Awal Perjalanan Ke San Diego, USA

Ketika saya masih pelajar SD dan melanjutkan ke SMP di tahun 1970-an, aku mendengar cerita di radio yang sering diputar oleh kakekku tentang Berita Dunia, satu di antaranya meliputi seputar Negara Amerika Serikat yang berkonflik dengan Negara Vietnam. Pada saat itu ada rasa ingin tahu bagaimana negara yang berada sangat jauh, namun tentaranya bisa berperang mendatangi negara lain. Ingin rasanya belajar ke sana, tapi bagaimana caranya?.

Kenangan cita-cita masa lalu kembali terngiang ketika kota Jakarta sudah aku tinggalkan sejauh 20 jam naik pesawat udara menuju Amerika Serikat. Tentu setelah lulus melewati pemeriksaan imagrasi bandara. Paspor dan visa diperiksa. Laptop dan peralatan elektronik seukuran laptop tidak boleh masuk bagasi, harus ditenteng ke kabin. Jumlah bagasi maksimal dua unit.

Sebelum penerbangan yang jauh ini, aku sempat mampir di bandara Narita, Jepang, sambil menunggu waktu penerbangan berikutnya. Hilir mudik pejalan kaki di dalam bandara. Belanja atau sekadar melepas lelah setelah tujuh jam duduk di dalam pesawat terbang. Bagi muslim tentu sudah memesan makanan halal ketika pesan tiket perjalanan, menunya: irisan bebek goreng, wortel dan sekotak nasi, roti, air mineral, jus jeruk dan secangkir kopi hitam, semua tersuguh di dalam pesawat. Makanan itu cukup untuk mengganjal perut.

Hampir semua pramugari dan pramugara pesawat udara dari Jakarta ke Narita berlogat Jepang dan mirip orang Jepang. Jangan jangan mereka memang orang Jepang. Di bandara Narita, bisa berfoto dengan latar belakang boneka khas tradisi Jepang. Beberapa makanan camilan, jam tangan, kaos dan oleh oleh dijual di toko bandara. Aku tidak berminat beli, karena masih mau lanjut terbang ke Los Angeles. “Pulangnya saja dach” Pikirku.

San Diego

Setelah terbang 17 jam dari Narita-Tokyo, sampailah di bandara Los Angeles-Amerika Serikat. Sebelum mendarat, pramugari membagikan kertas borang, penumpang wajib mengisinya. Oleh karena itu, aku tidak lupa membawa pulpen. Isian borang tersebut antara lain tentang: Nama keluarga, Nama diri, Negara asal, tujuan negara, nomor paspor, jumlah famili yang ikut, tujuan kunjungan, informasi barang bawaan semisal: makanan, cairan, obat obatan, uang maksimal $USD 10.000. Setelah diisi, borang ini akan diserahkan pada petugas di dekat pintu keluar imigrasi. Hampir semua pramugari dan pramugaranya  terdiri dari orang bule, satu dua mirip juga orang Asia.

San Diego

Bandara Los Angeles merupakan salah satu pintu masuk ke Negara Amerika Serikat, sehingga semua surat identitas diperiksa lebih ketat, terutama paspor dan visa. Bagi yang ber-visa elektronik bisa langsung mengisi di mesin komputer yang mirip mesin ATM. Tinggal pilih apa saja yang dibawa di dalam bagasi, sesuai yang ditanyakan, yaitu mirip dengan yang ada di borang, semisal bawa atau tidak tentang : makanan, cairan, obat obatan, uang maksimal $USD 10.000. Jika tidak, tinggal pilih No. Jika dipilih Yes, akan diperiksa lanjut semua bagasinya di mesin X-ray pada saat keluar imigrasi, dan ditanya lanjut oleh petugas. Jika tidak menggunakan visa elektronik, petugas lapangan akan meminta mendatangi bagian imigrasi untuk diperiksa paspor dan visa seperti biasa. Kalau semua beres, penumpang pesawat bisa melanjutkan keluar bandara. Kemudian terserah, apakah kota ini menjadi tujuan akhir, ataukah masih mau meneruskan terbang ke kota lain. Bagi yang meneruskan perjalanan, bagasi barang bawaannya harus dipindahkan ke eskalator kota tujuan. Setelah terbang dari Jakarta ke Tokyo-Jepang, kemudian melanjutkan ke bandara Internasional di kota Los Angeles-California, USA. Sesampainya di Los Angeles kami pun segera pindah ke Pesawat domestik dalam Negeri Amerika Serikat, dan terbang menuju ke bandara di kota San Diego-California.

Oh ya ketika mau keluar bandara Internasional Los Angeles sekaligus menuju masuk ke Pesawat udara ke jurusan bandara San Diego, ada tanya jawab antara petugas Imigrasi (Im) dan Aku (Ak), kira-kira seperti ini :

Im : Anda bawa makanan kah?
Ak : Ya saya bawa mie instan.

Im : Lho kenapa di borangnya anda pilih tidak.
Ak : Wadduh, lupa pak. Itu mie, mie instan seperti biasa.

Im : Apa seperti itu (sambil menunjukkan gambar pilihan makanan).
Ak : Gak ada di gambar ini.
Im : Ya udah, bawa sini koper anda harus diperiksa semua.

Setelah lulus pemeriksaan, aku pun keluar bandara Los Angeles sebentar, kemudian masuk lagi ke bandara domestik. Ketika mau masuk, semua identitas diperiksa ulang oleh petugas, segala botol minuman harus ditinggalkan di tempat yang tersedia. Sepatu, sabuk, uang koin, jaket, dompet, topi, Hp, lap top, power bank, semua wajib dimasukkan di wadah plastik yang tersedia, kemudian dimasukkan di mesin X-ray. Semua calon penumpang masuk ke ruang periksa yang berpintu kaca lengkung dan berdinding tembus pandang, Jika dirasa perlu diperiksa lanjut, petugas memeriksa dengan menggeledah pakaian sambil meraba bagian yang perlu diperiksa.

Penerbangan dari Los Angeles ke San Diego menggunakan pesawat domestik berukuran lebih kecil, berisi sekitar 125 orang. Di bandara ini, hampir tidak ada pemeriksaan yang berarti, hanya periksa tiket pesawat, tanpa pemeriksaan paspor dan visa. Cuaca relatif bersahabat, meskipun penerbangan sore hari sekitar jam 18.05 waktu Amerika Serikat, tetapi sinar matahari masih terpancar cerah, sehingga bisa berkesempatan mengabadikan pemandangan di sekitar pesawat udara. Aku bisa memotret melalui jendela. Tidak seperti di sekitar Narita Tokyo yang dipenuhi hamparan pepohonan, ketika dipotret dari jendela pesawat terlihat mirip hamparan karpet hijau. Di San Diego penuh dengan citra bangunan dan Pantai bersamudra sangat luas, sibakan air laut di sekitar kapal laut terlihat putih dari citra poto kamera.

San Diego 4

Ketika di bandara Los Angeles aku solat jamak qosor duhur dan asar. Selepas ambil wudu di westafel rest room, aku solat di pinggir lorong, jalan menuju ruang tunggu, karena memang terlihat tidak tersedia musola. Untuk urusan bersuci/toharoh, terutama habis pipis. Sebaiknya memang membeli air mineral botol, setiap toilet tidak menyediakan fasilitas untuk air wudu. Air keluar toilet otomatis menggunakan citra tubuh. Jika tubuh sudah menjauh dari tempat pipis, air toilet langsung ngucur menyiram bekas pipis. Rupanya air tersebut hanya untuk menyiram bekas air kencing, bukan untuk bersuci/toharoh. Tolietnya sangat bersih, terjaga tetap kering, dan tersedia kertas tissue. Sisa air di botol jangan dibuang, bawa saja naik pesawat. Nanti bisa dipakai kalau perlu bersuci lagi setelah masuk ke ruang kedatangan.

Tiba di Kota San Diego

Sekitar jam 17.00 waktu Amerika Serikat sudah sampai di bandara kota San Diego. Bandaranya terkesan lebih bagus dan lebih besar dari pada bandara kota Los Angeles. Di sekitar bandara tersedia taksi yang siap mengantarkan kemana kita pergi.

Banyak juga yang online seperti di Indonesia. Di sana dikenal sebagai taksi Lift. Sesampainya di hotel, segera laporan, bahwa kami dari Indonesia yang memesan hotel. Setelah itu aku pun langsung masuk kamar, segera mandi, solat jamak qosor magrib dan isya. Terus masak mie instan.

Oh ya, aku membawa 23 gelas mie instan, cukup untuk sebulan. Tentunya tidak lupa bawa cangkir pemanas juga. Voltase listrik yang tersedia berukuran 110 Volt, menggunakan colokan besi gepeng, bukan silinder bulet panjang seperti di Indonesia. Oleh karena itu sudah aku siapkan colokan konektor listrik yang sesuai. Selesai makan mie segelas. Langsung tidur, meskipun badan belum bisa bersahabat mengikuti alam Amerika Serikat. Beda waktunya dengan di Indonesia sekitar 11 Jam. Jadi di Amerika Serikat sudah mulai malam, di Indonesia masih siang. Dan harinya pun telat sehari, atau menjadi lebih muda sehari. Jika di Indonesia tanggal 02 di Amerika Serikat masih tanggal 01. Tubuhku pun masih mengikuti irama metabolisme ala Indonesia. Dipaksa paksa tudur… masih melek juga.

Ini adalah kali pertama aku ke kota San Diego, California, USA. Tetapi kali ke dua aku ke Amerika Serikat. Waktu belum terlalu lama, hampir setahun yang lalu aku datang pertama kali ke Amerika. Baiklah kenangan masa itu akan kutulis kembali. Memang masyarakat Amerika Serikat itu menjujung tinggi sikap individualis, dalam arti sangat menghormati hak dan kewajiban masing-masing individu. Bandingkan dengan pengertian individualis yang selama ini aku pahami, yaitu sikap cuek bebek, anti sosial, dan tidak mau tahu urusan orang lain.

Pengertianku selalu bernilai negatif. Ternyata pengalaman di Amerika Serikat, justru aku menemukan nilai-nilai positif dari prinsip individualisme yang diamalkan oleh masyarakat Amerika Serikat. Semua orang dihargai sebagai individu, sampai pekerja bagian kebersihan pun, tetap terhormat, dan dihargai. Mereka bekerja dengan riang hati, tersenyum dan menyapa orang di sekitarnya. Orang-orang pun langsung membalas senyuman dan sapaanya.

Pengamalan saling menghargai masing-masing orang, sungguh telah menjadi tradisi orang Amerika Serikat. Selama di Amerika, tidak pernah kutemui orang marah-marah, hampir semua orang tersenyum ramah dan gampang menyapa : Hello. Mereka berusaha mengerti apa yang dimau oleh orang lain. Jika berjalan selalu memberi kesempatan pada orang lain yang ingin mendahului bahkan bisa bersedia minggir jauh, meskipun tadinya berjalan di tengah trotoar. Ada juga kebiasaan bahwa siapa pun yang membuka pintu duluan, wajib menutup pintu belakangan, menunggu orang lain lalu lalang melewati pintu. Setelah semua orang habis, tidak ada lagi yang keluar masuk melalui pintu, barulah orang yang membuka pintu tersebut, langsung menutup pintu, dan meneruskan perjalanan. Di samping itu beberapa kali aku naik mobil umum maupun diantarkan dengan mengendarai mobil pribadi, selama di Amerika Serikat aku tidak pernah mendengarkan suara klakson mobil berbunyi.  Malah suara burung gagak sering menemani. Gagak-gagak hitam damai beterbangan di tengah kota, dan di halaman perkantoran, maupun di rumah. Mereka kali-sekali hinggap di sekitar pejalan kaki. Fenomena semua itu membuat hidup serasa agak melambat, jika dibandingkan dengan derap kehidupan di Jakarta yang seolah segalanya harus berburu waktu, ingin menjadi juara saling mendahului.

San Diego 5

Dalam hal pekerjaan, beberapa orang yang pernah saya temui, masing-masing selalu konsekwen dengan tugasnya, datang sekitar lima menit sebelum waktunya. Irama bekerja sama untuk mencapai tujuan bareng menjadi gaya hidup berkarir mereka. Teman saya orang Indonesia yang sudah lama di Amerika Serikat, pak Aang namanya, pernah memberi tahu dan berkata : “Begitulah rata rata orang Amerika”.

Pak Aang ini salah satu staf perusahaan milik Indonesia yang berbadan hukum Amerika Serikat, berkantor di Seattle City, Washington State. Perusahaan ini bergerak di bidang jasa dan perdagangan peralatan teknologi Aeronautika. Direkturnya pernah mengajakku dan teman-teman berkunjung ke pabrik pesawat terbang Boeing di kota Seattle, Washington State.

Menurut insinyur yang pernah saya temui, namanya pak Grek, beliau salah satu tenaga ahli di Boeing, asli orang Indonesia, lulusan Institut Teknologi Indonesia di Serpong, Tangerang Selatan, Banten. Katanya menurut kabar, di pabrik Boeing ada sekitar seratusan tenaga ahli teknologi pesawat terbang dari Indonesia. Bahkan ada wanita Indonesia yang menjadi insinyur ahli di lembaga internasional bermarkas di Seattle itu. Insinyur ini pemegang regulasi sertifikasi pesawat terbang, Federal Aviation Administration/ FAA. Kepakaran beliau di bidang uji terbang, namanya ibu Sandra.

Perjalanan ke Amerika kali ini, masih mirip tahun sebelumnya. Ada pak Agus Aribowo dan pak Sunar. Mereka sudah terbiasa ke luar Negeri, bahkan pak Sunar sudah pernah ke San Diego. Dua lagi teman tidak kutulis di sini, karena belum ijin pada mereka. Kota San Diego boleh dibilang tidak terlalu besar, namun segala fasilitas tersedia. Penduduknya sangat amat ramah. Mengingatkanku pada tiga puluh tahunan yang lalu, ketika masyarakat di Jawa khususnya, masih menjunjung tinggi tradisi.

Tidak ada curiga sedikit pun pada orang lain, termasuk orang asing. Semua orang terasa bersaudara, senyuman tulus selalu berseri dari wajah siapa pun. Kira-kira seperti itulah masyarakat San Diego yang aku temui. Pernah saya foto selfi, ada bapak-bapak dan ibu-ibu berjalan di samping saya. Ibunya (I) menghampiri saya (S), dan berkata :

I  : Boleh saya bantu memotret anda?
S : Ow…. terima kasih. Silakan

Aku pun pasang gaya dan difoto beberapa kali. Banyak obyek jelajah yang tentu saja sayang jika dilewatkan begitu saja. Selesai acara tugas pekerjaan, langsung menuju tempat-tempat yang menarik. Sebut saja Gaslamp, sebuah kawasan bersejarah. Beberapa bangunan ditandai sebagai cagar budaya yang tidak boleh dipugar tanpa ijin. Kawasan ini bisa dijangkau dari berbagai penjuru San Diego, baik menggunakan bus, kereta api, maupun taksi online. Berbagai makanan tersedia di sudut sudut Gaslamp, pakaian, sepatu, souvenir juga tersedia. Hanya saja harganya memang standard barang-barang berharga. Kawasan ini juga merupakan bagian downtown atau kawasan pusat kota San Diego.

San Diego

Untuk keliling perkotaan San Diego tersedia juga bis paket keliling, bayar US$ 40, bisa naik dari pool bus di belakang Hotel Hyyat, di kawasan pantai. Keliling kota selama 2 jam. Kalau waktu cukup sebaiknya naik transportasi umum, bayar US$ 15 untuk empat hari pakai. Beli kartunya di mesin yg mirip ATM. Tinggal masukkan uang yang diminta, kemudian keluar kartu, mirip kartu Kereta Api kita. Kartu ini bisa dipakai untuk naik kereta api maupun naik bus. Jika memungkinkan waktunya bisa keliling San Diego sampai ke San Syidro dekat kota Tijuana perbatasan Meksiko, dan atau sampai kota Santee dekat perbatasan Los Angeles.

Beberapa obyek wisata yang bisa dikunjungi antara lain adalah : Taman Balboa, Museum Otomotip, Museum Kapal induk, Museum Pesawat terbang, Pelabuhan Kapal Nelayan dan Kawasan Kota Tua Old Town. Seluruh Kawasan San Diego terlihat tertata rapi. Sepanjang perjalanan jalur kereta api benar-benar rapi, indah dan enak dipandang. Demikian juga pertokoan, dari yang kecil sampai yang besar juga tertata rapi, dan suasananya nyaman untuk berbelanja.

San Diego

Ada pengalaman menarik, ketika berada di sebuah pertokoan super market, saya sengaja jalan jalan memakai baju adat tradisi Madura, baju Sakera, ada orang bule Amerika Serikat (B) menyapa Saya (S) :

B : Hai Indonesia, ya?
S : Yap, saya Indonesia, kok tahu?
B : Bajumu merah putih.

S : Apakah kamu pernah ke Indonesia
B : Belum. Tahun depan kami ke sana.

S : Saya Atek, ini kartu nama saya. Silakan kontak saya, kalau di Jakarta.
B : Saya Muhammad

S : Ow … anda Muslim. Masya Alloh. Saya Muslim juga.
B : Kita bersaudara
S : Ya … kamu saudara saya.

Setelah ngobrol secukupnya, kami pun melanjutkan perjalanan ke tujuan masing-masing. Dan saya langsung belanja kebutuhan sehari-hari. Kota San Diego memang benar-benar menggoda untuk ditiru ketertiban, kenyamanan, dan keamanannya.

Penulis: Kek Atek – Penggemar sekaligus penikmat perjalanan.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *