
Ada Apa di Hagia Sophia
Kunjungilah Istambul dan sempatkanlah masuk ke Hagia Sophia. Sebuah bangunan bekas Basilika, masjid dan museum pada saat ini. Dua kali saya kunjungi tempat ini. Ketika musim panas dan dingin. Semua dengan kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Hagia Sophia didirikan pada tahun 537 Masehi atau nyaris 1.500 tahun lalu. Salah satu bukti sejarah sisa-sisa kejayaan Byzantium. Terletak di area Sultan Ahmet yang terkenal, bangunan ini beberapa kali mengalami fungsi sesuai keadaan politik dan kekuasaan.
[iklan]
Sejarah Hagia Sophia.
537-1054 Katedral Gereja Kristen
1054-1204 Katedral Ortodoks Yunani
1204-1261 Katedral Katolik Roma
1261-1453 Ortodoks Yunani
1453-1931 Mesjid Kekaisaran
1935-hingga saat ini Museum
Tiket masuk dapat dibeli langsung pada loket yang tersedia di depan pintu masuk. Menikmati Hagia Sophia tentu butuh sedikit perjuangan, khususnya di musim panas. Sekitar 4 juta orang turis mengunjungi tempat ini setiap tahun. Pintu masuk terletak sebelah samping kiri dari arah loket. Tembok dengan batu bata merah nan kokoh setinggi belasan meter. Pintu besar dan lebar terbuat dari kayu solid tanpa sambungan serasa langsung membawa perasaan ke jaman 1.500 tahun lampau. Saat itu pastilah masih banyak pohon-pohon berdiameter besar yang tumbuh hingga memungkinkan membuat pintu-pintu ukuran lebar.
Di dalam area museum yang terdiri dari dua lantai ini terdapat kaligrafi dua kalimat syahadat, nama nabi dan para sahabat juga cucu nabi. Mozaik di lantai dan tembok juga langit-langit. Lukisan Bunda Maria dengan bayi Yesus dan kaligrafi lafaz Allah berdiameter besar terpajang dengan indahnya. Sebuah Lonceng besar berusia seribu tahun juga ada di pojok lantai bawah
Museum Hagia Sofia ini adalah tempat perlindungan terakhir. Di sinilah para pendeta, rakyat, terutama orang tua, wanita dan anak-anak bersembunyi. Kekalahan ibukota timur Konstatinopel dalam perang selama 40 hari akhirnya tak lagi bisa ditahan kala Tembok Byzantium yang setebal 7 meter dan tinggi 12 meter serta dihalangi parit dan ranjau sepanjang berkilo-kilo meter, yang selama seribu tahun melindungi mereka, berhasil ditembus oleh pasukan Sultan Mehmed II pada tahun 1453. Meski Kaisar mereka terbunuh namun Sultan Mehmed II sama sekali tak melukai rakyat sipil yang tak bersenjata. Beliau berperang seperti gaya perang nabinya. Tak sedikitpun melukai rakyat tak berdosa. Alih-alih, beliau malah menggendong balita kecil perempuan dari pelukan ibunya yang ketakutan demi mengetahui bahwa kotanya telah jatuh oleh pasukan yang dipimpin seorang Sultan yang kini berdiri di hadapan mereka dan juga seorang Muslim. Kenyataannya, Sultan malah membesarkan hati semua yang ada di dalam gereja tersebut. Bahwa Sultan tak melarang apapun yang mereka sembah meski kota itu sudah jatuh ke tangan tentara muslim.
Kemudian Hagia Sophia dirubah menjadi masjid. Konstatinopel sudah jatuh dan kekaisaran Romawi yang identik dengan Kristen sudah bertekuk lutut kepada Kesultanan dari Bani Utsman. Hal itu berlanjut hingga tahun 1935, lalu Hagia Sophia ini dirubah menjadi museum hingga hari ini.
Banyak hal yang sudah berusia ribuan tahun bisa kita lihat dari tempat ini. Saya mengagumi lantai marmer nya. Pilar-pilar kokoh, Pintu-pintu dan ratusan anak tangga yang terbuat dari kayu. Saya membayangkan hiasan lampu-lampu gantung. Jaman dahulu belum ada listrik. Pastilah mereka memakai lilin atau sesuatu yang bisa menyala semisal api untuk menerangi ruangan.
Benda lain yang menarik perhatian saya adalah dua buah guci berkapasitas 1.000 liter berusia 600 tahun pemberian Sultan Murat II. Mungkin dahulu dipergunakan sebagai wadah air untuk minum saat berbuka puasa bersama? Atau bisa juga untuk berwudhlu? Yang pasti saya kagum.
Pada jaman now, saya yang merasa sudah menjadi manusia canggih dan hidup di kota modern? Cukup memberi pelajaran batin jika sesekali kunjungi satu tempat yang dibangun ribuan tahun lalu. Tempat yang menjadi saksi andaikan itu semua bisa bicara.
Ketika keluar dari museum , saya kira pemandangan sudah selesai. Ternyata belum. Ada puing-puing dan sisa reruntuhan di luar area Hagia Sophia sebelum pintu keluar. Meski udara dan angin musim dingin serasa mengganggu tapi saya harus menikmati sisa-sisa tembok, pilar dan lainnya yang terbuat dari batu-batu alam. Entahlah teknologi apa yang digunakan orang-orang tempo dulu hingga bahan material itu tetap kuat dan kokoh meski satu setengah milenium waktu sudah terlewati.
(Cikeu Bidadewi)