Sesuai keterangan yang termaktub di Jurnal mbludus.com di laman https://puisi-puisi-jang-sukmanbrata/, menyatakan bahwa Penyair Jang Sukmanbrata (Satyariga Sukmanbrata) lahir di Bandung, tahun 1964. Adapun karya puisinya ditulis dalam beragam genre, semisal terbit di buku antologi puisi : Negeri Pesisiran, (2019), Negeri Rantau (2020), dan Raja Kelana (2022-DNP).

Satu di antara puisinya yang telah tayang di laman di atas berjudul DEWI PUISI DAN KESENIAN. Puisi ini berhasil memikat perhatian Penulis sebagai penikmat puisi, tersebab beberapa sajaknya terkesan gelap gulita di antara sajak yang berlarian rutin, dan kadang sanggup berdinamik menantang pembaca untuk meredam kernyitan di alam fiksi imajinasi.

Mari perhatikan Puisi lengkapnya di bawah ini. Sebagai langkah mempermudah telisik puisi, masing masing bait diberi nomor urut, dari 1 sampai dengan 8.

DEWI PUISI DAN KESENIAN
1.
dewi puisi dan kakaknya itu
dewi kesenian suka membantu yang miskin dan teraniaya

2.
dewi puisi adalah ulat berbulu
hidup di ayunan waktu, tidak menunggu
di balik dedaunan kala basah
di batu bolong tak berlumut
di tembok tembok berlobang
Pernah kamu bermimpi bulan jatuh?
meski kadang lahir dari debur nafsu

3.
dewi puisi tetap mulia, tetaplah agung
puisi bukan bulan pun rayap kayu
apalagi kokok ayam jantan di pagi dini
Dewi puisi mirip wanita pertama kali hamil,
banyak maunya, samar rasa, kerap meringis

4.
kesenian ialah ular cobra
jantan dan betina sama saja berbisa
melarikan sakit dendam jutaan abad
sebelum Adam tiba di benua Asia

5.
Hawa di benua Afrika, Iblis Azazil
di lembah garam Basrah
Keduanya sarat cinta lugu menghadapi musuh,
yang ketiganya makhluk dengki, penuh cemburu
ular alat kemerdekaannya di dahan, di gua
Dewi seni lahir pada saat Qabil memuja api di malam tak berbintang
dewi puisi lahir dari senyuman Tuhan
(jangan bangga wahai kaum seniman! ini surga tapi jebakan kehidupan kalian).

6.
Tak perlu bimbang, genangan rasa
di cekungan jiwanya seperti kolam
Dewa prosa penolong suka datang,
agar kekaburan makna menjelaskan

7.
kesenian mencintai orang miskin,
semua yang teraniaya dibela puisi
sehabis tsunami, gempa sana sini,
beras sisa sebutir, hewan pun ketir,
setelah kebaikan berkeadilan hadir.

8.
Dewi puisi lahir di tanah air hidup sunyi
Dan dewa prosa gemar makanan lezat
sambut, lalu reguklah sepuas mungkin.

Citarum Rajamandala, 30/1/ 2019

Puisi berjudul DEWI PUISI DAN KESENIAN besutan Penyair Jang Sukmanbrata di atas dalam waktu cepat mampu memberikan isyarat rumit paham bagi pembaca. Kerumit pahaman ini bisa jadi berawal dari adanya sajak-sajak yang relatif menguarkan aroma pernyataan tak terduga, dan penuh teka teki, seperti di bait pertama.

/1.
dewi puisi dan kakaknya itu
dewi kesenian suka membantu yang miskin dan teraniaya/

Bait 1 di atas berpotensi memberikan pernyataan bahwa /dewi puisi/ mempunyai kakak berjuluk /dewi kesenian/, keduanya /suka membantu yang miskin dan teraniaya/.

Dari bait 1, bisa timbul tanya:
“Siapakah kedua dewi tersebut. Siapakah dewi puisi, siapa pula dewi kesenian?”

Dewi biasanya diserupakan dengan sosok perempuan yang mempunyai derajat lebih linuwih dibandingkan dengan perempuan yang bukan berderajat Dewi. Khusus untuk diksi /dewi kesenian/ sepertinya bisa diperkirakan maknanya sebagai nama perempuan linuwih yang sudah tidak terlalu asing bagi sebagian orang, sebab banyak orang telah mengenal secara umum tentang profil dewi kesenian, yaitu bisa berpotensi diprediksi sebagai perempuan linuwih yang mempunyai kemampuan melahirkan kesenian maupun ilmu pengetahuan bagi yang percaya dan meyakini, misalnya seni di bidang: sastra, musik, lukis, ukir, dan lain lain.

Di bait 1 di atas, penyair tampak berani memilih diksi /dewi puisi/, disanding urutkan dengan diksi /dewi kesenian/ di dalam puisinya, ditambah dengan pernyataan tanpa argumentasi. Sehingga timbul tanya lanjutan:
“Apakah diksi ini mengandung arti sebenarnya, atau kah berupa majas, atau pun kosa kata berkesebandingan?”

Ternyata jawabannya belum bisa disuguhkan dengan cermat dan cepat, karena masih memerlukan pemindaian pada bait-bait berikutnya, yaitu bait 2 di bawah ini.

/2.
dewi puisi adalah ulat berbulu
hidup di ayunan waktu, tidak menunggu
di balik dedaunan kala basah
di batu bolong tak berlumut
di tembok tembok berlobang
Pernah kamu bermimpi bulan jatuh?
meski kadang lahir dari debur nafsu/

Di bait 2 memperlihatkan Sang Penyair masih teguh dalam giat eksperimen permainan diksi, terutama dengan mengajukan diksi /dewi puisi/. Diksi ini tidak atau belum umum digunakan dalam masyarakat luas, dibandingkan dengan diksi dewi yang lain. Adapun diksi tentang dewi yang terlebih dulu dikenal, semisal ada beberapa, yaitu: dewi malam yang merujuk pada bulan sebagai benda langit di malam hari, dewi sri yang diyakini oleh sebagian masyarakat pertanian sebagai simbol perempuan linuwih yang anggun, sang pemelihara kesuburan tanaman dan tumbuhan, atau pun dewi sebagai nama orang, contohnya nama populer di kalangan pesohor penyanyi dangdut asal kota Jember, Jawa Timur, Indonesia yaitu dewi persik.

Eksperimen permainan diksi dari Sang Penyair, semakin kentara ketika ditambahkan penjelasan siapa yang dimaksud dengan /dewi puisi/, yaitu:

/dewi puisi adalah ulat berbulu
hidup di ayunan waktu, tidak menunggu
di balik dedaunan kala basah/.

Perumpamaan /dewi puisi/ sebagai ulat berbulu, akan sanggup memberikan isyarat gelap bagi pembaca, yang ujung ujungnya akan melahirkan tanya:

“Bagaimana cara memaknai diksi /dewi puisi/?”
“Apakah menjadi semacam hasil inspirasi dari istilah dewi malam, atau memang memiliki nilai makna kebaruan dari sisi penerapan semangat istilah dewi malam ke dalam diksi dewi puisi?”

Dari telisik terhadap contoh diksi tentang dewi di atas, rasa-rasanya diksi /dewi puisi/ belum termasuk kategori dari contoh ketiga tiganya, yaitu: bukan semisal metafora umum seperti dewi malam, atau bukan nama simbol tertentu semisal dewi sri, dan juga bukan nama poluper orang tertentu seperti dewi persik. Di sinilah terendus penguatan aroma keberanian penyair dalam mengeksplorasi dan bereksperimen menyuguhkan diksi yang berpotensi menjadi semacam pengenalan diksi baru melalui ranah puisi.

Sedangkan jika disebandingkan dengan mitologi Yunani yang sudah banyak dikenal, bahwa dewa dewi yang terkait dengan sastra khususnya puisi, memang sudah lama dikenal, diantaranya yang membidangi: puisi kepahlawanan, puisi cinta, maupun puisi tentang tragedi. Namun demikian masih belum bisa ditemukan benang merah antara /dewi puisi/ lirik dengan dewa dewi mitologi Yunani, masih timbul tanya:

“Bagaimana hubungan antara diksi /dewi puisi/nya Penyair Jang Sukmanbrata dan diksi dewa dewi sastra di mitologi Yunani?”

Belum lagi puisi yang diumpamakan sebagai /ulat berbulu hidup di ayunan waktu/. Tentu imajinasi pembaca kemungkinan akan menuju pada ulat yang terlihat indah jika dipandang. Fase ulat menjadi tahapan siklus kehidupan kupu kupu, dari telur, ulat, kepompong, dan berlanjut menjadi kupu kupu. Namun demikian jangan sekali sekali ulat berbulu tersebut dipegang, bulunya akan berterbangan menjadi serupa paku lembut terbang. Paku lembut ini sanggup menancap di permukaan kulit si pemegang, dan menimbulkan rasa gatal, bahkan bisa nyeri panas beracun.

Hal ini menjadi semacam pesan bahwa jangan jangan /dewi puisi/ bisa berpotensi menjadi seperti itu bagi yang terlanjur bersentuhan dengan /dewi puisi/. Benarkah demikian?

Pertanyaan-pertanyaan di atas bisa jadi akan melahirkan jawaban beragam dari berbagai macam persepsi menurut sudut pandang, dan latar belakang masing-masing. Lebih lebih apabila dikait tautkan dengan logika, makna, rasa, dan estetika pada bait=bait berikutnya, sampai bait terakhir, yakni bait ke 8. Yang jelas satu kemungkinan yang akan timbul dari penikmatan puisi besutan Sang Penyair Jang Sukmanbrata “DEWI PUISI DAN KESENIAN” adalah semakin ke ujung bait, sang penikmat puisi akan semakin mengernyitkan pikir, rasa, dan logika: luar biasa beraninya!

Selamat berpuisi, dan teruslah berpuisi.

Penulis: Kek Atek
Penikmat Puisi, tinggal di Rumpin, Kab. Bogor, Jawa Barat, Indonesia.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *