Oleh Ulan Juni
Sesakit itukah melepaskanmu?
Dia si Belia datang dan bekerja,
Sebut saja di sebuah kota kecil yang menyisakan berjuta cerita, pekerjaan yang kala itu masih terbilang tabu bagi orang-orang yang pikirannya selalu berteman dengan negatif, pekerjaan yang mempertemukan si Belia pada seorang pria berusia menuju dewasa, awalnya memang biasa karena bukan cinta pandangan pertama tak ada rasa bahkan tidak juga suka. Namun karena berkali berjumpa saling menyapa dan berbincang kata, rasa itu mulai ada berkembang menjadi suka hingga pada akhirnya tumbuhlah cinta pada mereka.
Cinta yang tumbuh karena rasa empati kata si pria kepada temannya .
“Ini bukan lagi simpati tapi empati lu tau kan empati itu lebih dari simpati, itu yang gue liat dari dia,” ucap si pria kepada temannya tentang si Belia.
Hubungan yang pada akhirnya berjalan baik-baik saja tanpa banyak persoalan ini dan itu, kecocokan si Belia yang berusia belasan dengan si pria yang berusia menuju dewasa.
Sepanjang waktu berjalan tak ada masalah pada hubungan mereka, hingga mereka melanjutkan sebuah ikatan dalam sebuah rencana.
Di perkenalkannya si Belia pada orang tua pria,dengan beberapa kali pertemuan, namun tak seramah orang tua si Belia kepada si pria,
Ya… mungkin karena usia yang masih belasan dan pekerjaan yang kala itu masih di anggap tabu hingga orang tua si pria menganggap anak mereka tak cocok jika harus berdampingan dengan si Belia.
Memang tak diucap secara langsung kepada si Belia, namun bahasa tubuh orang tua pria itu menjelaskan bahwa mereka tak begitu menyukai si Belia.
Hubungam mereka masih berjalan seperti biasa tanpa masalah si Belia percaya kalau pria itu akan meyakinkan orang tuanya, rencana pun tetap berjalan walau belum menentukan waktu. Hingga pada hari dimana si pria pergi bertugas ke luar kota, tugas yang biasa memang pria itu kerjakan dalam waktu dua minggu setiap bulannya dengan kota yang berbeda.
Kala itu pada bulan mei kebetulan adalah kota Sulawesi. Kota dimana si pria telah meninggalkan hatinya di sana. Seperti biasa si pria pulang setelah dua minggu bertugas dan sudah menunggu si belia di tempat kos pria itu tinggal, tibalah mobil kantor yang mengantar di turunkannya sebuah koper besar lalu dihampirinya si Belia yang sudah menunggunya di depan pintu, pelukan dan kecupan yang biasa dilakukan namun rasa yang sudah tak lagi sama dirasakan oleh si Belia.
Dari hari itulah perubahan demi perubahan si Belia rasakan pada pria itu, pesan singkat yang selalu datang dari seorang wanita teman kerja pria itu ketika di Sulawesi.
Pandangan yang kadang kosong dan termenung.
Beberapa kali pria itu menyanyikan lagu dari band Dewa “aku cinta kau dia” dalam petikan gitarnya. Cemburu namun bisa apa? Karena curiga tanpa bukti akan jadi cemburu buta yang hanya membuat rumit dalam cinta begitu pikir si Belia.
Hari-harinya tak lagi sama si Belia tak bisa membohongi hatinya memilih bersikap diam namun malah menyakiti raganya.
Si Belia pun sakit, muntah yang terus menerus dan dingin menggigil di sekujur tubuhnya, si Belia dilarikan ke rumah sakit, dua malam di rumah sakit pria itu menemaninya sampai pada pulanglah si Belia dari rumah sakit karena hasil pemeriksaan yang baik-baik saja, walau sebenarnaya si Belia masih merasakan tidak sehat mual yang masih kadang datang begitu juga dengan dingin yang menggigil, namun si pria tak menemaninya pulang dengan alasan masih mengantuk karena menemani si Belia dua malam kemarin, si Belia memakluminya karena pasti memang tidak nyaman dan tidak pulas tidur di rumah sakit, setelah si Belia di rumah keadaan berangsur membaik namun si pria belum juga datang lagi, tak biasanya telpon yang biasa berkali berdering pun tak lagi sering berbunyi setelah itu tak ada lagi pertemuan si pria seolah terlalu sibuk dengan pekerjaannya.
Mereka bertemu kembali di pertengahan juni di hari ulang tahun si Belia, pria itu datang bersama temannya, setelah hari itu belum ada lagi pertemuan, entah bertemu lagi kapan si Belia tak ingat lagi, dia hanya ingat ada satu kali pertemuan lagi ketika si Belia mengembalikan telepon genggam kala itu kepada si pria yang di mintanya. Saat itu si Belia tiba-tiba tidak sehat, ketika masih di tempat kos pria itu, muntah yang terus-menerus dan dingin yang menggigil seperti sebelumnya pada bulan mei lalu,
Pria itu yang terlihat begitu trauma dan cepat-cepat mengantar pulang si Belia seolah tak mau lagi ikut terlibat kali ini mengurus si Belia, pria itu secepatnya pulang setelah mengantar si Belia dalam gerimis yang gemericik kala itu.
Tidak sampai dilarikan ke rumah sakit si Belia hanya dibawa ke klinik oleh keluarganya, keadaan si Belia yang tak bisa diduga yang tak kunjung sehat seperti semula, namun hasil pemeriksaan yang baik-baik saja ketika berobat ke dokter.keluarga pun bingung harus bagaimana lagi, berinisiatif berobat alternatif sampai pada orang pintar sebut saja begitu, kepercayaan yang masih dilakukan orang-orang sekitar si Belia kala itu, namun masih tak membuahkan hasil.
Hingga pada suatu malam si Belia sudah tak kuat lagi menahan dingin yang menggigil di sekujur tubuh terutama pada bagian lutut hingga ke kaki, muntah yang terus-menerus hingga tak sadarkan diri, keluarga memutuskan untuk membawanya berobat kepada orang pintar, sebelum berangkat pihak keluarga menelpon kalau mereka akan datang membawa si Belia ke orang pintar tersebut, kita sebut saja Abah.
Abah pun meminta pihak keluarga membawa telur dari rumah, mungkin itu salah satu syarat yang harus dibawa, lalu pergilah pihak keluarga membawa si Belia ke tempat itu, dalam kondisi yang sudah tidak sadarkan diri, ada salah seorang keluarga yang menelpon pria itu mengabarkan keadaan si Belia, namun pria itu beralasan sedang berada di rumah orang tuanya, cukup jauh jika harus datang.
Sampailah si Belia dan keluarga pada tempat yang dituju, perjalanan yang cukup jauh di malam hari yang gelap dengan suasana sedikit mencekam.
Abah meminta si Belia dibaringkan lalu di mintanya telur yang sudah beliau suruh bawa tersebut, lalu beliau tempelkan telur tersebut ke bagian tubuh yang sakit dari si Belia terutama pada bagian lutut hingga kaki yang Belia rasa begitu dingin hingga ke tulang dalam yang membuatnya lemah tak mampu berdiri.
Beberapa waktu akhirnya pengobatan selesai Abah meminta pihak keluarga dan si Belia yang sudah sadarkan diri dan mampu bangun juga duduk bersama untuk melihat Abah memecahkan telur tersebut, di pecahkannyalah telur tersebut di hadapan semua, percaya atau tidak boleh saja, namun dalam pecahan telur tersebut terdapat kawat kecil menyerupai isi dari steples berwarna ke emasan berjumlah kurang lebih 4 sampai 5 batang kecil ada yang terlihat sudah berkarat, entahlah bagaimana logika bisa percaya namun begitu adanya saat itu.
Ragu pasti dalam pikir si Belia apa benar yang terjadi tapi mau bagaimana lagi memang inilah yang terjadi.
Abah orang pintar yang mengobati si Belia memang tidak secara langsung menyebutkan siapa orang yang sudah begitu tega membuat si Belia sesakit itu, namun Abah hanya menyebutkan ciri-ciri dari orang tersebut serta maksud dan tujuannya.Abah menjelaskan bahwa aura si Belia telah ditutup dengan kegelapan hingga wajah aslinya tak terlihat oleh pria itu, Abah pun menawarkan pada gadis itu untuk membuka kembali auranya dan mengembalikan pria itu kepadanya, namun si Belia tidak lagi menginginkan pria itu kembali, dalam sakit yang dia rasakan dia hanya ingin sehat seperti sebelumnya.
“Ambil saja dia, tukarkan dengan kesembuhanku, mungkin memang harus sesakit ini melepaskannya.”
Pihak keluarga senang si Belia sudah sadarkan diri dan terlihat sudah lebih baik keadaannya, hari-hari di jalaninya tanpa tahu lagi kabar pria itu, pria itu juga tak memberi kabar apalagi datang ke rumah si belia, si belia pun tak mau lagi datang ke tempat kos pria itu.namun si Belia tak mau hubungannya putus tanpa kepastian, dari telepon genggam sahabatnya si Belia mencoba menghubungi pria itu.
Kala itu di awal agustus tepatnya pada tanggal tiga si Belia mengirim pesan singkat dari telepon genggam sahabatnya, meminta untuk bertemu dengan pria itu di sebuah tempat yang mereka sepakati, karena si Belia tak mau lagi datang ke tempat kos pria itu, begitu pula pria itu tak mau juga ke rumah si Belia, sekali lagi si Belia memastikan agar pria itu harus benar-benar datang menemuinya, namun jawaban tak terduga dari pria itu, begitu kasar dan menyakitkan hingga si Belia memutuskan untuk tidak perlu bertemu dan mengakhiri saja melalui pesan singkatnya saat itu, pria itu dengan lantangnya mengiyakan tanpa perasaan bersalah sedikit pun.
“Ya udah dateng ya… Jangan sampe gak dateng”
“Eh! Ngerti bahasa manusia gak si lu! Emang siapa gue, maen perintah perintah!”
Kata yang tak pernah si Belia sangka akan keluar dari pria yang selama dengannya begitu baik, dewasa dan perhatian, berubah dalam waktu yang begitu singkat.
Hubungan itu benar-benar berakhir saat itu entah cinta yang tak lagi ada atau misteri yang tak perlu di ungkap.
Karena pada akhirnya pria itu menikah dengan wanita teman kerjanya ketika di Sulawesi bulan mei lalu, teman kerja yang selalu mengirim pesan ketika itu, mungkin di sanalah pria itu meninggalkan hatinya hingga mengubah sikapnya terhadap si Belia.
Wanita yang cantik, pintar dan sepadan dengan pria itu, tak seperti si Belia yang di anggap tak sepadan bibit, bebet, bobotnya oleh orang tua pria itu. Begitu alasan pria itu yang sempat dikatakan kepada temannya, temannya pun menyampaikannya kepada si Belia.
Jangan berempati
Jika simpati tak kau mengerti
Cinta itu tak berlogika
Maka sering kali buta
Namun pandailah mengolah rasa
Agar tak hadir rasa kecewa
Belia: Setiap orang berhak memilih yang terbaik dalam hidupnya, begitu pula dengan dia (pria itu). Tak perlu mencari tahu misteri yang telah terjadi, biarlah yang sudah terjadi tetap menjadi misteri, kalaupun tahu akan tetap menyakitkan hati.
Mei 2024