My  morning. Hmmm… weekend itu saya selalu sibuk. Weekday pun. Sama saja. Setiap hari adalah sibuk. Ditakdirkan sebagai seorang ibu rumah tangga yang juga diminta tanggung jawab mengisi kolom sosialita sebetulnya saya kadang agak bingung. Mau menulis artikel yang seperti apa?

Ibu tiga anak gadis remaja dan menjelang dewasa. Dengan komunitas yang diikuti lumayan banyak. Latar belakang jurnalistik dan pernah menjadi reporter plus teman-teman dari banyak kalangan semisal sastra grup backpacker internasional, pencinta alam dan banyak lagi seolah tak menyisakan banyak waktu untuk saya. Saya kelelahan bahkan hanya depan gawai.

Hmmm…

Dunia yang sibuk meski kita hanya di rumah saja? Bahkan sebangun tidur pun kita lantas seperti dibuat sport jantung. Berita di media sosial terutama. Tetapi tak ada yang dapat dilakukan karena kita hidup di jaman ini. Jaman online. Apa serba cepat. Dalam sekian detik satu kejadian bisa menyebar bak peluru yang ditembakan.

Menyakitkan. Menakutkan. Kala membaca berita bahwa ada anak gadis tewas setelah sebelumnya di-rudapaksa secara bergilir. Anak remaja tanggung dibunuh ibu kandungnya hanya karena ponsel. Ayah menyetubuhi anak gadisnya. Anak menghilangkan nyawa ibunya hanya karena keinginannya membeli motor tak dipenuhi. Mahasiswa menghilangkan nyawa teman satu kampus karena tergiur gadget milik temannya itu. Suami menebas leher istri karena judi online. Hal-hal demikian adalah penyebab terganggunya kewarasan bagi saya pribadi sebetulnya.

Andaipun ada banyak berita lain yang bisa menghibur? Palingan tentang artis. Dimana kehidupan glamournya seolah tak menyisakan ruang kehidupan nyata sebenarnya adalah jauh berbeda dari apa yang ditampilkan di media sosial.

Artis? Secantik apapun… aslinya? Pasti berbeda ketika mereka masih berdaster dan belum mandi. Lol.

Melihat pesohor makan enak dengan menu-menu mahal yang bahannya belum tentu ada dijual di pasar biasa. Makanan yang lalu diolah oleh juru masak istimewa kemudian dihidangkan di atas meja makan dengan peralatan sekelas hotel bintang lima? Diliput lalu diunggah? Ah… Tapi itu semua belum menjamin kenikmatan.

Mungkin saja seorang petani yang makan di pematang sawah setelah macul berjam-jam kelelahan macul akan lebih diberikan kenikmatan meski hanya dengan menu ikan asin sebagai lauk.

Akhirnya kita semua harus terbiasa dengan itu semua. Mau tak mau. Harus bisa memilah mana fiksi dan mana realiti. Jika ingin sehat mental. Sehat jiwa raga dan lahir batin. Itu semua bukan hanya untuk diri sendiri namun juga demi keluarga. Demi orang- orang yang kita sayangi.

Hidup pada setiap jamannya memang akan senantiasa menyisakan kendala bagi ketenangan jiwa. Bahwa hidup adalah tentang siasat dalam menyikapi segalanya dengan kedewasaan. Itu bukan karakter namun kita bisa memulainya. Memupuk mental diri untuk menjadi kuat dan siap dalam mengantisipasi apapun yang bisa menyebabkan kita jadi menjadi lemah.

Hmmm…

Bahwa hidup tak akan selalu sesempurna yang kita inginkan. Namun selalu kita ingat kembali bahwa tak ada kehidupan yang mudah. Bahkan untuk para nabi. Jangankan kita sebagai manusia karena kehidupan para nabi pun begitu sulit bahkan sejak mereka kecil hingga wafat.

Ini yang bisa saya sumbangkan pagi ini. Sesuatu yang saya tulis sambil menikmati air godogan/ rebusan rempah. Perpaduan jahe kunyit jeruk nipis dan madu selain menyehatkan? Juga menenangkan. (Cikeu Bidadewi)

Selamat mencoba.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *