam bentuk yang ia inginkan, tetapi belajar untuk menerima segala hal yang datang dengan rasa syukur. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tetapi ia siap untuk menjalani setiap langkah, karena ia tahu setiap langkah adalah bagian dari kisah hidupnya yang adil.