Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa E. Aminuddin Aziz membuka secara resmi Musyawarah Nasional Sastrawan Indonesia (Munsi) III di Hotel Novotel, Mangga Dua Square, Jakarta, Senin malam (02/11/2020). Musyawarah sastrawan di tengah pandemi covid-19 itu diikuti sekitar 200an peserta, baik secara tatap muka maupun daring, dari seluruh Indonesia.

Sementara itu, Kepala Pusat Pembinaan Badan Bahasa Muhammad Abdul Khak selaku Ketua Panitia Pengarah Munsi III mengatakan, Munsi merupakan ajang temu wicara, diskusi, serta apresiasi para sastrawan dan pegiat sastra. Munsi membicarakan perihal kesastraan, baik kajian, ciptaan, maupun hambatan dan cara penanggulannya.

Pada kegiatan sebelumnya yaitu, Munsi I dilaksanakan di Hotel Bidakara, Jakarta, 18-20 Oktober 2016 yang menghasilkan tiga rekomendasi untuk pemerintah dan lembaga terkait kesastraan. Antara lain mengusulkan rancangan kebijakan pengajaran sastra di lembaga pendidikan formal yang relevan dengan perkembangan sastra Indonesia. Selain itu, mendorong penerbit karya sastra agung di tingkat nasional maupun internasional agar dikenal luas. Termasuk mengusulkan pemberian penghargaan kepada sastrawan terkemuka, baik yang masih hidup maupun telah meninggal.

Munsi II, dilaksanakan di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, 18-20 Juli 2017 menghasilkan rekomendasi tentang pemberdayaan komunitas sastra, sastra siber dan alih media, internasionalisasi sastra, riset sastra, fasilitasi sastra, dan pengajaran sastra. Selain itu, juga merekomendasikan agar terselenggaranya Munsi tidak lagi setahun sekali, namun tiap tiga tahun sekali.

[iklan]

Di Munsi III yang akan berakhir 5 November dengan mematuhi protokol kesehatan secara ketat itu, secara umum bertujuan untuk menyediakan wadah berdiskusi, berbagi informasi, dan bersilaturahmi bagi sastrawan dan pegiat sastra dengan Kemendikbud, khususnya Badan Bahasa serta bertujuan untuk menjalin kerja sama dengan sastrawan dalam hal pembinaan, pengembangan, dan pelindungan sastra. Di samping itu, memberikan rekomendasi kepada pemerintah terkait sastra Indonesia. Termasuk pula memberikan wawasan kesastraan dalam era digital 4.0 dan meningkatkan kembali gairah untuk berkarya sastra.

Kegiatan ini pun juga dimeriahkan pembacaan puisi oleh Presiden Penyair Indoensia Sutardji Calzoum Bachri dan Asrizal Nur, juga presentasi pemakalah Martin Suryajaya (Sastra pada Masa Pascakebenaran), Djoko Saryono (Sastra Daerah sebagai Bagian dari Sastra Indonesia), Cecep Syamsul Hari (Kekaryaan pada Era Digital), dan John McGlynn (Sastra Indonesia dalam Sastra Dunia). Sedangkan hari ketiga tampil sebagai pemakalah Faruk Tripoli (Sastrawan, Media, dan Pascarealitas), Leila S. Chudori (Sastrawan sebagai Profesi di Panggung Dunia), dan Manneke Budiman (Pendidikan Sastra Indonesia di Panggung Dunia).

Di antara 200 sastrawan peserta Munsi III itu, terlihat juga Nana Sastrawan, Faris Al Faisal, Rini Intama, Rida K Liamsi, Syaifuddin Gani, Yahya Andi Saputra, Saut Poltak Tambunan, Abdul Kadir Ibrahim, Kedung Romansa, Damhuri Muhammad, Ulfatin Ch, Ahmadun Yosi Herfanda, Gunoto, Abdul Aziz, Afiliasi Ilafi, Arif Fitra Kurniawan, Atmo Tan Sidik, Maufur, Dwi Supriyadi, Kartika Catur Pelita, dan S. Prasetyo Utomo. Selain itu juga Setia Naka Andrian, Siti Choiriyah, Soekoso DM, Titi Setiyoningsih, Theopilus Yudi Setiawan,Dewi Linggasari, Yunita Widyaningsih, Bandung Mawardi, dan Sosiawan Leak dan lain-lain.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *