Sajak yang Lebur ke dalam Novel

Judul Buku: Srimenanti
Penulis: Joko Pinurbo
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: Cetakan pertama, April 2019
Jumlah Halaman: 144 halaman

ISBN: 978-602-06-2908-7

Srimenanti ialah novel perdana Joko Pinurbo. Jokpin—sapaan akrab Joko Pinurbo—lebih dikenal sebagai penyair ketimbang prosais. Kepenyairannya mulai tenar di jagat sastra Indonesia setelah ia menerbitkan kumpulan puisi Celana (Indonesia Tera, 1999). Ia juga menulis cerpen yang beberapa kali dimuat oleh media massa. Sebenarnya, novel Srimenanti merupakan gabungan dari beberapa cerpen Jokpin yang pernah tayang di beberapa media massa, tetapi ada polesan baru dalam bagian-bagian tertentu. Hal ini diungkapkannya dalam sesi bincang-bincang ringan bersama Hasan Aspahani yang diunggah di kanal Youtube Juru Baca.

[iklan]

Tokoh utama dalam novel ini ialah Srimenanti—nama yang sekaligus menjadi judul buku Joko Pinurbo—dan tokoh saya, seorang penyair. Di awal kisah, Srimenanti yang merupakan seorang perempuan muda yang pandai melukis berjumpa dengan tokoh saya. Pada awal kisah ini, Joko Pinurbo menampilkan dua potongan sajak Sapardi yang berjudul “Pada Suatu Pagi Hari” dan “Gadis Kecil” pada halaman 2 dan 3. Mari kita lihat salah satu cuplikan sajak Sapardi yang ditulis oleh Jokpin dalam bukunya, sebagai berikut:

Nah, saya berhenti lama di sajak Sapardi Djoko Damono “Pada Suatu Pagi Hari”—sajak yang selalu saya kangeni, padahal sajak tersebut hanya mengungkapkan sebuah ingin.

Maka pada suatu pagi hari ia ingin sekali menangis
sambil berjalan tunduk sepanjang lorong itu. Ia ingin
pagi itu turun hujan rintik-rintik dan lorong sepi agar
ia bisa berjalan sendiri saja sambil menangis
dan tak ada orang bertanya kenapa.

….

Dalam jalan kisahnya, Srimenanti dan tokoh saya dilukiskan dengan cara yang berbeda oleh penulis. Walaupun demikian, mereka tetap disatukan dalam tujuan yang sama: merawat harapan dengan bertahan mencintai hidup.

Selanjutnya, salah satu tokoh yang menarik perhatian adalah sosok laki-laki tanpa celana alias eltece (saya rasa itu singkatan abjad LTC). Tokoh ini dilukiskan dengan darah pada ujung  kelaminnya. Eltece merupakan tokoh gaib yang beberapa kali muncul, tokoh ini muncul pertama kali di halaman 5 pada buku Srimenanti, tepatnya pada cuplikan berikut:

Pada suatu dinihari, saat terhuyung-huyung ke kamar mandi untuk buang sakit, saya dicegat sesosok laki-laki tanpa celana alias eltece dengan darah mengental di ujung kelaminnya. Saya segera membungkun dan mengucapkan yang fana adalah waktu, kita abadi. Saya pandang wajahnya yang memelas. Ia menatap saya dengan heran. Setelah mengucapkan terima kasih, Nona, ia pun hilang.

Fragmen yang menarik dalam novel ini juga terjadi ketika tokoh yang bernama Marbangun bersama dengan para pemuda menuduh tokoh saya telah menebarkan ajaran sesat, sebab pada larik sajak yang dituliskan oleh tokoh saya berisi sebagai berikut: Rayakanlah setiap rejeki dengan ngopi agar bahagia hidupmu nanti (hal.79). Sebenarnya, potongan sajak itu dimaksudkan oleh tokoh saya sebagai lelucon ringan sekaligus kritik yang melukiskan betapa dunia sekarang ini sulit membuat orang tertawa, bahkan lebih sering menekan dan membuat pikiran ruwet. Hal ini tentu bukan upaya untuk menebarkan ajaran baru atau ajaran sesat.

Selain itu, dalam novel ini ada beberapa tokoh dalam yang memang benar-benar ada dalam kehidupan kita antara lain: Beni Satryo, Seno Gumira Ajidarma, dan Faisal Oddang. Jokpin mencoba mengangkat ide-ide dari tokoh di atas, sembari mengenalkan karya mereka kepada pembaca melalui beberapa fragmen. Mungkin, inilah perwujudan dari kalimat sambil menyelam minum air yang sesungguhnya dari Joko Pinurbo.

Secara umum, buku Srimenanti banyak diracik dengan beberapa potongan sajak dari Sapardi dan Jokpin itu sendiri. Dalam buku ini, sajak nampak sangat diagungkan dan hidup. Tak berlebihan jika kita menyebut bahwa sajaklah yang menjadi ruh dalam cerita di novel ini.

Kekurangan dari novel ini muncul dari segi penyajian cerita, sebab situasi dan konflik tidak dikisahkan dengan gamblan, sehingga memaksa pembaca agar teliti dalam menyambung hubungan antar fragmen. Meskipun begitu, Srimenanti tetap menjadi novel dengan daya pikat yang luar biasa dan keindahan sajak yang hadir dan lebur di dalamnya.

Anugrah Gio Pratama lahir di Lamongan, 22 Juni 1999. Sedang menempuh pendidikan di Universitas Lambung Mangkurat. Menyukai puisi dan kucing.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *