Hani kawanku adalah perempuan kelahiran Sukabumi. Dia cantik. Bahkan lebih cantik dari Jaksa Pinangki. Siapa pula Pinangki? Seorang Jaksa yang namanya mendadak viral karena di duga menerima uang grativikasi 500 ribu dolar dari Mr Joko Chandra.
Jika benar apa yang ditulis berita on line tentulah Hani kawan saya ini beda nasib dengan Jaksa Pinangki Sirna Malasari meski sama-sama cantik. Hani tidak digaji negara seperti Jaksa Pinangki. Hani tak punya suami berpangkat Perwira Polisi seperti Jaksa Pinangki. Hani tak pernah ke luar negeri apalagi datang ke New York hanya untuk operasi plastik (hidung) seperti yang konon dilakukan Jaksa Pinangki.
[iklan]
Ah… saya tak akan bicara soal Pinangki. Saya akan bicara soal Hani. Teman saya yang masih cantik tapi masih menjadi prostitute undercover di usianya yang tak muda lagi (50).
Dunia yang Pernah Indah
Saya tak bisa menampilkan wajah cantik Hani kawan masa kecil saya itu. Meski Hani setuju story tentangnya saya tulis. Hani bicara banyak tapi tak bisa semua saya tuliskan. Banyak hal yang Hani ceritakan membuat saya ‘terganggu’. Tapi Hani bilang bahwa segala hal yang diceritakan itu 100% benar kejadian.
Hani adalah kawan yang sudah seperti saudara kandung. Usia Hani 2 tahun di atas saya. Ketika pertama kali orang tua saya mengajak ke rumah orang tua Hani di bilangan Cipinang Elok. Saya masih kelas 4 dan Hani kelas 6 SD. Kami segera akrab. Di saat orang tua kami mengobrol… kami berenang di kolam renang di rumah Hani. Kami makan bersama di meja makan besar dengan aneka hidangan. Kemudian tidur siang di kamar Hani yang bersprai bersih dengan boneka- boneka lucu dan tas-tas sekolah di atas lemari dan sepatu yang tersusun rapi di rak belakang pintu. Hani membagi buku cerita, coklat hingga bando berpita lucu ketika saya pamit pulang. Tas dan sepatu yang masih layak pakai juga Hani bagi ketika saya bermalam pada minggu berikutnya.
Hani baik. Dia sering mengepang rambut saya. Mungkin karena tak punya adik perempuan. Hani waktu itu baru punya 2 adik laki-laki yang hanya seibu tapi tak seayah. Dulu saya tak mengerti. Tapi lama-lama saya mengerti bahwa ibunya Hani pernah menikah 3 kali dan melahirkan seorang anak dari setiap pernikahannya. Ibunya Hani juga cantik. Dulu, beliau adalah Pragawati dan sering sepanggung dengan pragawati terkenal. Hani anak sulung. Ibunya hamil kala usia 15 tahun. Menikah lalu pisah. Menikah lagi lalu pisah kembali. Tak ada yang tau bahwa ibunya sudah melahirkan dirinya diusia 15 tahun. Kala ibunya melenggak lenggok di catwalk semua orang mengira ibunya masih gadis.
Sesuatu yang cantik bisa menyakitkan. Pun demikian dengan Hani dan ibunya. Karena kecantikannya, Ibundanya dulu tak sulit untuk menikah lagi meski selalu berakhir dengan perpisahan. Seorang Jendral (ABRI) Pria Jawa yang dekat dengan Lingkaran Cendana adalah pria terakhir yang menikahi ibunya. Salah satu orang berpangkat yang membeckingi SDSB atau Sumbangan Dana Sosial Berhadiah. Undian yang terkenal di Jakarta sebelum tahun 1990. Itulah mengapa Hani bisa tinggal dirumah berkolam renang dengan pagar tinggi di area komplek mewah awal tahun 80an. Dengan pembantu dan supir yang setia selama 24 jam.
Dunia Kelam
Ketika SMP saya dipindahkan ke Garut dan Hani tetap di Jakarta. Saya tak dengar kabar tentang Hani hingga lulus SMP. Hani sudah pindah rumah. Ayah sambung yang orang berpangkat itu sudah tiada. Mungkin jantung. Bukan hanya itu saja, karena ibunda Hani dalam keadaan hamil kala suami berpangkat nya itu wafat mendadak. Dilalah itu adalah pernikahan bawah tangan. Ada istri resmi yang berduka dan mendapat pensiun dari negara. Ibunya Hani tidak mendapatkan apa-apa kecuali rumah berkolam renang yang beruntung atas namanya. Tapi ibunya Hani bukan perempuan yang bisa menjaga harta peninggalan suami apalagi mengelolanya dengan baik.
Ibunya ikut bisnis kanan kiri. Mungkin salah jalan atau salah perhitungan? Yang pasti Hani punya adik baru yang lagi-lagi berjenis kelamin lelaki saat masuk SMA. Bersusah payah dia dan adik-adiknya naik bis kota ke sekolah. Tiada lagi driver pribadi. Bahkan untuk membayar uang SPP pun mereka kesulitan. Dulu punya koki dan bisa masak dengan menu sesuka hati. Kini makan mie instan pun sudah harus bersyukur. Segalanya sudah habis-habisan. Bolak balik pindah mengontrak rumah lalu ibunya yang sudah melahirkan dan punya bayi yang harus diurus membuat semuanya kacau.
Hani memutuskan bekerja di klub malam ketika lulus SMA. Mulanya hanya sebagai Pramuria yang menemani tamu melantai. Tapi jika ada tamu yang ingin lanjut dan berkenalan? Hello? Itu hal biasa.
Saya tak pernah bertemu Hani lagi hingga selesai kuliah. Rasa kangen membuat saya mencari keberadaannya. Bersyukur mamanya main ke rumah. Saya mendapatkan nomor telpon rumah (kost) nya. Kami berhasil janjian di daerah Mangga Besar kota. Makan kwetiau dan segera saja Hani menceritakan segala hal dalam hidupnya yang saya lewatkan. Bahwa dia harus melakukan semuanya atas alasan ekonomi. Harus menjadi tulang punggung keluarga adalah penyebab Hani harus terjun ke dunia malam.
Di rumah kost berlantai 3 itu semuanya adalah para wanita yang bekerja di tempat hiburan malam. Rata-rata masih dibawah 25 tahun. Masih muda-muda dan cantik. Segala hal bagi perempuan muda pastilah indah. Begitu juga dengan Hani. Selain bekerja sebagai Pramuria dia juga punya pacar bernama Koh A Suk. Raja suku cadang mobil yang disegani oleh pebisnis dibidang itu. Dahulu belum ada bengkel-bengkel resmi macam Toyota dll. Koh A Suk salah satu pemasok onderdil terlengkap dan dengan modal kuat. Punya 4 toko besar di Sawah Besar. Plus di beberapa daerah hingga ke Jawa Timur. Seminggu sekali Koh A Suk ke Surabaya bersama Hani. Naik pesawat. Bobo di hotel bintang 5. Hani diperlakukan bak Vivian dalam film Pretty Woman. Siang hari selesai breakfast selang Koh A Suk mengurus bisnisnya, Hani boleh berbelanja dengan uang saku jutaan. Tapi tak selalu Hani menghabiskan semua uang sakunya. Sebagian ditabung dan disisihkan.
5 tahun bersama Koh A Suk bisa membuat Hani membangun rumah di daerah Bekasi. Hanya 200 meter persegi. Tak terlalu luas tetapi itu rumah sendiri. Rumah hasil keringatnya. Pohon jambu batu berbiji merah, belimbing, sawo dan rambutan ditanamnya. Segalanya seperti surga kecil untuknya jika pulang ke rumah itu sebulan sekali. Sayang kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Koh A Suk pingsan dilantai diskotik kala mereka sedang ON dengarkan musik sambil mengunyah ekstasi. Koh A Suk wafat sebulan kemudian.
Jalan Panjang Berliku
Hani masih usia 27. Jalan masih panjang. Pengganti Koh A Suk mengantri dibelakang. Kali ini Koh A Seng yang menjadi pacarnya. Pria tambun yang punya bisnis judi. Dia punya kapal pesiar sendiri yang berlayar hingga ke perairan Internasional. Orang-orang Malaysia-Singpore-Indonesia banyak yang menjadi langganannya. Mengadu untung sambil menikmati pemandandan keren plus makanan minuman lezat dan perempuan-perempuan cantik yang bisa menemani. Hani lumayan punya uang banyak. Karena selain menjadi pemandu lagu di karaoke juga dengan menjadi pacar Koh A Seng berarti dia punya banyak sumber uang tambahan. Sesekali ikut menemani di kapal pesiar tentu saja. Tetapi lagi-lagi cobaan datang melanda. Ibundanya terkena kanker payudara. Beban ekonomi yang harus ditanggungnya semakin besar. Dia harus sekolahkan 3 adik laki-lakinya. Termasuk si bungsu anak bapak jendral berpangkat yang memberi ibunya keturunan. Jaman itu belum ada BPJS. Tak ada ASKES pula karena ibunya hanya istri siri. Hani keluarkan banyak biaya untuk pengobatan ibunya. Ratusan juta. Karena sakitnya menjalar hingga ke Jantung dan Paru Paru. Hubungan dengan Koh A Seng tak mulus setelah tahun ke 5. Koh A Seng terkena musibah. Ibu Koh A Seng juga terkena kanker (darah). Kapal pesiarnya tertangkap patroli (polisi) laut. Hubungan mereka lalu kandas.
Tak terasa usia Hani menginjak 35 tahun. Mau tak mau dia harus turun derajat. Tidak lagi memandu lagu karena sudah sepi pasaran. Mencari Sugar Daddy di usia yang lewat dari 30 tahun pun sudah tak semudah kala usia 20 an . Tak banyak pilihan lapangan pekerjaan selain dunia malam dan gemerlap. Pada saat itu Hani mulai menyesal. Dulu ketika memandu lagi, seseorang keturunan Tiong Hoa Indonesia bernama Anthony yang tinggal di Sandiego pernah naksir berat dan tergila-gila kepadanya. Pria yang masih bujangan itu memberinya 5.000 US dolar utuknya agar membeli tiket dan mengurus Visa. Pria bernama Anthony itu berharap Hani menyusulnya ke Amerika segera. Menikah dan tinggal di negara Paman Sam adalah impian mereka-mereka yang korban Hollywood Movie. Tapi tak terlalu untuk Hani kala itu. Bukannya dia tak mau memperjuangkan dengan serius. Hanya saja ketika Visanya ditolak dia menyerah. Hani pusing mengurus segala tetek bengek. Jaman itu belum ada gadget canggih. Dan setiap hari dia harus bolak balik antara Mangga Besar ke Jalan Sabang. Dimana ada satu ruko semacam warnet tempat dia mengurus email dan terima fax untuk mengurus segala hal surat sponsor dari si Pria Amrik itu terkait proses pengurusan Visa. Segalanya memakan waktu berminggu-minggu lalu hasilnya nol alias penolakan. Pria keturunan Tionghoa Indonesia itu sempat marah dan menasehati Hani untuk tak patah semangat dan meminta Hani untuk mengulang semua prosesnya. Tak ada alasan Kedubes Amerika menolak Visa Hani dengan sponsor darinya yang sudah menjadi warga negara Amerika dan punya pekerjaan mapan. Tapi Hani pusing. Alih-alih bermimpi tentang Amerika, dia malah pindah kost menuruti permintaan Koh A Seng yang saat itu mengetahui hal ini dan cemburu berat.
Karyawan yang Tak Boleh Terlihat
Hani masuk dunia pijat plus-plus di hotel bintang di usia yang tak muda lagi. Hani baru paham bahwa untuk masuk bekerja sebagai massage therapist what ever itu pun harus membayar minimal 10 juta. Bahkan ada yang hingga 40 juta. Tergantung gengsi hotelnya. Masuk menjadi therapist massage itu tak mudah. Harus punya koneksi orang dalam. dikenalkan ke mami dll. Hani bilang bahwa nyaris di setiap hotel berbintang di Indonesia ini layanan pijat pasti ada. Dan para tamu pria sudah paham. Tekan angka berapa saja di pesawat telepon dalam kamar itu. Minta disambungkan ke health centre atau langsung bilang ingin layanan pijat maka seseorang akan menelpon balik. Dan tamu bisa meminta layanan service itu dengan personal massage sesuai kriteria yang diinginkan. Ingin yang berkulit kuning langsat atau sawo matang? Bisa. Ketika saya ternganga dengan hal ini? Hani malah tersenyum. Katanya, “Jangankan soal warna kulit. Ingin yang ukuran payudara tertentu saja bisa.”
“How come?” Aku bicara sendiri. Dan Hani tersenyum lagi.
“Namanya juga tamu. Dan kita harus melayani sesuai keinginan mereka. Ini bisnis service… “
Lalu Hani bicara soal bagimana tamu-tamu itu dengan segala kelakuan. Ada yang kasar. Ada yang jaim. Ada yang bawel. Ada yang pelit meski banyak juga yang baik. Tak semua tamu mengerti bahwa dari harga 350 ribu per 90 menit layanan pijat itu hanya 25 ribu yang masuk kantongnya. Karena 325 ribu nya adalah masuk kantor. Masuk manager jika tak mau disebut mami atau ketua mereka. Ada 2 shift dan ada belasan pemijat dalam satu shift. Bisnis yang bagus? Entahlah. Yang pasti para pemijat itu harus masuk lewat pintu karyawan. Tak boleh lalu lalang depan lobi sembarangan. Terlarang makan di resto apalagi breakfast/diner bareng tamu meski tamu itu membocking dengan biaya berlipat-lipat.
Penjara dan Air Mata
Tak semua tamu meminta layanan service plus. Ada juga tamu yang benar-benar ingin dipijat. Soal ukuran tubuh tamu yang kekar seukuran kulkas 2 pintu misalnya. Bolak balik pijat selama 90 menit dengan tip yang hanya 10rb? Hani sering alami. Mungkin tamu itu berpikir 350rb itu akan masuk ke kantong Hani. Padalah hanya 25ribu rupiah saja untuk pemijat seperti yang sudah saya tulis di atas. Bayangkan betapa kerasnya mencari uang. Jika bertemu yang ingin layanan pijat plus? Uangnya lebih besar. Tergantung kesepakatan. Tapi urusan ekonomi keluarga yang ditanggung Hani juga besar. Dari tahun ke tahun selalu ada saja masalah. Ibundanya masih hidup saat tulisan ini dibuat. Tetapi sudah tak bisa bangun dari tempat tidur. Kankernya sudah sembuh. Justru akibat jatuh dari tangga rumah maka ibunya mengalami kelumpuhan. Tulang panggulnya bermasalah. Adik laki-lakinya satu orang tinggal di Gunung. Bertapa atau berguru? Entahlah. Yang pasti segala jenglot, boneka pocong dan tanah kuburan berwarna merah ada di kamar tidurnya. Adik lelaki lainnya masuk penjara karena kasus narkoba. Biaya menebusnya dulu Hani diminta sediakan 150juta. Tetapi karena Hani tak mampu? Maka dia membiarkan. Dan kini hampir setahun adiknya dipenjara? Jika dihitung jumlah uang yang keluar untuk biaya makan, membayar kasur di dalam sel, uang jenguk dan uang-uang lain yang selalu ada saja untuk adiknya yang sudah di vonis itu, justru sekitar 200 jt an. Oh ya, rumah yang di Bekasi pun terjual untuk menutupi segala hal di atas.
