
Novel Garwa Ampil merupakan sebuah pemaparan kisah yang menggugah dan mampu membuat kita sebagai pembaca percaya akan kekuatan mimpi dan sebuah pengorbanan. Judul novel Garwa Ampil ini memiliki arti yang memilukan, yaitu perempuan panggilan saat dibutuhkan. Novel ini merupakan sebuah pemaparan kisah yang menggunggah dan mampu membuat kita sebagai pembaca percaya akan kekuatan mimpi dan sebuah pengorbanan. Novel yang memiliki ending yang sangat mengesankan, dan novel yang memiliki alur yang bagus dan menarik. sudah banyak orang yang menyampaikan bahwa pencapaian-pencapaian luar biasa yang biasa dicatatkan oleh umat manusia berasa dari mimpi yang dibuat.
Pertama kalinya saya membaca buku karya Arum Arimbi, buku ini mengingatkan saya pada sebuah buku karya Andrea Hirata. Kisah dari buku karya Andrea Hirata dan buku karya Arum Arimbi memiliki kisah yang hampir sama bahkan mirip yaitu perihal kehidupan. Buku ini pula yang menghadirkan pengalaman baru saya dalam membaca sebuah novel, dalam buku ini, beberapa bagian sebelum masuk dalam novel, diceritakan terlebih dahulu dari kisah penulisnya.
Dalam buku “Garwa Ampil” sang penulis mencoba menulis tentang lika-liku hidup yang dijalani dengan dituangkan dalam sebuah novel, penulisan novel ini sendiri beberapa kali juga diawali dengan cerita dari penulis tersebut. Penulis menghadirkan cerita mengenai tentang lika-liku kehidupan yang tidak pernah bahagia, dalam cerita pertama hingga bagian terakhir buku. Justru sang penulis menceritakan orang lain atau perempuan.
Diceritakan pada tokoh Marni ini, perempuan yang sudah menjadi yatim piatu yang dikenal sebagai kembang desa Sendangsari. Namun, semua orang tahu Marni itu bukan perempuan sembarangan, ia mempunyai gelar sarjana di belakang namanya. Tidak ada laki- laki yang berani mendekati, selain itu Marni seorang wanita yang tegas dan berani mengambil sikap. Marni juga mempunyai jiwa sosial yang tinggi, Marni bercerita bahwa ia ingin mendirikan TK di Sandangsari dan Marni membangun semua itu dengan swadaya dan tanpa menetapkan uang sekolah. Marni emang wanita luar biasa.
Walaupun Kosim seorang pria mata keranjang, ia harus berpikir ribuan kali untuk bermimpi bisa memperistri Marni. Padahal pak Kosim ini sudah memiliki istri empat tetapi ia masih ingin menikah lagi dengan Marni. Hingga pada akhirnya Kosim ingin menjebak Marni dengan cara mengubah perjanjian sewa menjadi dua tahun, dengan kenaikan sebanyak lima puluh persen.
Dia pasti mau. Marni menganggap sekolah itu sebagai pengabdiannya untuk Sendangsari. Lagi pula, saya yakin bapak tidak akan melewatkan tambahan besar sewa satu tahun bangunan itu, kan? (halaman 1)
Hingga satu minggu lalu Kardinah datang menemuinya. Ia tidak kenal siapa Kardinah sebelumnya. Wanita itu memperkenalkan diri sebagai kerabat jauh Marni, dan membutuhkan bantuannya untuk memperdaya Marni.
Waktu sudah mendekati sore hari. Embusan angin di kaki Gunung Sindara memainkan rambut sebahu Marni hingga meriap. Marni dikenal sebagai gadis yang ramah, meski almarhum bapak dan ibunya termasuk orang yang disegani di desa ini. Ia juga seorang gadis yang cerdas dan tegas. Mungkin itu yang membuat pria di sekitarnya sungkan mendekatinya.
Ibu, tidak paham jalan pikiran kamu. Sudah jadi sarjana pendidikan, ibu carikan kerja di Yogya, malah memilih tetap di desa malah memilih tetap di desa.
“Meskipun kau penuhi celengan sebesar kuda sungguhan, sahabatku Jimbron, tak kan pernah uang-uang receh itu mampu membiayaimu sekolah ke Perancis, demikian kata hatiku. Dan dengarlah itu, kawan. Siratan kalimat sinis dari orang pesimis. Ia adalah hantu yang beracun. Sikap itu mengekstrapolasi sebuah kurva yang turun kebawah dalam dan telah membuatku menjadi pribadi yang gelap dan picik”
Dalam novel sang pemimpi ini Andrea Hirata sebagai penulis, menyampaikan bahwa kita harus berani untuk bermimpi, hal ini disampaikan dengan kemampuan bertuturnya dan dengan contoh yang penulis gambarkan lewat tokoh yang ada dalam novel tersebut. Tokoh Aria yang sejak kecil telah menjadi yatim piatu justru digambarkan oleh sang penulis menjadi tokoh yang mengajarkan kepada Ikal untuk terus bermimpi.
TK ini telah berjalan selama satu tahun. Biaya sewa setahun pertama ia bayarkan penuh di depan. Untuk tahun ke dua pun sudah ia persiapkan dengan baik. Namun, ternyata Kosim seenah hati mengubah persyaratan sewa. Saat mendirikan TK ini ia hanya punya satu tujuan, melihat anak-anak usia pra-SD di sekitarnya bisa bermain dan belajar dengan nyaman. Menumbuhkan minat belajar di lingkungannya sungguh suatu pekerjaan yang tidak ringan.
Hingga pada suatu ketika Marni ditawarkan menjadi simpanan pak Kosim, sambal berbilang manis bahwa akan ada pembebasan biaya sewa bangunan ini, tapi saya juga akan memberikan fasilitas lengkap seperti sekolah lain, bagaimana? Marni pun tidak mendengar ucapan Kosim. Dia berbalik badan dan mengambil tas yang tersimpan di lemari, tangannya mencabut sebuah amplop coklat yang menggembung. Dengan segera, ia mengulurkan amplop tersebut pada Kosim.
Silahkan dihitung. Ini pembayaran kontrak bangunan sesuai yang bapak minta,
sekaligus dengan biaya kenaikannya. Setelah itu, silakan pergi dari sini.
(halaman 13)
Tegas Marni mengusir pak Kosim dengan halus. Pria yang terkenal mata keranjang itu hanya mengangkat bahu, dan mencium amplop itu sekilas dengan gaya mengejek. Setengah jam kemudian Marni telah lebih tenang, ia berusaha melupakan pelecehan yang dilakukan pak Kosim. Sejujurnya Marni sangat marah, namun Marni tidak bisa apa-apa kalau lapor ke pak lurah yang ada Marni hanya bisa ditertawakan, karena jabat pak Kosim itu adalah donator terbesar yang menyumbang banyak hal untuk kegiatan desa.
Jarum jam dinding sudah menunjuk pukul dua. Laporan pembelajaran dan kedatangan Kosim memaksa Murni menunda jam makan siangnya. Marni segera menuju dapur dan Idrus memasuki pekarangan sekolah. Terdengar Lia yang menyambut Idrus datang, mereka bercakap-cakap tentang pembayaran sewa rumah rupanya Lia menceritakan perihal kedatangan Kosim kepada Idrus. Marni berusaha menutupi pelecehan yang dilakukan Kosim, Marni tahu bahwa Idrus berwatak keras dan mudah terpancing emosinya.
Laki-laki dengan tubuh tegap itu melengos, dia merasa Marni menyembunyikan sesuatu. Idrus sudah mengenal Marni sejak kecil, mereka sekelas selama enam tahun ketika SD, berbeda sekolah ketika SMP, lalu kembali bersama ketika SMA. Itu membuat keduanya sudah seperti saudara. Tak dipungkiri, Idrus memiliki keterkaitan dengan pada Marni. Dia sangat kagum pada kemandirian gadis itu, Kehilangan kedua orang tua ketika belia tidak membuat Marni berlarut-larut dalam kesedihan.
Zulfa Ruwaidah, lahir di Karawang 4 November 2001. Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Muhammadiyah Purwokerto.