Aerodinamika Roket
Salah satu tujuan utama rekayasa disain aerodinamika roket adalah untuk mendapatkan efisiensi konfigurasi eksternal yang maksimal. Konfigurasi ini dapat diperoleh dengan terlebih dahulu mempelajari fenomena aerodinamika yang bersumber dari gerakan aliran udara yang melintasi wahana pada saat meluncur di udara. Bentuk perlintasan aliran udara ini tentu dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain bentuk luar wahana, kecepatan terbang, dan rapat masa udara.
Benda terbang yang berkecepatan subsonik yaitu kecepatan terbang di bawah 1 Mach semisal pesawat terbang, dan benda terbang berkecepatan supersonik yaitu kecepatan di atas 1 Mach ( 1 M = 342 m/detik atau 1238 km/jam ) seperti roket, dengan adanya efek aerodinamika dan agar didapatkan efisiensi maksimal, tentu keduanya akan mempunyai bentuk eksternal yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Pada saat roket meluncur menembus udara, maka timbul gaya aerodinamika berupa gaya hambat maupun gaya angkat. Besarnya gaya ini dipengaruhi oleh massa jenis udara yang dilalui, koefisen aerodinamika, kecepatan terbang, maupun luas permukaan benda terbang.
Berbagai bentuk permukaan komponen roket akan memiliki luas permukaan yang berbeda beda. Semakin luas permukaan akan menghasilkan gaya aerodinamika yang semakin besar.
Beberapa contoh komponen aerodinamika roket seperti hidung dan sirip roket, ada di bawah ini :
[iklan]
Komponen Aerodinamika Hidung Roket
Hidung roket adalah komponen roket terdepan yang akan menembus aliran udara pada saat terbang dan akan menerima fenomena aerodinamika yang paling awal, baik pada kecepatan subsonik maupun supersonik. Bentuk hidung roket pada umumnya berupa kerucut atau busur.
Roket kecepatan supersonik biasanya menggunakan hidung roket berbentuk kerucut, sedangkan yang berbentuk busur biasa digunakan untuk kecepatan subsonik.
Komponen Aerodinamika Roket Bagian Sirip
Komponen roket bagian ekor biasanya terdiri dari sirip yang berfungsi sebagai pengarah terbang dan penjaga stabilitas terbang roket, sehingga tidak terjadi gerakan guling (rolling) yang tidak diinginkan. Kondisi menjaga stabilitas seperti ini biasa disebut dengan istilah “ Jagalah jangan sampai terjadi gerakan berguling-guling “ (keep no roll). Gerakan guling yang tak terkendali dapat menggagalkan misi roket, karena roket meluncur tidak sesuai dengan yang direncanakan. Hal ini salah satunya dapat disebabkan oleh pembuatan struktur sirip yang tidak tepat, sehingga dalam operasionalnya sirip roket tersebut tidak mampu menerima beban peluncuran roket. Beban yang dimaksud dapat berupa beban getaran maupun beban aerodinamika roket. Beberapa bentuk sirip roket dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Disamping tergantung pada bentuk sirip, karakteristik aerodinamika sirip roket juga tergantung pada bentuk belahan airfoil, dan ukuran sudutnya pada ujung sirip. Bentuk-bentuk ini akan menghasilkan karakteristik yang berbeda jika digunakan pada kecepatan terbang yang berbeda, misalnya untuk subsonik ataupun supersonik. Adapun pengertian airfoil adalah bentuk aerodinamika yang dianggap paling efektif untuk menghasilkan gaya angkat, misalnya airfoil penampang lintang potongan sirip roket yang sejajar dengan arah kecepatan terbang roket dan tegak lurus sirip.
Gaya angkat yang dihasilkan oleh airfoil dan tenaganya bersumber dari gaya dorong roket, harus lebih besar agar roket dapat meluncur dari tanah dan terbang mendatar.
Ada pun beberapa macam bentuk belahan airfoil sirip roke, seperti pada gambar di bawah ini.
Belahan airfoil untuk bentuk depan belakang tirus, gambar a, dari sisi efisiensi aerodinamik, memiliki gaya hambat yang terkecil untuk rasio tebal. Dari sisi manufaktur yang lebih mudah dikerjakan adalah bentuk modifikasi depan belakang tirus, gambar b. Bagian depan dan belakang yang tajam perlu diperhalus dalam bentuk tumpul melingkar (rounded), hal ini untuk mengurangi panas karena pengaruh gaya aerodinamika. Bentuk ini digunakan untuk sirip padat yang berukuran relatif kecil. Bentuk depan belakang cembung, gambar c, memiliki gaya hambat terkecil untuk setiap unit tegangan, dan biasa digunakan untuk sirip yang berukuran relatif besar dengan struktur tidak padat. Sedangkan untuk bentuk bagian belakang tumpul, gambar d, dapat digunakan untuk memperbaiki stabilitas roket.
Dengan memperhatikan berbagai bentuk sirip maupun belahan airfoil seperti pada gambar di atas, sebenarnya perhitungan beban aerodinamika sirip roket relatif sulit untuk ditentukan secara pasti, karena sangat tergantung pada bentuk geometri, luasan sirip dan pengaruh fluida yang dilalui (udara nyata) pada saat terbang. Namun demikian, secara teoritis dapat dikatakan bahwa sirip roket pada saat terbang akan mengalami gaya aerodinamika, baik berupa gaya hambat maupun gaya angkat.
(Artikel ini dikutip dari berbagai sumber, terutama berasal dari buku Atik Bintoro: Desain Konfigurasi Roket Padat, Analisis Struktur Roket RUM70/100-LP./AB)