Sebuah cerita pendek mengisahkan suatu permasalahan tentang kisah kehidupan yang dialami oleh para tokoh. Salah satu tujuan dari penulisan cerita pendek yaitu untuk memberikan pesan moral kepada para pembaca. Melalui rangkaian cerita tersebut, kita akan dihadapkan pada persoalan yang ada. Tentu saja cerita akan menemukan jalan akhir yang mungkin saja tak terduga sebelumnya. Beragam kegetiran hidup hingga manisnya kisah cinta dapat ditampilkan lewat cerita yang ditulis. Bahkan persoalan rumit sekalipun akan diulas hingga akhirnya menemukan titik terang.

Potret kehidupan dengan berbagai realitas sosial yang penuh konflik dan perjuangan telah saya temukan dari seorang pengarang yang juga berprofesi sebagai trainer dan konsultan SDM. Melalui kumpulan cerita berjudul Manusia Urban, A. M. Lilik Agung menunjukkan kehidupan kaum urban yang penuh warna, tetapi juga memiliki sisi hitam dalam hidupnya. Kumpulan cerpen Manusia Urban memuat 16 kisah dengan perjalanan konflik berbeda-beda. Cerita kaum urban dari dua sisi kehidupan dikemas menjadi kumpulan cerita yang akan membawa pembaca sampai pada ujung cerita.

Dua sisi kehidupan manusia urban ditelusuri dan beranjak mulai menampakkan realitas sosial yang sebenarnya. Sebagian besar kumpulan cerita tersebut menampilkan kehidupan kaum urban dari berbagai penjuru. Kisah dari tokoh Thom, Kresna, dan Tigor menjalani kehidupan penuh dengan perjuangan menghadapi konflik yang ada. Tak jarang jalan cerita membuat pembaca semakin ikut masuk dalam aliran cerita yang disajikan.

Kisah Thom dalam cerpen Foto Para Sahabat menampilkan kisah delapan sahabat yang begitu akrab. Mengenang kisah 21 tahun lalu semasa mereka masih menimba ilmu di Yogyakarta. Waktu akhirnya mempertemukan mereka kembali tepat pada peringatan ulang tahun perkawinan orang tua Thom. Tentu tidak mudah mempertemukan Santoso, Teuku Ramli, Sinta, Ucok Tampubolon, Nyoman Adi, Tiana Liem, dan Mahfud Faisal. Akan tetapi Thom menemukan jalan agar mereka semua dapat berkumpul. Semuanya hadir kecuali Ramli yang sedang berada di Vancouver. Hal yang menarik dari kisah ini yaitu akhir cerita tak terduga dari perjalanan Santoso menuju Yogyakarta. Senda gurau berubah menjadi keheningan akibat berita penangkapan kasus suap. Kutipan tulisan A. M. Lilik Agung dalam cerpen Foto Para Sahabat:

Sang penyiar berita mewartakan. Telah terjadi OTT oleh KPK kepada salah satu ketua komisi DPR. Si anggota DPR yang menerima suap miliaran rupiah untuk proyek infrastruktur di Sumatra. Dia dalam perjalanan menuju Yogya.  Lalu dilayar terpampang wajah si tersangka; Santoso! Santoso yang akan datang ke rumahku menghadiri perayaan ulang tahun pernikahan orang tuaku (hlm. 20).

Berbeda kisah dengan Thom, kini Kresna yang menjalani kegetiran hidup ketika merasakan rasa cinta yang tengah bergejolak. Cerpen Ada Ayah di Foto Ibu menceritakan tokoh Kresna yang selama ini tidak mengetahui sosok ayah dan ibunya bekerja sebagai pembantu di rumah Ndoro Eyang yang teramat baik kepadanya. Tokoh Kresna mendapatkan beasiswa kuliah di Amerika. Selama menetap di sana, ia dipertemukan dengan Helena. Beberapa bulan menjalin hubungan akhirnya Kresna memantapkan untuk bertemu orang tua Helena.

Harapan Kresna layaknya impian semua lelaki. Sejenak keadaan tampak biasa dan ketika sorot mata Kresna tertuju pada sebuah foto keluarga Helena, perasaan Kresna berkecambuk. Memorinya kembali pada beberapa tahun lalu ketika ia melihat foto anak terakhir dari Ndoro Eyang terselip di buku milik ibu. Kini ia melihatnya lagi tepat di hadapannya. Sungguh Kresna merasa hancur itu adalah Ndoro Putranto, ayahnya. Kutipan tulisan A. M. Lilik Agung dalam cerpen Ada Ayah di Foto Ibu:

Bergegeas aku membuka pintu rumah Helena. Tiada peduli kepada Helena, aku berlari kencang. Sangat kencang menembus angin sore pada musim gugur. Ayah Helena, Ndoro Putranto. Ternyata ayahku! (hlm. 78).

Dua kisah melalui Thom dan Kresna menampilkan kehidupan berwarna. Berwarna tak berarti berujung pada kebahagiaan seutuhnya. Seperti pada cerpen Foto Para Sahabat dan cerpen Ada Ayah di Foto Ibu, masing-masing tokoh sempat merajut kebahagian namun tak sampai akhir. Bertemu kawan lama tetapi satu diantara mereka harus ditangkap KPK, sedangkan ketika merasakan rasa cinta harus berujung kegetiran menerima kenyataan sosok ayah yang sama.

Ketika ada bagian berwarna, maka di situlah bagian hitam menjadi lawan yang muncul. Kehidupan yang pekat akan konflik, sulitnya mencari rezeki, dan keharusan menyambung hidup. Itulah yang dialami oleh Tigor dalam cerpen Menunggu Emak.  Tigor lebih memilih bekerja di jermal daripada mengamen di pinggir jalan. Ajakan dari mandor jermal membuat Tigor mengajak Jupri untuk bekerja mencari ikan di tengah laut dan tinggal di sebuah tempat terbuat dari papan kayu bernama jermal.

Tempat teduh, tidak ada preman, dan makan sehari tiga kali tentu menarik. Namun pada kenyataannya mereka bekerja semalaman, diguyur ombak laut, dan harus dihantam pukulan dari mandor. Rasa lelah dirasakan hingga Tigor jatuh sakit. Tigor sadar jika mandornya ternyata preman. Semenjak sakit Tigor selalu memanggil emak. Suatu pagi yang kelam bagi Jupri. Tigor tak sadar meloncat dari atas jermal karena membayangkan emaknya datang untuk menjemputnya pulang. Kutipan tulisan A. M. Lilik Agung dalam cerpen Memeluk Emak:

“Emak! Tungguuuu!!!” Tigor mempercepat larinya dari atas jermal, Tigor meloncat. Tigor terjun ke laut. Menemui emaknya. Aku lunglai. Aku tak berdaya. Ombak menggulung Tigor. Angin laut mempermainkan tubuh Tigor. Di tengah lautan mahaluas (hlm 133-134).

Thom, Kresna, dan Tigor merupakan tiga tokoh yang menggambarkan kehidupan dari sisi berwarna dan sisi hitam. Kemahiran A. M. Lilik Agung dalam menciptakan konflik yang terus mengalir dengan penyelesaian berbeda menjadi kekuatan yang dimiliki. Pemilihan tokoh dan ketepatan karakter membawa cerita yang semakin kuat. Pemilihan kata dengan bahasa yang mudah dimengerti tidak menimbulkan makna berbeda.

Melalui jalan cerita yang menemukan akhir cerita tak terduga membuat tulisan A. M. Lilik Agung semakin menarik. Ada rasa bahagia yang berujung kegetiran hingga rasa kepedihan hidup yang tak berujung. Semua rasa terbawa ke dalam cerita yang dikemas apik. Kiranya itu kemenangan yang dimiliki oleh A.M. Lilik Agung.

Diana Wulandari, lahir di Cilacap 11 November 2000. Mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UMP. Ia saat ini tinggal di Desa Paketingan, Kec. Sampang, Kab. Cilacap. Karyanya yang sudah dimuat pada media massa berupa esai berjudul “Pembelajaran Daring Pengaruhi Keefektifan Belajar” dalam rubrik Harian Bhirawa Surabaya, cerpen berjudul “Kedatangan Gadis Perubah Hidup”, dan cerita rakyat berjudul “Makam Mbah Rujak Beling” dalam rubrik jaringan santri.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *