300 RIBU YANG MEMBUAT BAHAGIA
Pagi ini saya bahagia. Belanja di warung tradisional 300 ribu bisa cukup untuk beberapa hari. Bahkan jika untuk makan 4 orang… belanjaan saya itu rasanya bisa cukup untuk seminggu. Masa?  Bisa saja jika saya cermat dalam mengaturnya.

Hari ini saya akan memasak tumis genjer dengan oncom plus tempe goreng. Malam nanti saya masak katuk dengan jagung manis dan ayam bumbu pindang. Besok pagi saya bikin pisang goreng untuk sarapan. Siangnya telur balado dengan tumis buncis dan toge lalu makan malamnya sayur lodeh dengan mendoan. Ada ikan asin yang bisa saya masak dengan tempe di goreng kering untuk selanjutnya. Masih ada udang juga yang akan saya masak cabe.

Di saat negeri ini sedang sulit lalu penangkapan beberapa menteri yang menjadi tersangka korupsi? Saya malah ingin menuliskan  bagaimana tadi pagi saya sambil berolah raga pergi keluar komplek untuk mencari tukang sayur langganan. Perihal tukang sayur gerobak ini bisa dibaca tulisan saya yang berjudul Andaikan Saya Jadi…  di Mbludus.com.

[iklan]

Maka ketika sudah berjumpa dengan si babang sayur… Tanpa banyak bicara saya mengambil semua yang saya mau. Melon, Pepaya, pisang, 3 bungkus kerupuk mentah,  brokoli, jeruk lemon, jagung manis, daun bawang, genjer, Bok coy, buncis, katuk, kacang panjang, kemangi, kentang, 3 bungkus tempe, tahu, lodehan, sayur asem plus tambahan waluh, terong, waluh, melinjo plus daunnya. Mantap…!

40 Item dengan jumlah gram yang banyak. Karena ketumbarnya saya dapat 1/4kg. Dan yang menggemaskan adalah cabe-cabean. Bagaimana mungkin dengan 4 jenis cabe sebanyak itu dengan berat 400 gram hanya 20 ribu. Oh My God. Padahal musim penghujan ini cabai sedang mahal konon.

Semua ini akan saya olah dan mengisi perut. Sehat. Mengapa saya begitu bahagia hanya karena soal ini? Karena… dulunya saya suka bergaya bak Nyonya Sosialita yang maunya belanja di supermarket. Tidak ada yang salah jika seseorang berbelanja di supermarket.

Alasan pertama  parkir biasanya mudah disamping suasana belanja yang nyaman. Ada troly atau kereta dorong dan musik yang mengiringi membuat suasana nyaman dan seolah membuat kita bahagia. Tentu belanja di tempat-tempat seperti itu ada harga lebih yang harus dibayarkan.  Berpendingin ruangan dan tak perlu desak-desakan, bersih dan juga penataan barang didisplay yang cantik secara psikologis membuat kita lupa diri dan ingin memborong semua. Itu manusiawi. Terbawa suasana itu hingga seringnya membeli banyak barang yang di luar keperluan dan dompet kelabakan ketika membayar di kasir. Hi hi hi…

Belanja di tempat mahal tentu berbeda dengan di warung tradisional. Pastinya. Di warung atau di tukang sayur tentu dagangan hanya disimpan seadanya. Kadang kita merasa malu dan gengsi pula. Apalagi jika gerobaknya jauh diluar rumah. Takut ada yang kenal… gengsi… inilah… itulah. Lalu soal kualitas makanan? Apakah ikan dan dagingnya masih segar? Mengapa buah-buahannya tak sebagus kualitas di tempat mahal? Inilah. Itulah.

Aaah…!! Hal itu pada saat pandemi seperti sekarang ini sudah tak musim lagi. Untuk ikan dan daging mungkin saya teliti. Toh masih jam 7 pagi pasti belum terlalu lama pula para tukang sayur mendapatkannya. Dan mereka punya wadah pendingin namanya styrofoam berisi es juga untuk mendinginkan khusus untuk ikan, daging dan unggas. Sayuran apalagi? Kadang malah lebih segar.

Lagipula di jaman serba tak menentu seperti saat ini? Bisa hemat tetapi tetap sehat adalah hebat. Tak perlu boros apalagi memuja gaya hidup hedonis bak artis atau istri-istri pejabat yang naif…. yang karena terlalu memuja barang-barang dunia kemudian mengantarkan suami bahkan dirinya sendiri berakhir di dalam bui. Naudzubillahimindzalik.

(Cikeu Bidadewi)

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *