Oleh Maemunah

Aku tenggelam dalam lautan keperihan
Hingga aku tak mampu meronta
dan tak mampu bernapas lega
Aku terdiam seribu bahasa
Menengadahkan sejuta kegundahan
Hingga aku tak lagi kuasa bercerita
Kecuali kepada diri-Mu
(Masriyah Amva)

Kadang sisi hidup meskipun perih, ia mampu menjadi sumber inspirasi. Bahkan tanpa kita sadari, ia juga mampu mendekatkan hati seseorang kepada Tuhannya. Seperti halnya puisi yang ditulis oleh seorang Pengasuh Ponpesn Kebon Jambu Al-Islamy Babakan Ciwaringin-Cirebon, ibunda Nyai Hj Masriyah Amva di atas. Dalam ketidakberdayaan ia mau bertahan meskipun hanya diam seribu bahasa dalam sejuta kegundahan. Lalu manusia hanya bisa bercerita (doa) pada sang raja manusia, Allah SWT. Memohon, merintih segala rasa lewat sebuah puisi yang mampu mendorong kita untuk lebih mendekatkan diri pada-Nya. Amien, karena puisi adalah cerita perjalanan jiwa dan pengalaman religi. Di sana kita bertemu, bercumbu dan bercengkerama dengan Illahi (Hj. Masriyah Amva).

Dan ternyata, puisi tidak hanya sebentuk karya-karya besar. Namun puisi juga sangat erat kaitannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Mau tidak mau, dunia telah diperindah dengan adanya puisi, tapi juga identik dengan kontrol. Pada masa kerasulan Muhammad SAW, puisi mendapat tempat yang sangat strategis. Untuk menjatuhkan satu suku terhadap suku lainnya, atau pujian, cukuplah membacakan bait-bait puisi di tempat yang telah ditentukan. Alquran mukjizat terbesar Nabi SAW memuat unsur puisi yang sangat indah dan kaya. Mengalahkan syair-syair yang ada. Keindahan gaya bahasa Al-Quran diakui para pakar bahasa dunia (Lilis Nihwan Sumuranje, Rahasia Sukses, Penulis Sukses).

Puisi juga dapat melembutkan jiwa yang keras. Anis Matta, Lc, mengakui jika seseorang jauh dari sastra (puisi) hidupnya cenderung gersang karena itu, papar Anis, puisi perlu dikenalkan kepada anak-anak sejak dini.

Sementara dalam poetika (ilmu sastra), sesungguhnya hanya ada satu istilah yaitu puisi. Istilah ini mencakup semua karya sastra, baik prosa (seperti cerpen, novel, naskah drama) maupun puisi itu sendiri (seperti sajak, syair, pantun, gurindam, mantra, seloka, atau pepatah). Hal ini bisa kita buktikan jika kita membaca sebuah karya sastra sajak atau cerpen misalnya. Pengamatan sastra akan segera mengatakan bahasanya puitis!

Ya, puisi sebagai karya seni puitis. Kata puitis sudah mengandung nilai keindahan yang khusus untuk puisi. Disebut puitis, apabila karya sastra itu bisa membangkitkan perasaan, menarik perhatian, menimbulkan tanggapan yang jelas, atau secara umum bisa menimbulkan keharuan (Ael Azhar 1998).

Menurutnya, puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik (bentuk penulisan), dan struktur batin (isi puisi).

Bahkan Nyai Hj. Masriyah mengutarakan hal yang sama akan tingginya nilai sebuah bait puisi yang ditulis untuk mengekspresaikan jalan hidup seseorang. Dengan alasan itu pula beliau akhirnya berhasil membukukan antologi puisi yang ke-2 dengan judul: Setumpuk Surat Cinta. Bagi penulis sendiri, puisi-puisi beliau adalah inspirasi kehidupan. Pengobat lara dan sepi akan kesendirian.

Pernyata, di balik kesendirian yang biasa kita rasa amat menyiksa seolah Tuhan mengasingkan kita dari kehidupan manusia lain, disitu beliau mencurahkan makna emas dari arti kesendirian.

Motivasi Hidup

Kata ibunda Hj. Masriyah, “Kesendirian mengajarkanku hidup sendiri, tanpa cinta dan tanpa kasih. Kesendirian mengajariku hidup mandiri, tanpa bantuan dan tanpa perhatian. Kesendirian memaksaku menjadi besi, ditempa dan didera. Biarkan. Dia memberiku banyak peran, sebagai ibu dan pahlawan. Biarkan. Dia menjadikanku sendirian melewati siang dan malam. Dan, menjadikanku lebih berani menghadapi kerasnya kehidupan”. Untaian itu sangat memiliki arti penting dan dalam bagi siapapun yang mambacanya.

Bagi beliau, puisi adalah segalanya, karena di sana ada doa, harapan, cita-cita dan renungan tentang segala hal. Yah, puisi adalah inspirasi, ekspresi, eksplorasi, sugesti, dan motivasi hidup. Disana kita bermain, menghayati, memahami dan mempelajari berbagai macam kehidupan.

Puisi merupakan tempat yang indah untuk mengeluh, meratap, menjerit, menangis dan tertawa. Disana kita menemukan sumber kesejukan bagi jiwa yang gersang dan lara. Tapi, puisi pun bisa jadi tak berarti, bila kita baca tanpa rasa dan tanpa nalar. Puisi menuntut kita peka berpikir. Andai tidak, puisi hanyalah segugusan kata-kata yang maati (Masriyah Amva, 2008).

Dan ketika seseorang merasa gundah atau bahagia, kemudian ia tuangkan dalam bentuk tulisan misalnya. Lebih seringnya orang akan mencurahkan isi hatinya lewat puisi atau sajak yang konon bagi siapa saja yang membacanya akan terpana, terbawa suasana, karena puisi tidak bisa dikarang-karang, tidak bisa dipaksa untuk ada, sebab ia datang dengan sendirinya. Puisi adalah kejujuran nurani, bukan rekayasa (Soni Farid Maulana). Melainkan dari jiwa yang terdalam. Benar-benar apa yang tengah dirasakan penulisnya. Sehingga bahasanya pun kadang dinilai terlalu berlebihan. Tapi itulah bahasa puisi, indah dan mendalam penuh makna.

Mitra Dialog, 16 Mei 2009

Maemunah. Seorang penulis yang senang membaca karya sastra. Kini ia menjadi direktur Penerbit Hyang Pustaka.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *