MATERIAL KOMPOSIT UNTUK KONSTRUKSI PESAWAT TERBANG
Atik Bintoro
Satu di antara pertimbangan penting dalam disain dan pengembangan pesawat terbang adalah kinerja pesawat dari sisi kualitas struktur dan material. Usaha untuk mendapatkan stuktur yang kuat dengan bobot material seringan mungkin adalah kegiatan yang hampir pasti tidak akan pernah berhenti. Sebab usaha ini terkait dengan efisiensi pesawat terbang, mulai dari jumlah kapasitas penumpang terangkut sampai dengan penghematan bahan bakar. Struktur dari material komposit menjadi pilihan menarik setelah logam. Beberapa jenis komposit mempunyai karakteristik lebih ringan dari pada logam dan mempunyai kekuatan menyamai logam.
[iklan]
Pada umumnya komposit terbuat dari dua atau lebih bahan penyusun dengan sifat fisik atau kimia yang berbeda, satu bahan sebagai penguat, satu bahan lagi sebagai pengisi. Ketika bahan tersebut dikombinasikan menjadi komposit, akan menghasilkan karakteristik fisik yang lebih baik dari pada ketika masih terpisah masing masing. Bahan komposit telah banyak digunakan di pesawat, semisal pesawat : Airbus A350, F-22 Raptor dan Boeing 7872-4.
Gambar 1 : Pesawat terbang Airbus A350
Untuk pesawat Airbus selama lebih dari 30 tahun, Airbus telah memelopori penggunaan bahan-bahan seperti itu dalam pesawat jet komersial, semisal pengembangan dari pesawat terbang A310 menjadi A350 XWB saat ini dimana lebih dari setengah struktur pesawat terbuat dari bahan komposit [1]. Sebagai contoh, sebagian besar sayap A350 XWB terdiri dari komposit karbon ringan, termasuk penutup atas dan bawahnya. Berukuran panjang 32 meter kali enam meter, pada saat ini merupakan satu bagian pesawat terbang terbesar yang pernah dibuat dari serat karbon jenis CFRP (carbon-fibre reinforced plastic). Struktur komposit ini bisa mendapatkan badan pesawat jet yang lebih tangguh, badan pesawat yang lebih kuat, dan pengurangan bobot memungkinkannya untuk mengangkut lebih banyak penumpang, membakar lebih sedikit bahan bakar, serta terbang lebih jauh lagi atau kombinasi dari ketiganya.
Gambar 2 : Pesawat F-22 Raptor
Pesawat F-22A Raptor adalah pesawat tempur taktis canggih yang dikembangkan untuk Angkatan Udara AS (USAF). Ini memasuki layanan dengan USAF pada bulan Desember 2005 untuk menggantikan F-15, dengan penekanan pada kelincahan, siluman dan jangkauan. Lockheed Martin menerima kontrak lima tahun senilai tujuh miliar dolar untuk mempertahankan armada pesawat tempur F-22 Raptor USAF, pada Desember 2019 [3]. Pesawat F-22 Raptor memiliki panjang 18,9m, tinggi 5,1m dan lebar sayap 13,6m. Konstruksi F-22 adalah titanium 39%, komposit 24%, aluminium 16% dan termoplastik 1% berat. Titanium digunakan untuk rasio kekuatan-terhadap-berat yang tinggi di daerah-daerah tekanan kritis, termasuk beberapa sekat, dan juga untuk kualitas tahan panasnya di bagian-bagian panas pesawat. Komposit serat karbon telah digunakan untuk rangka badan pesawat, pintu, spar menengah di sayap, dan untuk panel kulit konstruksi sandwich sarang lebah [2].
Pesawat Boeing 787 yang dikenal sebagai pesawat 787 Dreamliner adalah pesawat jet berkonstruksi komposit, bahkan ada yang bilang sebagai Pesawat plastik pertama di dunia. Pesawat Boeing beralih dari konstruksi aluminium yang andal secara tradisional ke komposit yang kuat dan ringan, didorong oleh tuntutan maskapai penerbangan akan kebutuhan adanya pesawat besar dengan sedikit keperluan oprasional bahan bakar serta perawatan yang lebih murah.
Gambar 3 : Pesawat Boeing 787
Beberapa pesawat Boeing 777 memiliki ekor komposit dan saingannya di Eropa, Airbus EAD.PA, telah menggunakan komposit selama bertahun-tahun di pesawatnya, termasuk superjumbo A380 yang pertama kali terbang pada tahun 2007. Pesaingnya ke 787, yakni pesawat A350, sebagian besar adalah komposit. Tetapi Boeing telah membuat taruhan bisnis dan ilmiah yang substansial terlebih dahulu. Bahan komposit terdiri dari 50 persen Dreamliner, termasuk barel besar, satu bagian pesawat yang akan menampung sekitar 250 penumpang dan sayap yang menyimpan ribuan galon bahan bakar jet [3]. Disamping itu Komposit juga bisa digunakan untuk komponen struktur pesawat terbang tanpa awak MALE UAV. Pesawat MALE UAV ini didefinisikan sebagai pesawat terbang tanpa awak yang dapat terbang di ketinggian antara sekitar 3000 sampai 9000m selama sepuluh jam terbang atau lebih lama [4].
Daftar referensi :
- Airbus, 2017, https://www.airbus.com/newsroom/news/en/2017/08/composites–airbus-continues-to-shape-the-future.html
- Airforce Technology, https://www.airforce-technology.com/projects/f22/
- John Crawley, 2011, Composites a big bet for 787 and for Boeing, Reuters, September 27, 2011
- Y. Naidua and S. Adalia, 2014, Design and Optimization of a Medium Altitude Long Endurance UAV Wingbox Structure, R & D Journal of the South African Institution of Mechanical Engineering 2014, 30, 22-29
Catatan: Penulis adalah anggota Tim Redaksi mbludus.com, sekaligus Peneliti di LAPAN Indonesia