Pimpinan KPK Republik Indonesia dan Dewan Pengawas yang baru periode 2019-2023
“Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya untuk melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun kepada siapa pun juga.”
Pada hari Jum’at tanggal 20 Desember 2019, sekitar pukul 14.30 di Istana Negara, lima pimpinan KPK yang baru untuk periode 2019-2023 membacakan sumpah jabatan di hadapan Presiden Jokowi. Mereka adalah: Firli Bahuri, Lili Pintauli Siregar, Nurul Ghufron, Nawawi Pomolango dan Alexander Marwata. Kelimany secara definitif menjabat pimpinan KPK. Dipilih oleh presiden dan disetujui/ditetapkan dalam Rapat Pleno Komisi III di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 13 September 2019 lalu.
[iklan]
Pimpinan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Republik Indonesia adalah pimpinan dari lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia yang terdiri dari lima orang. Pimpinan KPK merupakan penanggungjawab tertinggi yang bertugas memimpin KPK dan bekerja secara kolektif dengan masa jabatan selama empat tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan. Berikut ini adalah riwayat singkat dari masing-masing Pimpinan KPK periode 2019-2023:
Firli Bahuri (Ketua),
Komisaris Jenderal Firli Bahuri yang mantan Kapolda Sumatera Selatan ini lahir di Desa Lontar, Kecamatan Muarajaya, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumsel pada tanggal 8 Nopember 1963. Lulus dari Akademi Kepolisian tahun 1990. Pernah menjadi Deputi Penindakan KPK, Kapolda Nusa Tenggara Barat, Wakapolda Jawa Tengah, dan Wakapolda Banten.
Tahun 2001 menjabat Kapolres Persiapan Lampung Timur. Tahun 2005, menjabat Kasat III Ditreskrimum di Polda Metro Jaya. Tahun 2006-2007 menjabat Kapolres Kebumen dan Kapolres Brebes Tahun 2009 menjabat sebagai Wakapolres Metro Jakarta Pusat. Tahun 2010, menjadi asisten Sespri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tahun 2012, setelah bertugas sebagai Direktur Kriminal Khusus Polda Jateng, ia dipercaya sebagai ajudan wakil presiden saat itu, Boediono. Tahun 2014, Irjen Firli Bahuri menjabat Wakapolda Banten. Tahun 2016, menjabat Karodalops Sops Polri. Tahun 2017, dipromosikan menjadi Kapolda NTB. Tahun 2018, ditugaskan di KPK sebagai Deputi Penindakan.
Pangkat Irjen didapatnya saat menjabat Kapolda Sumatera Selatan. Sebelum ditetapkan menjadi Ketua KPK, Firli menjabat Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Kabaharkam) pada November 2019 lalu.
Berdasarkan data dari LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) Firli Bahuri tercatat memiliki kekayaan sebesar lebih dari Rp 18 miliar atau tepatnya Rp 18.226.424.386.
Alexander Marwata,
Alexander Marwata kembali terpilih sebagai Pimpinan KPK untuk yang kedua kalinya setelah mendapatkan 53 suara dalam voting dalam rapat Pleno Komisi III DPR RI. Dari laporan LHKPN diketahui kalau ia memiliki total harta kekayaan senilai Rp 3.968.145.287.
Alexander Marwata lahir di Klaten, Jawa Tengah, 26 Februari 1967. Lulus dari SMAN 1 Yogyakarta, ia melanjutkan pendidikannya di
Alexander menempuh pendidikan di SD Plawikan I Klaten, SMP Pangudi Luhur Klaten, SMAN 1 Yogyakarta. Kemudian, dia melanjutkan pendidikan tinggi D4 Jurusan Akuntansi di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) dan S1 Ilmu Hukum di Universitas Indonesia.
Tahun 1987-2011 ia mengabdikan dirinya di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Tahun 2010, menjadi Kepala Divisi Yankum dan HAM Kantor Wilayah Hukum dan HAM Yogyakarta. Tahun 2012, menjabat Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM di Kantor Wilayah Hukum dan HAM Sumatera Barat sekaligus Direktur Penguatan HAM di Direktorat Jenderal HAM, Kementerian Hukum dan HAM. Pada tahun yang sama, ia mulai menjadi hakim ad hoc di Pengadilan Tinggi Tipikor Jakarta dan hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tahun 2015 terpilih menjadi salah satu dari Pimpinan KPK untuk periode 2015-2019.
Lili Pintauli Siregar
Dari lima orang Pimpinan KPK terpilih, Lili Pintauli Siregar, seorang advokat yang pernah menjadi Komisioner di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dua periode (2008-2013, 2013-2018), adalah pimpinan KPK perempuan satu-satunya. Ia memperoleh 44 suara dalam voting yang digelar oleh Komisi III DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta. Lili menjadi wanita kedua yang menduduki posisi pimpinan KPK.
Lili lahir di Bangka Belitung, 9 Februari 1966. Pendidikan di bidang hokum ia selesaikan pada jenjang S1 dan S2 di Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), Medan. Setelah lulus, ia mengawali kariernya sebagai Asisten Pembela Umum LBH Medan (1991-1992).
Tahun 1992-1993 bekerja di Kantor advokat Asamta Paranginangin, SH & Associates sebagai asisten pengacara. Tahun 1994, aktif di Pusat Bantuan dan Penyadaran Hukum Indonesia (Pusbakumi) Medan dan memimpin divisi advokasi dan divisi perburuhan. Tahun 1999-2002, sebagai Direktur Eksekutif Puskabumi. Tahun 2000. Sebagai anggota Tim Monitoring dan Evaluasi Proyek Peningkatan Pembangunan Desa Tertinggal (P3DT) Bappenas, di wilatah Tapanuli Utara, Dairi dan Sidikalang pada tahun 2000. Tahun 2003-2004 menjadi anggota Panwaslu Kota Medan. Jumlah harta kekayaannya menurut LHKPN adalah Rp 781 juta.
