Maaf, saya mengganggu sebentar. Begini: “Apakah anda masih ingat saya?” Terimakasih.
“Sebenarnya saya tidak ingin menganggu anda. Akan tetapi kadang-kadang saya memang suka begitu. Suka menganggu anda untuk sekedar iseng. Kadang saya nakal. Suka mengetuk-ngetuk pintu di tengah malam ketika anda sedang sendiri dalam kamar. Seringkali saya mengganggu anda dengan suara-suara aneh yang pernah anda dengar ataupun suara yang tidak akan pernah anda dengar sampai nanti anda mati.
Mungkin sekarang anda sedang menduga-duga siapa saya. Nah pada saat itulah secara tiba-tiba saya akan muncul di hadapan anda sembari menyeringai. Brrr…!
Tentu saja anda akan terkejut. Bahkan mungkin akan menjerit ketakutan. Tapi begitu anda tahu siapa sebenarnya yang ada di hadapan anda segera anda menarik nafas lega. Sebab: “Saya memang tak jauh berbeda dengan apa yang anda duga.”
Di luar, ada suara angin mendesah. Malam pelan-pelan merayap di kegelapan menuju ke ujung pagi. Sepi yang ajaibakan segera menghantarkan kita pada sebuah tamasya ke alam gaib: mengarungi cakrawala sunyi, awang uwung.
“Dan ketika seekor cicak menggetarkan ujung ekornya di daun pintu, saya berani memastikan kalau anda sudah mulai merasakan kehadiran saya.”
Kemudian dengan diawali suara kucing mengeong, akan terdengar langkah menginjak keheningan. Jleg…jleg…jleg.
“Lewat sebuah isyarat saya akan muncul dari tempat atau arah yang anda suka. Perhatikan baik-baik sekitar anda. Apabila anda belum melihat saya, jangan-jangan saya sudah sembunyi di kolong tempat tidur. Atau menyelinap di balik korden jendela. Bahkan bisa jadi sudah menyeringai di hadapan anda. Tapi anda tak mungkin bisa melihat saya karena keterbatasan anda sebagai manusia. Oh, anda sudah tak sabaran rupanya. Baiklah, saya akan segera… “
Tetapi apakah anda sudah benar-benar siap?
“Baik.”
Terus terang saja…
“Saya khawatir seandainya kedatangan saya justru akan mengganggu ketenangan anda, sekalipun sebenarnya anda memang membutuhkannya.”
“Saya memang bukan Drakula atau Zombie. Bukan Arwah Gentayangan, Hantu Kuburan atau Gendruwo. Bukan! Dan saya tak akan sampai hati untuk mencekik leher anda. Tak akan menghisap darah anda. Karena saya memang bukan sejenis mahluk seperti itu.”
“Perhatikan, adakah sesuatu yang ganjil yang anda lihat di tempat tidur selain bantal guling dan sprei berwarna putih?”
Ya. Putih.
“Putih seperti kafan pembungkus mayat.”
Anda pernah melihat mayat, bukan?
“Tentu saja bukan, eh pernah.”
“Bagaimana?”
Sesosok tubuh terbujur lurus. Dingin dan kaku. Wajahnya pucat tanpa ekspresi. Dan…
“Perhatikan matanya. Mata itu seperti mau meronta dari sebuah dunia yang menakutkan!”
Ah, apakah anda pernah berpikir tentang mati? Apakah mati memang sudah begitu menakutkan? Apakah anda pernah membayangkan bahwa pada suatu saat nantianda juga akan mati. Sebab bisa jadi tubuh yang dingin dan kaku itu, adalah tubuh anda sendiri. Dan mata yang meronta ketakutan sampai terbelalak itu adalah mata anda sendiri. Anda yang tak pernah rela menerima sebuah kematian.
“Atau mungkin sedang merasakan betapa nikmatnya panasnya api di siksa kubur?”
Sebentar, jangan dulu pergi tidur. Saya mohon, singkirkan dulu mayat di atas tempat tidur itu. Berbahaya! Mayat yang mulai membusuk itu pasti menyimpan kuman penyakit yang maha jahat. Dalam tempo sekedipan mata, kuman-kuman itu bisa membuat daging anda meleleh seketika!
“Panas?”
Panas, seperti sejengkal di bawah matahari!
“Sakit?”
Sakit, seperti disayat ribuan silet!
“Oh, lihat. Mayat itu bangkit! Hendak ke mana dia?”
Mungkin mayat itu haus. Awas! Sebaiknya anda cepat menyingkir sebelum terlambat!
“Kemarilah. Mendekatlah kepada saya. Tenang. Sayalah yang anda perlukan sekarang. Bersembunyilah di ketiak saya. Anda akan segera merasa nikmat. Nikmat senikmat-nikmatnya nikmat. Akan anda temukan ketenangan dan kedamaian yang selama ini anda cari.Sayalah kedamaian itu sendiri.”
Nah, mayat itu sudah pergi rupanya.
“Sekarang tunggu saja. Saya akan membersihkan tempat tidur itu agar tak membahayakan kesehatan anda. Dan anda bisa tidur nyenyak, aman dan nyaman. Bisa mimpi bertemu dengan tujuh bidadari atau bidadara.”
Hei lihat! Mayat itu meninggalkan sesuatu di tempat tidur anda.
“Darah!”
Bukan main. Indah sekali warnanya. Anda pasti menyukainya. Coba pegang, bagaimana rasanya?
“Hangat.”
Oh, tangan anda berlumur darah sekarang. Hebat sekali. Bukan itu darah seseorang yang kemarin mati ketabrak mobil?
“Kepalanya pecah. Perutnya meletus. Dan ususnya berhamburan.”
Jangan panik. Agaknya memang ada sesuatu yang tidak beres dalam perut anda. Perut anda bengkak. Mungkin terlalu banyak makan barang haram. Cepat kemarikan pisau silet itu. Berbaringlah.
“Akan saya keluarkan isi perut anda. Dan anda akan segera bebas dari segala beban yang selama ini menganggu pikiran anda. Ayo, tunggu apa lagi?”
Hanya sebentar. Tidak akan lama.
“Percayalah, saya tidak akan menyakiti anda. Ayo, tunggu apa lagi?”
“Asataga!”
Anda sembunyikan di mana kepala saya?
“Jangan begitu, ah.”
Bagaimana mungkin saya akan bisa menolong anda kalau saya harus berjalan tanpa kepala? Ayolah jangan main-main. Kembalikan kepala saya. Bagaimana nanti kalau ada orang melihat saya. Bisa-bisa saya disebut hantu tanpa kepala. Tapi…
“Aduh apa ini?”
Coba tolong lihat. Apakah leher saya sudah memancarkan darah sebagaimana mestinya? Dan…
“Oh.”
Anda mematahkan kedua tangan saya. Untuk apa?
“Lho!”
Hendak diapakan kaki saya? Dipotong! Oh, anda sudah mulai menyukai permainan sadis ini rupanya. Baik. Lakukanlah apa yang anda suka terhadap diri saya.
“Tapi ingat. Saya juga bisa melakukan seperti yang anda lakukan itu”
Lebih sadis pun bisa! O, saya tahu sekarang. Anda mulai mencurigai saya.
“Boleh?”
Boleh saja.
“Tapi saya rasa itu tidak pada tempatnya. Anda salah alamat.”
Coba lihat. Apakah saya sudah begitu menakutkan? Saya rasa tidak. Saya masih bisa tersenyum seperti anda. Kenapa mesti curiga?
“Jangan macam-macamlah.”
Ingat, saya bisa menteror anda kalau saya mau. Tidak percaya? Baik! Lho jangan gemetar. Katanya tidak apa-apa.
Mayat itu kembali lagi dengan wajah yang lebih menakutkan. Ia menggantung dirinya di sudut kamar. Darah meletup-letup dari setiap pori-pori di kulit tubuhnya yang pelan-pelan mulai mencair. Tulang belulangnya mulai nampak sedikit demi sedikit. Ia menyeringai. Taringnya keluar memanjang.
“Lidahnya menjulur hingga ke lantai!”
“Matanya mencorong bagai bola api!”
Hati-hati. Sebentar lagi dia akan menerkam anda.
“Tidak takut.”
Bagus. Itu tandanya anda masih waras.
O, anda mulai gelisah rupanya. Jangan.Tak perlu gelisah. Sebab inilah kesempatan yang baik untuk menteror ketakutan anda. Pintu sudah saya buka sekarang. Tanpa suara. Dan kalau anda lihat daun pintu masih juga tertutup, itu berarti saya menyusup lewat angin. Bisa melihat saya?
“Ti…Tidak.”
Nah itu artinya anda mulai memasuki pintu gerbang ketakutan. Sekarang perhatikan lagi dengan cermat. Awalnya memang hanya samar-samar. Tidak jelas bagaimana wujud saya yang sebenarnya, tapi anda sudah mulai merasakan gangguan saya. Kulit saya yang sekasar kulit Dinosaurus mulai meraba-raba permukaan kulit anda, mulai dari wajah sampai ke telapak kaki. Pelan-pelan saya akan menancapkan kuku-kuku yang runcing dan setajam pisai silet. Darah akan merembes dari sela-sela daging yang tersayat. Perihnya bukan main, seperti luka mandi cuka.
“Anda akan merintih kesenangan. Dan segera dapat melihat dengan jelas kedua telapak tangan yang dahsyat ini. Berbulu lebat dan kuku-kukunya sebesar pisang tanduk.”
Kuku-kuku berwarna semu hijau yang menyimpan racun warangan itu lebih tajam dari pisau segala pisau. Lebih runcing dari bambu runcing.
“Alangkangkah nikmatnya kalau tiba-tiba saja kuku-kuku yang tajam berbisa ini saya benamkan ke perut anda. Darah akan muncrat tentunya. Dan saya akan segera merobek-robek perut anda. Mengeluarkan segala isinya, lantas mengunyahnya satu demi satu. Mulai dari jantung, paru-paru, usus, sampai pada lendir-lendir yang ada dalam perut anda.”
Mencongkel biji mata sembari mencucup ubun-ubun adalah kegemaran saya. Setelah tubuh anda porak peranda, pekerjaan selanjutnya adalah mencacah daging tubuh anda. Lalu menyindiknya seperti sate.
“Sambil sesekali mencelupkan serpihan-serpihan daging anda ke kubangan darah anda sendiri, mata saya akan memancarkan api yang membakar serpihan daging yang sudah tertusuk jadi sate itu.”
Bukan main nikmatnya sate daging manusia seperti anda. Eh, jangan coba-coba melarikan diri. Kemanapun anda lari dan sembunyi, saya akan tahu, sekali pun ke ujung dunia. Sebab saya memang maha tahu. Akan saya tikam anda dari belakang. Saya seret dari tempat persembunyian. Anda akan saya gantung di tengah alun-alun kota. Dan anda akan melolong sepanjang siang sepanjang malam, sampai akhirnya anda akan mati penasaran.
Dan setelah itu, anda akan segera tahu siapa saya yang sebenarnya. Anda akan segera tahu bahwa ternyata saya adalah: ANDA SENDIRI !!!
***
Catatan:
Yoyok We Suwardi adalah nama pena (nama lain) dari Abah Yoyok (penanggungjawab Redaksi mbludus.com) yang pernah mendapat Anugrah Seni dari Dewan Kesenian Banten untuk bidang Kreatifitas dalam Sastra.
Cerpen ‘Teror’ ini ditulis ulang dari Bonus Novelet almarhum majalah Putri Indonesia dengan judul 4 Cerita Horor, terbit tanggal 25 Agustus 1981.