Makna 75 Tahun Indonesia Merdeka
Hani bingung ketika saya bertanya tentang makna kemerdekaan Indonesia yang kini berusia 75 tahun. Baginya hidup ini selalu sulit dan menyesakan dada. Hani tak merasa punya Wajah cantik. Andaipun iya dia sadar cantik, dia merasa itu semua tak ada gunanya. Tak pernah menikah, tak ada suami juga anak, justru membuatnya kelelahan batin dalam menghadapi hidupnya. Hani tak pernah mendapatkan apapun dari negara. Tak ada satupun adik beradik yang menjadi PNS. Satu-satunya fasilitas dari negara untuknya adalah ketika masuk SMAN di Jakarta. Itupun dulu masih harus bayar SPP meski tak semahal SMA Swasta. Ibunya mungkin iya. Dua tahun ini ada BPJS. Tapi sebelumnya? Hani membayar semua biaya rumah sakit ibunya. Tapi Hani juga menyadari bahwa dia tak pernah membayar pajak. Dia tak mengerti NPWP.
Masalah terakhir terjadi bulan lalu. Adik bungsunya anak sang Jendral yang baru berusia juga berurusan dengan kasus penggelapan. Adiknya dituduh menggelapkan barang kantor senilai 350 juta. Adik bungsunya sudah ditahan polisi. Hani mati rasa. Belum lagi hotel tempatnya melakukan pekerjaan sebagai sebagai pemijat plus-plus juga tutup sejak 5 bulan ini. Sebetulnya Hani masih punya sedikit tanah dan ladang di kampung. Jika Hani memutuskan pulang ke Sukabumi dan membawa ibunya, dia memikirkan nasib adik-adiknya. Juga ongkos pindah ke kampung dan memulai hidup baru sungguh tak terbayang untuknya.
Hani kini lebih banyak dikontrakan (petakan) yang selalu bocor saat hujan bersama ibunya yang terbaring tak berdaya. Ada teman SMP nya yang masih single dan menjadi teman dekatnya saat ini. Pria ini yang sedikit membantu dari segi ekonomi. Di samping Hani menerima panggilan pijat hingga luluran di komplek sekitar petakan kontrakannya. Rejeki ada saja dan Hani percaya kebesaran Yang Maha Kuasa.
Jika seorang Jaksa yang cantiknya mirip Hani bisa ke Luar Negeri selama sembilan belas kali pada tahun 2019 saja. Hani tak pernah sekali pun ke luar negeri. Jika sang Jaksa Bersuamikan seorang perwira polisi dan sering eksis di IG dengan kendaraan yang jika dilihat dari kulit jok mobilnya pastilah sekelas Mercy, tak demikian dengan Hani. Dia tak punya medsos sama sekali. Jika sang Jaksa malah berfoto-foto bersama buronan dan menerima uang senilai 7,5 Milyar dari seseorang yang merugikan negara? Hani bahkan harus rela tubuhnya dinikmati mereka yang mungkin dia tak suka dengan alasan uang yang tak seberapa.
Saya tak bicara benar salah karena sebagai manusia biasa pun pastilah saya banyak salah dan tak sempurna. Saya hanya berbesar hati dengan slogan Indonesia Maju di 75 tahun Indonesia Merdeka ini agar tiada lagi mereka-mereka yang digaji negara tetapi melakukan perbuatan yang merugikan negara. Mereka yang jika dilihat dari standar gaji tak mungkin bisa memiliki gaya hidup glamour dan jet set. Kemudian tanpa malu-malu memamerkan di media sosial mereka. Banyak dari mereka yang memiliki jabatan dan hidup ditanggung negara bergaya bak artis dan tanpa empati memposting apa pun yang mungkin bisa membuat fitnah dan mengundang kecemburuan orang yang melihatnya.
Saya lebih hormat kepada manusia-manusia model Hani. Mereka tak pernah menggunakan fasilitas negara. Tak pernah digaji negara. Tak pernah nyinyir meski hidup ini kejam untuknya. Tak pernah menghujat negara meski tak pernah sedikit pun dia mendapatkan apa pun secara gratis dari negara.
Happy Milad Indonesia…
Selamat Ulang Tahun Yang Ke 75.
Indonesia bisa maju hanya jika mereka diamanahkan bangsa… bisa amanah kepada negeri ini.
Cikeu Bidadewi Rusdana untuk 75 Tahun Indonesia Merdeka