Sebagai Pimpinan KPK, Lili bertekat untuk memperluas pendidikan antikorupsi dan akan melanjutkan program Saya Perempuan Antikorupsi (SPAK) yang dipopulerkan oleh mantan Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan. Lili juga berencana akan membuat program pendidikan antikorupsi ke masyarakat adat dan penyandang disabilitas. Rencana Lili yang lain adalah memaksimalkan keberadaan Anti-corruption Learning Center (ACLC) yang menggunakan gedung lama KPK. Lili ingin membuat permanen pendidikan antikorupsi di tingkat pejabat.
Nurul Ghufron
Nurul Gufron lahir di Sumenep, Madura pada tanggal 22 September 1974. Ketika mengikuti seleksi calon Pimpinan KPK periode 2019-2024, ia masih menjabat sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Negeri Jember (UNEJ). Ia berhasil menduduki kursi Wakil Ketua KPK setelah memperoleh 51 suara dalam uji kelayakan oleh Komisi Hukum DPR.
Tahun 2017 Nurul Gufron memiliki harta kekayaan sebesar 1,8 milyard (data laporan LHKPN). Tepatnya Rp 1.832.777.249.
Nawawi Pomolango.
Nawawi Pomolango adalah hakim karier pertama yang menduduki jabatan komisioner KPK yang berdiri sejak 2003. Pria kelahiran tanggal 28 Februari 1962 di Desa Boroko, Kecamatan Kaidipang, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Sulawesi Utara ini mengawali karirnya sebagai hakim pada tahun 1992 di PN Soasio Tidore, Kabupaten Halmahera Tengah.
Tahun 1996, Nawawi dipindah tugaskan sebagai hakim di PN Tondano, Sulawesi Utara. Lima tahun kemudian, dimutasi sebagai hakim PN Balikpapan dan pada 2005 dimutasi lagi ke PN Makassar. Tahun 2006 ia mendapatkan Sertifikat Hakim Tindak Pidana Korupsi. Sudah 30 tahun menjadi seorang hakim.
Tahun 2011-2013 Nawawi bertugas di PN Jakarta Pusat. Dia mulai dikenal karena sering mendapat tugas untuk mengadili sejumlah kasus rasuah yang ditangani KPK. Tahun 2016, Nawawi menjadi Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Pada saat itu, dia pernah menjadi hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Perkara korupsi kelas kakap yang pernah ditanganinya antara lain:
- Mengadili Patrialis Akbar (ex hakim Mahkamah Konstitusi), dalam kasus suap terkait uji materi UU Peternakan dan Kesehatan Hewan.
- Mengadili ex ketua DPD, Irman Gusman dalam kasus suap quota gula impor.
- Mengadili ex Presiden PKS, Lutfi Hasan Ishaaq dalam kasus suap pengaturan quota impor daging sapid an pencucian uang.
Tahun 2017, Nawawi mendapat promosi sebagai hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi Denpasar, Bali sampai saat ini dengan jabatannya sebagai hakim utama muda. Total kekayaannya per Maret 2019 adalah sebesar Rp 1.893.800.000. Selain Pimpinan KPK, Presiden Jokowi juga Membentuk Dewan Pengawas yang terdiri dari 5 personil dari berbagai latar profesi. Mereka adalah: (lihat gambar)
Tumpak Hatorangan Panggabean (Mantan Pimpinan KPK)
Tahun 2009-2010 ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas Ketua KPK menggantikan Antasari Azhar
1991-1993, mengawali karirnya di Kejaksaan Agung sebagai Kajari Pangkalan Bun 1993-1994, Asintel Kejati Sulteng 1994-1995, Kajari Dilli 1996-1997, Kasubdit Pengamanan Ideologi dan Politik pada JAM Inteljen 2000-2001, Kajati Sulawesi Selatan
Harjono (Ketua DKPP)
Tahun 1999 menjadi anggota MPR dari partai PDI Perjuangan Tahun 2003-2008, hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) Tahun 2008-2013, terpilih kembali sebagi hakim di MK. Jabatan terakhirnya Wakil Ketua MK Tahun 2017, menjadi Ketua DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu)
Albertina Ho (Hakim)
Jabatan terakhirnya adalah Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kupang. Awal karirnya sebagai PNS Hakim di Yogyakarta. Tahun 2005-2008 ditempatkan di Mahkamah Agung sebagai Asisten Koordinator Tim B 1. Dikenal banyak kalangan ketika menjadi hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, mengadili kasus Penyelewengan Pajak dengan terdakwa Gayus Tambunan.
Artidjo Alkostar (Mantan Hakim Agung)
Mantan Hakim Agung di Mahkamah Agung ini pensiun pada Mei 2018 setelah memangku jabatannya selama 18 tahun. Profesi yang pernah ia jalani selama 28 tahun sejak tahun 2000 adalah sebagai Advokat. Ketika menjadi Hakim Agung, ia sangat ditakui karena sering memberi tambahan hukuman bagi koruptor yang mengajukan kasasi ke MA.
Syamsudin Haris (Peneliti LIPI)
Profesor riset bidang perkembangan politik Indonesia ini adalah Kepala Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI. Dia juga seorang Dosen untuk Program Pasca-Sarjana Ilmu Politik di FISIP UNAS dan Program Sarjana Komunikasi di FISIP UI. Pada September 2019, bersama sivitas LIPI, ia menyatakan penolakan atas revisi UU KPK.
(AY)
(Dihimpun dari berbagai sumber)