ANDE ANDE LUMUT

Diceritakan kembali oleh: Abah Yoyok

Ceritanya ada tiga orang gadis kakak beradik yang sama-sama cantik, centil dan ganjen. Yang tua bernama  Kleting Abang, adiknya bernama Kleting Ijo, dan si bungsu Kleting Biru. Ketiga gadis centil ini adalah putri janda Nyai Inten yang  kaya raya. Sejak fajar mulai menyingsing dan ayam jago berkukuruyuk, ketiga gadis itu sibuk berdandan mempercantik diri. Mereka akan mengikuti sayembara mencari jodoh di desa Dadapan.

[iklan]

“Onde Onde Lumut itu kabarnya seorang pangeran yang ganteng dan imut, lho,” celoteh Kleting Abang seusai memoleskan lipstik warna merah menyala ke bibir tipisnya yang bak gondewa terentang.

“Ande Ande Lumut, mbak. Bukan Onde Onde. Bukan pangeran, tapi dia itu sebenarnya seorang raja yang sedang menyamar. Dia ingin mencari istri seorang gadis desa, perawan kemencur yang imut seperti aku, hiiks…” sahut Kleting Ijo dengan ganjen.

“Memangnya kalau aku bilang Onde Onde kenapa, masalah buat loh?” Kleting Abang menanggapi komentar adiknya setengah sewot.

“Ntar kualat lho, mbak. Nama orang bagus-bagus diganti jadi Onde Onde. Apalagi dia seorang pangeran.”

“Mau dia pangeran imut atau raja yang sedang menyamar, yang penting kita harus tampil secantik mungkin. Salah satu dari kita harus memenangkan sayembara. Dan kalau sudah menang jangan lupa untuk membahagiakan Ibu kita.” Kleting Biru, si bungsu, mengingatkan kedua kakaknya.

Saat ketiga gadis centil dan ganjen itu sedang sedang asyik berdandan, adik angkat mereka datang mendekat.

“Wah, kalian cantik sekali!” Kleting Kuning memuji dengan tulus.

“Hei, Kuning! Ngapain kamu masuk ke kamar kami? Mau ikutan sayembara juga?” tanya Kleting Abang dengan sombongnya.

“Tak mungkin! Kamu tak punya pakaian bagus dan perhiasan yang indah. Apakah dengan pakaian yang dekil dan lusuh seperti itu kamu mau ikutan sayembara? Huh!” sahut Kleting Ijo dengan nada menghina.

“Eh, Kuning, kamu itu nggak pantes ikutan sayembara, tau! Mendingan kamu di rumah aja deh. Urus semua pekerjaan. Sudah, pergi sana kamu ke sungai. Cuci semua pakaian kotor kita!” perintah Kleting Biru sembari menunjuk setumpuk pakaian kotor di sudut kamar.

Kleting Kuning segera mengambil pakaian kotor dan menempatkannya ke dalam bakul cucian, lalu pergi ke sungai. Sebenarnya ia sendiri memang tidak tertarik untuk mengikuti sayembara itu. Ia masih belum bisa melupakan kekasihnya, Raden Panji Asmarabangun. Sampai saat ini dia masih belum juga mendapatkan kabar tentang keadaan pujaan hatinya itu. Apakah masih hidup atau sudah tewas di medan pertempuran. Kleting Kuning masih mencoba bertahan untuk setia.

Dalam perjalanannya menuju ke sungai, Kleting Kuning teringat kembali akan peristiwa yang telah menghantarkan dirinya pada kesengsaraan hidup yang ia alami selama menjadi anak angkat di keluarga Nyai Inten dengan ketiga putrinya yang sering memperlakukan dirinya secara semena-mena sebagai seorang pembantu.

***

Ketika bala tentara kerajaan Jenggala yang dipimpin oleh Raden Panji Asmarabangun bertempur menghalau serangan musuh, Dewi Sekartaji berusaha menyelamatkan diri dari istana. Seorang diri ia berlari-lari dari kejaran para prajurit musuh yang datang meyerang kerajaan secara tiba-tiba.

“Selamatkan dirimu, adinda Sekartaji. Larilah sejauh-jauhnya dari kerajaan.”  Begitulah pesan kakanda tercinta yang senantiasa terngiang di telinganya. Maka ia pun berlari dan terus berlari seakan berpacu dengan angin, sampai akhirnya ia tiba di sebuah desa. Dan selanjutnya menyamar sebagai gadis desa dan mengabdikan dirinya pada seorang janda kaya, Nyai Inten namanya.

