Pada 24 September 2022 di PDS HB Jassin sejumlah mahasiswa FIB Universitas Indonesia berkumpul, berdialog, membaca puisi, bermain drama dan memainkan musik dalam acara diskusi buku ‘Kuliner Para Dewa’ yang diterbitkan oleh Hyang Pustaka.
Sudah menjadi rahasia umum bahwasannya Indonesia menjadi dapur besar dari berbagai macam kuliner khas. Hal ini merupakan buah dari beragamnya masyarakat budaya yang mendiami wilayah Indonesia. Melalui mata kuliah Penulisan Kreatif, mahasiswa FIB UI menyajikan esai mengenai kuliner khas daerahnya masing-masing. Kumpulan esai tersebut disatukan dalam sebuah buku.
Dalam pengantar buku, Maman S Mahayana sebagai pembicara acara tersebut mengatakan bahwa judul sengaja dibikin bombastis, mungkin juga lebay! Tetapi, untuk perkara makanan, memang mesti begitu. Misalnya, makanan pencuri nasi. Maknanya, saking enaknya makanan itu, siapa pun orang yang menyantapnya, akan terangsang selera makannya. Akibatnya, ia banyak menghabiskan nasi. Ada juga makanan yang membuat para malaikat iri, lantaran mereka tidak dapat mencicipi makanan yang aromanya menyebar sampai dunia kahyangan. Bahkan, ada makanan yang konon dapat menggoyahkan iman para makhluk halus, sehingga mereka ingin jadi manusia sekadar untuk mencicipi makanan itu. Semua pernyataan itu hiperbolis. Tujuannya hendak menegaskan, bahwa perkara makanan, ekornya dapat menghasilkan ungkapan yang khas, menarik, dan kreatif. Maknyus, rasanya menggigit, gurihnya mencengkeram ujung lidah, pedasnya klepek–klepek, dan seterusnya, adalah beberapa contoh, bahwa urusan makanan dapat memantik dan melahirkan kreativitas yang lain. Bakso bola tenis, sambal setan, sate klatak, dan seterusnya adalah contoh yang lain lagi.
Ia pun menyatakan kekayaan kuliner sesungguhnya merepresentasikan kekayaan budaya bangsa, dan Indonesia memiliki kekayaan itu. Yang dicatat dalam buku ini tentu saja baru sebagian kecil. Masih ada begitu banyak kuliner di Nusantara ini yang sangat populer dan belum ada yang mencatatnya. Sebut saja misalnya, sambal. Indonesia ternyata memiliki ribuan jenis sambil, mulai sambal yang sama sekali tak berasa pedas sampai sambal dengan kepedasan tingkat dewa. Jenisnya juga bermacam-macam. Sayangnya, belum ada pula orang yang mencatatnya. Padahal, penting juga menelusuri sejarah atau filosofi sambal. Memang ada beberapa buku resep masakan. Tetapi sebagai buku resep, yang dapat kita temukan di sana adalah: senarai bahan makanan dan cara mengolahnya. Adakah yang coba mengungkapkan sejarahnya, filosofinya, dan makna makanan itu dalam kehidupan?
Dalam acara itu pun dihadirkan pembacaan puisi oleh Aufa Auly Nona Bunga Evelyn Bias Iswara seorang Mahasiswa Prodi Indonesia FIB UI. Selain itu, ada berbagai penampilan menarik lainnya: Pembaca Naskah Secara Teatrikal dari Cuplikan Salah Satu Esai di Buku Kuliner Para Dewa Nusantara oleh Arifah dan Rahmat (IKSI 20), Penampilan Teatrikal oleh Biro Teater Pagupon IKSI UI, Musikalisasi puisi oleh Biro SASINA IKSI UI.
Kegiatan Bincang buku seperti ini di PDS HB Jassin bukan kali pertama, seperti yang sedang diketahui bersama bahwa PDS HB Jassin di bawah naungan Dinas Arsip dan Perpustakaan DKI Jakarta telah bermetamorfosis secara fisik bangunan, sehingga fasilitas untuk kegiatan sastra yang didukung dan difasilitasi, ini menjadikan sastra di Ibukota khususnya semakin menggeliat.
Acara bincang buku ‘Kuliner Para Dewa’ pun berakhir hingga sore hari dan ditutup dengan foto bersama. (red/25/09/22)