Hidup di kota besar lalu ingin bahagia? Rasanya itu sia-sia andai kita tak mudah bersyukur. Lahan kosong yang jarang. Rumah-rumah padat dan kadangkala kamar tidur pun tak berjendela. Biaya hidup yang tinggi. Persaingan yang ketat. Bising. Polusi. Rasanya tak menyisakan sedikitpun ruang dalam hati untuk bahagia.

Jangankan memberi wejangan kepada anak-anak. Karena mengingatkan diri sendiri pun kadangkala sulit. Saya ambil contoh diri saya sendiri yang tinggal di Tangerang Selatan 20 tahun belakangan ini. Selalu ada saja problematika hidup. Masalah pembantu rumah tangga, sekolah anak, biaya hidup plus menata hati pada saat pandemi seperti sekarang ini. Rasanya saya hampir menyerah dan putus asa.  Segala hal kadang tak bisa diprediksi meski kita sudah menjaga hati. Sebangun tidur pun kadang otak bisa runyam padahal belum keluar dari kamar.

WAG, Facebook atau berita di TV adalah hal-hal yang mempengaruhi mood hati, padahal belum 5 menit terjaga. Berita-berita kejadian di sekitaran, politik negeri ini, postingan-postingan tak jelas dan banyak hal lain tiba tiba masuk begitu saja ke dalam diri kita dan memaksa untuk dipikirkan.

Ah…

Tetapi akhirnya segala hal yang memuakkan itu mulai saya bisa manage. Saya tak lagi terlalu serius menanggapi semua. Bukankah hidup sejak kita masih dalam kandungan pun kota sudah melalui proses pertarungan? Kita adalah pemenang dari jutaan  Zat Semen yang disemprotkan ayah kita ke dalam rahim bunda kita. Dan kita pemenangnya.

Kemudian setelah kita menjadi pemenang dan kita membelah diri menjadi zigot lalu janin dan selanjutnya lahir ke bumi dengan teriakan keras tanda paru-paru kita berfungsi dan tali pusar kita diputuskan. Kita belajar menyusu. Lalu kita akan tumbuh gigi, kita akan belajar tengkurap, merangkak berjalan dan lain-lain. Lalu fase-fase dalam hidup yang menunggu untuk kita lewati dan jalani.

Hidup adalah lautan pengalaman yang akan kita sebut cobaan andai kita berat dalam menghadapi dan melaluinya. Rasanya tak habis-habisnya. Ketika kita lewat satu persoalan maka selalu ada hal lain yang menunggu untuk dipikirkan dan diselesaikan. Dan itu semua tak akan berakhir sampai kita selesai dengan kehidupan dunia ini.

Ah… Tulisan saya terlalu panjang.

Yang pasti… ? Tinggal di Indonesia dengan 270 juta penduduknya yang sebagian besar mukim di kota-kota besarnya… tentu menjadikan banyak masyarakatnya yang mendambakan ketenangan dan kenyamanan. Sementara kedamaian yang dicari adalah hal-hal seperti itu hanya fatamorghana. Semua itu kembali ke hati. Hati dan pikiran kitalah sebetulnya yang menentukan rasa bahagia itu. Bahagia adalah ketika kita bersyukur bahwa dalam kehidupan ini… kesempurnaan itu tidak ada. Salam.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *