Kangen Rendra
Satu dekade mengenang mendiang penyair si Burung Merak Rendra digelar di Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail, Jalan HR. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, pada tanggal 6-7 November 2019.
Rabu (6/11), diadakan pemutaran film Lari Dari Blora dan Terminal Cinta. Malamnya ada peluncuran buku antologi puisi untuk Rendra berjudul Rindu Rendra. Acara ini dihadiri para seniman, sastrawan, para sahabat dan kerabat mendiang Rendra, juga sejumlah penyair yang berkontribusi pada buku antologi puisi Rindu Rendra. Ada juga pameran foto yang digelar selama dua hari.
[iklan]
Hari ini, Kamis (7/11) siang, ada pemutaran film Kantata Takwa dan diskusi publik: Megatruh. Dalam diskusi publik ini menghadirkan pembicara yakni, Emha Ainun Nadjib, DR. Rizal Ramli, dan Adhie M. Massardi.
Malamnya akan ada pemutaran video 10 Besar Lomba Video Baca Puisi Rendra dan pengumuman Pemenang Lomba Baca Puisi Rendra Tingkat Nasional 2019.
Putri almarhum sastrawan nasional W.S. Rendra, Clara Sinta menyampaikan sambutan dalam peluncuran buku Antologi Puisi Untuk Rindu Rendra di Gedung Teater Usmar Ismail, Jakarta, Rabu (6/11/2019). Acara yang juga mementaskan pembacaan kumpulan puisi tentang WS Rendra itu digelar untuk mengenang sepuluh tahun meninggalnya penyair berjuluk ‘Si Burung Merak’.
Selain itu, Penyair dan Teaterawan, Jose Rizal Manua mengatakan Antologi Puisi untuk Rindu Rendra; Rindu Rendra dalam rangkaian acara Rindu Rendra, Satu Dekade Mengenang Rendra – Megatruh ditulis tidak hanya oleh para penyair tetapi juga oleh para penggemarnya dan orang-orang yang pernah mengenalnya.
“Melalui antologi ini kita akan melihat aneka ragam daya ungkap yang bermuara pada kerinduan akan Rendra, yang dikenal luas sebagai penyair, dramawan, sastrawan dan budayawan. Penulis yang puisi terhimpun dalam antologi ini, pada umumnya pernah mengenal Rendra, atau setidak-tidaknya pernah membaca karya-karyanya atau menyaksikan kehebatannya dalam membaca puisi,” katanya, Jakarta, Rabu (6/11/2019).
Menurutnya, puisi tersebut mengungkapkan tentang seseorang yang tidak bertanggung jawab melemparkan bom Molotov saat Rendra membacakan puisi-puisi pamfletnya di Teater Terbuka- Taman Ismail Marzuki, di tahun 1978.
“Ada juga puisi yang ditulis oleh murid-muridnya. Seperti puisi yang ditulis oleh Anton Daryanto Bendet,” katanya.
Pendiri teater anak-anak ini menjelaskan, Rendra adalah seniman yang sangat terkenal di Indonesia, baik sebagai sastrawan, maupun sebagai dramawan.
“Bakat sastranya sudah terlihat sejak ia duduk di bangku SMP. Saat itu ia sudah menunjukkan kemampuannya dengan menulis puisi, cerpen dan drama. Orang-orang di Tikungan Jalan adalah drama pertamanya yang mendapat penghargaan dan hadiah pertama dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta. Pada saat itu ia sudah duduk di SMA,” urainya.
Perayaan Mengenang Rendra pun ditayangkan secara ekslusif pada program ‘Rosi’ di Kompas TV, Kamis (7/11/2019).
Sepuluh tahun sudah WS Rendra berpulang. Si Burung Merak kini telah pergi, namum sesungguhnya WS Rendra tak pernah mati. Karyanya akan selalu dikenang, bahkan menurut budayawan Kang Sobary, semua sastrawan meniru Rendra, bahkan mereka yang membaca karyanyapun berbicara seperti Rendra.
Selain menghadirkan Istri Rendra dan anaknya Maryam Supraba, pada acara ini juga menghadirkan Ine Febriyanti dan Sanggar Matahar. Mereka tampil membacakan puisi dan memusikalisasikannya.