Oleh Nyai Inten, Dewi Sekartaji diberi nama Kleting Kuning. Di rumah Nyai Inten, ia diperlakukan dengan semena-mena. Siang dan malam harus bekerja, mulai dari memasak, mencuci, membersihkan rumah sampai melayani keperluan Nyai Inten dan ketiga putrinya yang cantik-cantik, genit dan pemalas.

***

Baru saja Kleting Kuning meletakkan keranjang cuciannya di tepi sungai, tiba-tiba datang seekor burung Bangau menghampirinya. Anehnya, burung bangau itu dapat berbicara layaknya manusia dan kedua kakinya mencengkram sebuah cambuk.

“Wahai, Tuan Putri! Pergilah ke desa Dadapan untuk mengikuti sayembara itu! Di sana Tuan Putri akan bertemu dengan raden Panji Asmarabangun. Bawalah cambuk ini! Jika sewaktu-waktu membutuhkan pertolongan, Tuan Putri boleh menggunakannya,” kata sang burung Bangau sembari meletakkan cambuk di atas batu dekat Kleting Kuning.

Belum sempat Kleting Kuning berkata apa-apa, burung Bangau itu sudah terbang ke angkasa lalu menghilang dari pandangan mata. Tanpa berpikir panjang lagi, Kleting Kuning pun segera kembali ke rumah dan bersiap-siap berangkat menuju desa Dadapan.

***

Sementara itu, Kleting Abang bersama kedua adiknya dan ditemani oleh Ibunya telah sampai di tepian Bengawan Solo. Mereka kebingungan, karena harus menyeberangi sungai yang luas dan dalam.

“Kita harus menyeberangi sungai ini, tapi tak ada tukang perahu. Apa yang harus kita lakukan, Bu?” tanya Kleting Ijo kebingungan.

“Iya, Bu! Bisa gagal rencana kita,” tambah Kleting Biru.

“Hai, coba lihat itu! Makhluk apa itu?” seru Kleting Abang tiba-tiba. Dia melihat sesuatu bergerak-gerak di bawah permukaan air.

Betapa terkejutnya Nyai Inten dan ketiga putrinya ketika mengetahui bahwa sesuatu yang bergerak-gerak itu ternyata seekor kepiting raksasa. Namanya Yuyu Kangkang, mahluk air yang mendapat tugas dari pangeran Ande Ande Lumut untuk menguji para peserta sayembara yang akan melewati sungai itu.

“Hai, Kepiting Raksasa! Maukah kamu membantu kami menyeberangi sungai ini?” tanya Kleting Abang.

“He… he… he… Panggil aku Yuyu Kangkang. Aku siap membantu kalian tapi dengan satu syarat,”

“Apakah syaratmu itu, katakanlah!” desak Kleting Ijo.

“Apa pun syaratmu, kami akan memenuhinya asalkan kami dapat menyeberangi sungai ini.” Nyai Inten berusaha membujuk Yuyu Kangkang.

“He he he… Aku akan menyeberangkan kalian asalkan kalian mau mencium aku terlebih dahulu,” kata Yuyu Kangkang.

Kleting Abang dan kedua adiknya kaget. Mencium seekor kepiting raksasa? Hiiy! Nggak lah yaw. Tapi Nyai Inten menganggap syarat itu terlalu ringan dan sepele dibandingkan dengan hasil yang akan didapat apabila nanti salah satu putrinya berhasil memenangkan sayembara. Karena itu segera ia memerintah kepada ketiga putrinya itu untuk mencium si Yuyu Kangkang.

Daripada kehilangan kesempatan emas untuk menjadi seorang permaisuri, maka walaupun setengah terpaksa, Kleting Abang dan kedua adiknya menerima persyaratan Yuyu Kangkang. Satu persatu mereka mencium si Yuyu Kangkang. Setelah itu, Yuyu Kangkang pun mengantar mereka ke seberang sungai.

***

Pada saat Kleting Abang  bersama kedua adiknya dan ibunya sudah sampai di tempat sayembara, Kleting Kuning pun tiba di tepi sungai. Ketika ia bingung hendak menyeberang, muncul Yuyu Kangkang  menawarkan jasa dengan meminta sebuah ciuman sebagai imbalan atas jasanya. Dengan tegas Kleting Kuning menolak, tapi ia tetap memaksa si Yuyu Kangkang untuk membantunya menyeberangi sungai. Berkali-kali Kleting Kuning memohon, kepiting raksasa itu tetap menolak, kecuali Kleting Kuning mau membayar jasanya dengan sebuah ciuman.

Kleting Kuning mulai habis kesabarannya. Ia segera meloloskan cambuk yang melilit pinggangnya dan menyabetkannya ke air sungai. Cetar! Seketika itu juga air Bengawan Solo menjadi surut. Melihat hal itu, Yuyu Kangkang ketakutan dan segera menyeberangkan Kleting Kuning. Bahkan sekaligus menghantarkannya sampai ke rumah Mbok Rondo Dadapan di mana sayembara itu diselenggarakan.

Setibanya di tempat tujuan, Kleting Kuning melihat Nyai Inten, ibu angkatnya sedang berlutut, memohon kepada pangeran Ande Ande Lumut agar memilih salah satu putrinya untuk dijadikan permaisuri. Secara bergiliran, Kleting Abang dan kedua adiknya telah menunjukkan kecantikan dan kemolekan tubuhnya di hadapan Ande Ande Lumut. Namun, tak seorang pun di antara mereka yang dipilih.

“Ampun, Pangeran! Hamba mohon, pilihlah salah seorang dari ketiga putriku ini! Kurang cantik apalagi mereka dengan dandanan yang sebagus itu?” Dengan iba Nyai Inten memohon belas kasihan. Ande Ande Lumut hanya tersenyum.

“Kuakui bahwa ketiga putri Nyai memang cantik semuanya. Tapi, aku tetap tidak akan memilih seorang pun dari mereka,” kata Ande Ande Lumut tanpa memberikan alasan. Sepintas ia melihat seorang gadis berbaju kuning yang baru saja datang dihantarkan oleh Yuyu Kangkang.

“Pengawal, tolong panggilkan gadis yang berbaju kuning itu agar segera datang ke sini!” seru Ande Ande Lumut sambil menunjuk ke arah seorang gadis berpakaian lusuh yang duduk paling belakang.

Gadis yang ditunjuk oleh Ande Ande Lumut itu adalah Kleting Kuning. Ketika Kleting Kuning menghadap kepadanya, Ande Ande Lumut bangkit dari kursi tempat duduknya. Pengawal yang berdiri di sebelahnya berbisik. “Inilah gadis desa yang pernah hamba laporkan tempo hari itu, baginda. Wajahnya mirip sekali dengan gusti Dewi Sekartaji.”

Ande Ande Lumut mengangguk dan tersenyum. Setelah memperhatikan Kleting Kuning sesaat, ia merasakan ada sesuatu yang berdesir dalam hatinya. Dengan tenang ia pun berkata. “Aku memilih gadis ini sebagai permaisuriku.”

Betapa terkejutnya semua orang yang hadir di tempat itu, terutama Nyai Inten dan ketiga putrinya.

“Ampun, Pangeran! Kenapa Pangeran lebih memilih gadis yang tak terurus itu dari pada ketiga putriku yang cantik dan menarik ini?” tanya Nyai Inten ingin tahu.

Ande Ande Lumut tersenyum, lalu berkata: “Wahai, Nyai Inten! Ketahuilah, mengapa aku tidak memilih seorang pun dari putrimu, karena mereka ‘bekas’ si Yuyu Kangkang. Aku memilih gadis ini, karena dia lulus ujian, yakni menolak untuk mencium si Yuyu Kangkang.”

Mendengar penjelasan itu, Nyai Inten dan ketiga putrinya baru sadar bahwa mereka ditolak oleh Ande Ande Lumut karena tidak lulus ujian. Sementara itu, Kleting Kuning masih kebingungan, karena belum menemukan suaminya.

Setelah memberi penjelasan tentang alasan penolakannya, Ande Ande Lumut membuka rahasia tentang dirinya kepada seluruh yang hadir. Bahwa sesungguhnya dia adalah Raden Panji Asmarabangun yang sedang menyamar, mencari sang permaisuri yang lari menyelamatkan diri ketika kerajaan Jenggala diserang oleh musuh dari kerajaan lain.

Kleting Kuning sungguh sangat girang hatinya. Dengan cambuk sakti pemberian si burung Bangau, ia segera mengubah dirinya menjadi seorang putri yang cantik jelita. Seketika itu juga raden Panji Asmarabangun baru sadar, ternyata Klenting Kuning adalah istrinya, Dewi Sekartaji.

Akhirnya, sepasang suami istri yang saling mencintai itu bertemu kembali dan hidup berhagia. Sebagai ucapan terima kasih kepada Mbok Randa Dadapan yang telah mengurus dirinya selama ia melakukan penyamaran, Panji Asmarabangun membawanya serta tinggal di istana Jenggala. Sementara Nyai Inten dan ketiga putrinya kembali ke desanya dengan perasaan kecewa dan malu. Kleting Abang yang paling kecewa. Sudah dandan habis-habisan, eh masih ditolak juga. Dasar Onde-Onde Lumut!

* * *

Cisauk, Juni 2019

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *