Puisi selalu hadir untuk menyimpan sebuah harapan, mimpi-mimpi. Begitulah yang terkandung pada larik-larik puisi yang dipublikasikan kali ini. Ada semacam kegelisahan yang bersumber dari kehidupan sehari-hari, sekaligus menjadi suatu cita-cita untuk menuju sesuatu yang indah, yaitu kasih sayang. (redaksi).

Rumah

#1
Rak sepatu usai dimakan rayap
Juga dihuni lebah dan sarang laba-laba
memberikan cemas disetiap pagi.
“Ribut sekali telingaku, bising dari apa ini?”
sudah tak bisa lagi aku melelapkan bahuku
rubuh di bantal berkapuk, atau di tumpukan buku
berserakan di kacamataku.

#2
“Sakit, mataku sakit.”
Sinar panas siang bolong
tak kunjung menerobos rongga rumah ini.
Mataku mulai gelap, meraba-raba jendela.
Sekujur mataku dijatuhi embun bekas semalam.

#3
“Pergi!”
Jeritan siapa itu,
Seperti mengejar seorang wanita yang lenyap
ditelan pendatang baru.
Disergap, seorang wanita muda tak berdaya.

#4
Seperti memahat dirinya dalam kolam.
Tubuh wanita itu belum juga kering
tapi tetap indah dan bercuram-curam
seperti badan pantai yang mengguyur bibiran pantai dengan jumawa,
wanita itu menarikan kain-kain handuk disekujur badannya.
Dunia bergoyang-goyang diremas kerlap-kerlip perkotaan.
Sepertinya harus ada perjamuan tengah malam ini,
menunggu semua anak-anak tertidur
dan tak sadarkan diri.
Seperti ini ternyata menjadi raja dunia
dengan dayang-dayang di istana pribadi.
Tak ada hukum dan kecaman yang menakutkan,
“Ayolah istriku, bawalah dirimu ke pelukanku!”

2020

Muhammad Lutfi adalah penulis kelahiran pati, 15 Oktober 1997.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *