
Pada zaman dahulu kala ada sebuah tempat dengan warga bermata pencaharian sebagai petani, pada saat mereka bertani salah satu di antara mereka menemukan sebuah air terjun yang berlubang. Air terjun berlubang itu berada di sekitar sungai kecil yang biasa warga desa sebut sebagai kali Cangkringan. Curug berlubang, dengan alasan itu warga-warga sepakat menamai tempat yang mereka tinggali sebagai Curug Bolong. Curug yang artinya air terjun dengan ukuran kecil dan bolong artinya berlubang.
Tidak berlangsung lama hujan badai terjadi, Sungai besar yang terhubung dengan Kali Cangkringan itu banjir dan membawa makhluk besar seperti belut namun memiliki sungut. Makhluk itu sangat menyeramkan dan membuat warga setempat ketakutan. Warga desa menyebut makhluk tersebut dengan nama Uling karena bentuknya mirip dengan Uling yang membedakan saja ukurannya sangat besar. Uling membuat beberapa tanah di desa menjadi cembung atau masuk ke dalam karena ukuran Uling yang sangat besar. Tempat persembunyian Uling adalah berada di Curug Bolong dan semakin lama berbentuk seperti Goa kecil (Goa Uling).
“Bukankah tempat ini lebih nyaman dibandingkan tempat-tempat lainnya? Tempat ini tidak jauh dari pemukiman, cukup untukku dan dekat dengan sungai.” ucap Uling pada dirinya sendiri.
Jika merasa lapar, Uling akan keluar dan membuat tempat-tempat yang Ia lewati cekung dan menjadi aliran air atau sungai kecil. Warga sangat ketakutan karena Uling sering kali memakan binatang ternak warga.
“Makhluk itu terus merusak tanah warga, bukankah lebih baik jika kita saja yang memberinya makanan ternak kita? Cukup hewan ternakku saja yang habis, tidak dengan padi dan sayur yang ku garap dengan susah payah.” Ucap salah satu warga yang mulai resah tanah yang berisi tanaman padi dan sayuran itu mulai miring dan berair seperti aliran sungai.
Maka dari itu warga sepakat untuk mencoba memberi makan rutin agar kerusakan di desa tidak semakin parah. Hal ini bagus, namun persediaan ternak di desa sangatlah sedikit dan terbatas, saat dirasa hewan ternak warga sebentar lagi habis, warga mengurangi makanan yang disiapkan untuk Uling. Hal itu membuat Uling keluar dan merasa marah karena makanan yang biasa warga sajikan sekarang sudah tidak terlihat sesering dan sebanyak sebelumnya. Uling keluar dan memakan bayi-bayi warga di malam hari.
Namun entah keajaiban apa yang terjadi, Sungai besar itu (Sungai Serayu) kembali banjir dan membawa pergi makhluk besar yang meresahkan banyak warga setempat itu menghilang, tidak lagi ada bayi yang hilang, ternak warga yang dimakan. Namun karena merasa takut warga tidak berani memeriksanya, mereka hanya sedikit menjauhi tempat tersebut setelah kejadian itu untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan datang.
Setelah bertahun-tahun lamanya Kepala Desa yang merasa nama Curug Bolong tidak cocok dengan keadaan desa yang hangat dan nyaman menggantinya menjadi Desa Candiwulan dan masih tetap sama sampai dengan sekarang. Dari cerita yang ada juga akibat dari kejadian tersebut adalah di sekitar perbatasan desa pasti terdapat jalan naik dan turun, yang diakibatkan oleh hewan Ulin raksasa tersebut. Tempat curug dan goa uling tersebut sudah jarang dilewati oleh warga karena posisi yang curam ke arah sungai dan sedikit menyeramkan.
Geta Amelia, kelahiran 13 Mei 2002 di Banjarnegara. Mahasiswa dari Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Purwokerto.