Terik sinar matahari membangunkan Inem yang sedang bermimpi dengan pangerannya. Inem bergegas merapikan tempat tidur yang selalu mengeluarkan bunyi saat ia bergerak. Inem merupakan seorang pembantu rumah tangga yang terkenal lucu dan tidak mudah marah.

“Inem, jam berapa ini? Aku sudah mulai masak jam 5 pagi kok kamu baru bangun saat saya sudah selesai masak?” Bu Nesih yang mengomel karena Inem bangun kesiangan.

Inem hanya cengengesan. Bukan karena omelan dari majikannya, tetapi karena ia teringat kembali mimpinya dengan seorang pangeran yang rumahnya tidak jauh dari rumah majikannya.

“Maaf, Bu. Saya tadi malam tidur jam 10 jadi bangun agak siang”.

Bergegas Inem mengambil sapu dan menyalakan lagu Didi Kempot yang menjadi favoritnya untuk mengawali kegiatan.

Keseharian Inem dipenuhi canda tawa, sehingga tidak ada orang yang tidak menyukai Inem karena selalu membawa energi positif di lingkungannya. Tiba-tiba gerobak sampah menghapiri Inem yang sedang berdansa dengan gagang sapunya.

Tin! Tinn..!!!

Suara klakson yang mengganggu gendang telinga Inem membuat Inem keluar untuk mengecek apa yang terjadi.

Ngageti bae rika, Pak!” Inem yang mengomel kepada Pak Samid.

Esuk-esuk wes kaya wong edan, Inem,” jawaban Pak Samid dengan tertawanya yang meledek Inem.

Nuwun sewu, Nem. Aku arep njiot sampah,” Pak Samid izin kepada Inem.

Nggih monggo, Pak. Tempat sampahe balekna maning ya, aja digondoli!” ledek Inem kepada Pak Samid.

Pak Samid melenggang ke dapur dan meninggalkan Inem yang masih saja tertawa.

Sore harinya, Inem pergi jalan-jalan dengan maksud bertemu dengan pangerannya. Tidak disangka, Inem berpapasan dengan pangerannya.

“Mau ke mana Mas Anang?” tanya Inem kepada Mas Anang, pemuda tampan yang merupakan anak tunggal dari Pak RT.

“Eh Bu Inem. Saya mau pergi Bu ke rumah teman,” Mas Anang menjawab dengan nada sopan.

“Harum banget Mas Anang. Mau ketemu saya ya?” ledek Inem kepada pangerannya dengan tertawa kecil.

“Saya mau ke rumah pacar saya, Bu. Insya Allah akan saya lamar minggu besok. Bantu doakan ya, Bu,” Jawaban Mas Anang yang membuat Inem kaget dan sesak napas.

“Oh begitu. Hati-hati Mas Anang,” Inem menjawab dengan melangkahkan kaki meninggalkan pangerannya.

“Cintaku kandas, Mas.” Inem berkata lirih

Sesampainya Inem di rumah, Inem langsung masuk kamar untuk meluapkan kesedihannya. Tidak disangka, kisah cinta Inem dengan Mas Anang hanya sebatas mimpi. Inem tertidur sampai pagi. Inem bergegas melaksanakan kerjaannya sebelum majikannya mengomel lagi. Suasana yang sangat berbeda dengan kemarin, hari ini Inem terlihat sedih dan banyak melamun.

Tin! Tinnn..!!! klakson Pak Samid yang selalu mengagetkan Inem.

“Lemes banget, Nem?” tanya Pak Samid yang terlihat meledek Inem.

“Cintaku kandas, Pak.” Jawaban Inem dengan raut muka sedih yang membuat Pak Samid heran.

Duwe pacar, Nem? Sapa?” tanya Pak Samid yang tidak percaya jika Inem memiliki pasangan.

Urung pacaran, Pak. Tapi wis kandas disit,” jawab Inem.

“Hahahaha… Inem…Inem…,” jawab Pak Samid yang membuat raut muka Inem semakin kecut.

Inem melanjutkan aktivitasnya dengan kondisi hati yang sudah membaik, karena Inem berpikiran ‘masih banyak ikan di laut’ yang mengartikan masih banyak pria di dunia ini yang salah satunya akan menjadi jodoh Inem.

Tasya Desan Fitriani, lahir di Banjarnegara, 22 Desember 2000. Mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UMP.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *