Pekan Sastra Betawi : Lokalitas Metropolitan
Pekan Sastra Betawi adalah sebuah kegiatan yang diinisiasi oleh Unit Pelaksana Taman Ismail Marzuki bekerja sama dengan Dewan Kesenian Jakarta. Dalam pelaksanaanya, UP TIM juga menggandeng komunitas-komunitas Betawi sebagai partner, yakni Baca Betawi, Betaw Kita dan Lembaga Kebudayaan Betawi. Selain itu, bantuan kerja sama pun datang dari Badan Pelestarian Nilai Budaya (BPNP) Jawa Barat.
Pekan Sastra Betawi dibuat dengan tujuan lebih memperkenalkan karya sastra lokal bercorak Betawi, baik lisan maupun tulisan, kepada khalayak luas. Mengambil tema Betawi: Lokalitas Metropolitan. Pekan Sastra Betawi ingin mengetengahkan dua hal, yakni sastra sebagai cermin untuk melihat masyarakat lokal yang diusungnya, serta masyarakat Betawi itu sendiri yang berkarakter metropolitan.
[iklan]
Pekan Sastra Betawi dibuka pada 5 Agustus dan ditutup 8 Agustus 2019. Serangkaian acara dilaksanakan pada pembukaannya seperti pagelaran Palang Pintu dan Tarian Betawi, Pertunjukan Topeng Lipet Gandes, Pembacaan Puisi dan Jantuk.
Palang Pintu adalah upacara adat khas betawi berupa berbalas pantun yang disertai dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-quran dan permainan main pukulan. Sedangkan Tari Lipet Gandes merupakan pertunjukan seni tari yang terdiri dari tiga babak dan dimulai dengan tari topeng tunggal, tari topeng gegot, tari lipet gandes, lalu tari cokek. Jantuk dalam pertunjukan teater tradisional Topeng Betawi adalah dialog atau obrolan dua orang atau lebih yang dilakukan secara spontan, tangkas dan ringkas.
Selanjutnya, pada 6 Agustus 2019 serangkain Seminar tentang Betawi digelar dimulai dengan Seminar Stigma Negatif Orang Betawi dalam Film dengan pembicara Ade Irwansyah, David Nurbianto, Hikmat Darmawan, Yahya Andi Saputra. Seminar ini sebagai pemantik untuk mendudukan kembali bagaimana orang Betawi dicitrakan dalam film sejak awal dulu hingga sekarang. Selama ini film-film tentang Betawi selalu menggambarkan orang Betawi sebagai suka berbicara kasar, berpendidikan rendah, dan tukang kawin. Para narasumber melacak jejak mulai kemunculan pertama orang Betawi melalui film Si Doel Anak Betawi hingga berlanjut ke sinetron serta munculnya meriahnya remake film Benyamin Biang Kerok. Dengan demikian, masyarakat mengetahui akar penyebab munculnya penggambaran yang salah perihal orang Betawi di film dan televisi. Bertindak sebagai moderator Dr Halimatus’sadiah yang juga peneliti bidang sosial di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Seminar dilanjut dengan Lokakarya Cerpen Betawi dengan pembicara Chairil Gibran Ramadhan, seminar ini pun digelar dengan harapan munculnya penulis-penulis muda berbakat dalam bahasa Betawi. Kemudian Lokakarya Pantun Betawi, pembicara Rachmad Sadeli, Lokakarya Skenario pembicara Yamin Azhari.
Pada 7 Agustus 2019 diadakan Lokakarya Feature dengan pembicara Muhammad Sulhi dan Festival Kesenian Tradisional Betawi dengan pengisi acara antara lain Suaeb Mahbub, Yahya Andi Saputra, Komunitas Baca Betawi, Sanggar Plampang Hikayat Betawi, Sanggar Puja Betawi, Sanggar Margasari, Sanggar Sekojor, Sikumbang Tenabang dan Brigade Jawara Betawi 411.
Penutupan Pekan Sastra Betawi dilaksanakan di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki pada 8 Agustus 2019 dimeriahkan oleh Kojek Rap Betawi yang menggabungkan kesenian musik Betawi dengan Rap, musik modern. Pembacaan Sohibul Hikayat dan Lenong si Ronda. Penutupan ini juga sekaligus pengumuman pemenang sayembara Cerpen Betawi. Para Pemenangnya adalah Cerita dari Balik Jendela Transjakarta karya Yulina Trihaningsih, juara pertama. Geser Pager karya Prasetyohadi Prayitno, juara kedua dan Mata Ketiga Ondel-Ondel karya Ruwi Meita, juara ketiga. (NS)