Puisi, kerap dianggap sebagai ucapan bayangan batin penyair. Ketika ia terlibat secara emosional dalam sebuah peristiwa, boleh jadi jiwanya tak tenang. Ada gejolak yang bergerak begitu saja. Dalam bayangan batin itu tercermin gambaran yang jernih suara hatinya dalam memaknai hidup yang tak pernah sepi dari berbagai persoalan. Begitulah Subagio Sastrowardoyo berhujah. Bagi A. Teeuw, kekuatan puisi tidak hanya jatuh pada tema yang menunjukkan kekayaan dan keberanekaragaman pemaknaan persoalan hidup, melainkan juga bergantung pada bahasa dan cara mengungkapkan. Tentulah, ini dapat ditangkap penyair pada saat terjadi proses kreatif yang berkelindan dengan sentuh estetis. Simaklah puisi karya Rofqil Junior yang boleh jadi memiliki dasar pemikiran itu, semua bergantung pada pembaca. (Redaksi)

[iklan]

Puisi-Puisi Rofqil Junior
Besakih

langit yang kejatuhan warna biru
sekejap dirobek asap dupa dan ruap beluntas
sekar di selangkangan kuping betapa sakralnya

sepetak lapang pengabenan
mengabadikan bau tubuh yang berupa-rupa.
sama dengan tanah di hujan pertama,
ia begitu nyaring di telinga

sengau kidung sumbang, tiada henti
mengairi pekarangan pura agung Besakih
yang ditabuh justru hening
berdenting-denting
mirip gelas di meja makan rumahmu

angin gugur dari serpihan musim
yang perlahan menua dan sepantasnya.
memetik daun, tangkai sekaligus

patung singa tidak pernah sendiri
beberapa temannya juga diam
di sudut yang sama sepinya.

Bali, 2019

Hari Raya Sepi

sepasang sayap kunang kunang, menusuk
ujung pura yang sudah rapuh bentuknya
dalam temaram menyala, hingga
tepian dada yang retina

sepi lapang, mengusir ramai diam diam
lentera yang terbuat dari ujung suratmu
dan sengaja kubakar; padam.
betapa remang kerap menyudutkanku

sementara di kepala, udeng warisan ayah
diam demi warna putih nan suci.
di pinggang bukan serban
melilit separuh badan

bakar kemenyan dan asap dupa
mengusir bau abu tubuhku setelah diaben
seorang lelaki memilih khusyuk
dengan ritual.

yang nyaring adalah salak anjing
semarak mengusir hening

Bali, 2019

Aben

 
bukan kenangan yang kusulut diam diam
yang apinya berkejaran dengan dosa terlalu karat
sepasang mantra penyabun resah
dilandaikan sekitar telinga

selain api,
tangis terakhir sebagai persembahan
paling sederhana dan secukupnya
mengusir panca maha bhuta
hingga menyatu dengan rusuk tanah

kelak, abu dari sisa pembakaran
terbang setinggi angan
diam diam mencium gemawan

putih nan letih
kidung nelangsa merampungkan
doa doa sebanyak detak dan detik

sedang di belakang tiada langkah
bertubuh hitam.

Bali, 2019

Kelak

aspal yang sama pekatnya dengan torabika
mengusir jalan berkubang depan rumahmu.
masihkah tersisa setapak yang tak pernah mudah
sekadar mengirim sayatan kenangan satu persatu?

waktu gegas berebut sampai hilir
sungai sungai yang riciknya membelah kesunyian.
apakah masih ada, debur segara
yang menganyutkanku sampai rumahmu?

pohon yang dahulu kita tanam dan kepalanya
kerap diburu burung gereja bersayap angin
tumbang satu satu
tumbuh lain
semisal gedung sulaman Sulaiman
megah dalam temaram.

Bali, 2019

Rofqil Junior adalah nama pena dari Moh. Rofqil Bazikh. Lahir di pulau Giliyang kec. Dungkek kab Sumenep Madura pada 19 Mei 2002. Berdomisili di Gapura Timur Gapura Sumenep. Aktif di Kelas Puisi Bekasi dan Komunitas ASAP Merupakan alumnus MA Nasy’atulMuta’allimin Gapura Timur Gapura Sumenep dan MTs. Al-Hidayah Bancamara Giliyang.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *